Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Meski calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01 Joko Widodo atau Jokowi dengan Ma'ruf Amin belum resmi ditetapkan sebagai pemenang dalam pemilihan presiden (pilpres) 2019, sejumlah partai pengusung sudah lantang meminta jatah menteri. Setidaknya ada tiga partai yang sudah terang-terangan meminta jatah.
Baca: Jokowi Didorong Bentuk Kabinet Zaken, LIPI Jelaskan Plus Minus
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Meski partai gencar meminta jatah menteri, menurut Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno, pada periode kedua ini Jokowi akan lebih otonom menentukan menterinya. Alasannya, selain dibantu parpol, kemenangan Jokowi juga banyak dibantu relawan, periode kedua ini Jokowi ditengarai akan all out membuktikan semua janji politiknya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Untuk itu, dia tentu akan memilih menteri yang full power merealisasikan keinginannya, bukan menteri yang malah menjadi benalu pembangunan ke depan. Karena itu, Jokowi tak mungkin lagi didikte partai-partai pengusungnya," ujar Adi Prayitno saat dihubungi Tempo pada Senin, 10 Juni 2019.
Jokowi sempat menyinggung soal bagaimana kebijakan yang akan diambil untuk pemerintahan berikutnya saat menghadiri pembukaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional 2019 di Hotel Shangri-La Jakarta, Kamis, 9 Mei 2019. Ia menegaskan, lima tahun ke depan dirinya tidak memiliki beban karena tak bisa lagi maju sebagai calon presiden.
“Lima tahun ke depan, mohon maaf, saya sudah enggak ada beban. Saya sudah enggak bisa nyalonkan lagi. Jadi apa pun yang paling baik, terbaik untuk negara akan saya lakukan," ucap Jokowi.
Baca: Usulan Kabinet Zaken, Golkar Klaim Punya Banyak Ahli
Sebelumnya, Jokowi juga telah menerima saran dari Ahmad Syafii Maarif, Dewan Pengarah Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP). Buya Syafii, biasa dia disapa, menyampaikan saran kepada Jokowi agar pada periode kedua nanti menerapkan kabinet zaken. “Kabinet yang terdiri dari orang-orang ahli,” ujar Syafii Maarif seusai menemui Presiden Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Kamis, 9 Mei 2019.
Lalu, apa itu kabinet zaken? Bagaimana pembentukan kabinet zaken dalam garis waktu sejarah politik di nusantara?
Adapun secara sederhana, kabinet zaken bisa diartikan sebagai sebuah kabinet dalam pemerintahan yang diisi oleh orang yang memiliki keahlian dan kapasitas dalam masing-masing bidang. Artinya, setiap pos pemerintahan dalam struktur kabinet diisi oleh orang yang memiliki latar belakang kompetensi bukan sebatas berafiliasi partai pendukung.
Jika merujuk sejarah, pembentukan kabinet zaken pernah disusun saat Indonesia menjalankan praktik demokrasi parlementer atau yang juga dikenal sebagai masa demokrasi liberal pada 1950-1959. Dari tujuh kabinet yang dibentuk dalam masa itu, setidaknya tiga kabinet zaken yang berhasil dibentuk.
Ketiganya adalah Kabinet Natsir, Kabinet Wilopo dan Kabinet Djuanda. Meski berhasil disusun, sejarah mencatat pembentuk kabinet zaken bukan perkara mudah. Rata-rata usia kabinet zaken hanya berlangsung satu tahun. Selain itu, kondisi politik yang tidak stabil dan sejumlah pemberontakan juga ikut mempengaruhi kondisi kabinet zaken.
Baca: Buya Syafii Maarif Sarankan Jokowi Bentuk Zaken Kabinet
Meski sebentar, susunan kabinet-kabinet tersebut berhasil melambungkan sejumlah nama menteri yang kinerjanya diakui mumpuni. Misalnya Soenarjo, Johannes Leimena, Prijono, sampai dengan A.M Hanafi yang mahir dalam memainkan lobi-lobi di pentas internasional.
DEWI NURITA | DIAS PRASONGKO | BERBAGAI SUMBER