Golkar boleh diibaratkan kristal pecah. Begitu kata seorang pengamat. Entah sudah berapa tokoh penting yang memutuskan cabut dari partai Beringin ini. Berbagai unsur pembentuk partai "anak emas" pemerintah ini melepaskan ikatannya (dan dukungannya) satu per satu. Tak ada lagi duet Siswono-Sarwono, yang menjadi mesin penggerak kampanye di masa keemasan dulu--mereka malah bikin partai sendiri. Sejumlah tokoh yang selama ini berasal dari unsur keluarga besar ABRI juga hengkang
Tapi berita paling gres seputar "kristal pecah" bertiup dari Kantor Kementerian Koperasi, di kawasan Kuningan, Jakarta, pekan-pekan ini. Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil dan Menengah, Adi Sasono, dikabarkan tengah menyiapkan partai baru: Partai Daulat Rakyat--nama klop untuk Adi, yang begitu getol dengan semua yang serba kerakyatan. Spekulasi menyebut, Adi memang tak tampil terang-terangan, melainkan hanya di belakang layar. Dan secara politis, partai rakyat ini bakal difokuskan untuk menggerus massa PDI Perjuangan Megawati--yang juga sangat populer di massa arus bawah. Dukungannya, kelak, buat Habibie, juga buat Adi.
Tentu saja berita ini membikin gerah hawa di markas Beringin di kawasan Slipi, Jakarta Barat. Apalagi Adi Sasono merupakan figur penting bagi Golkar. Ia bukan saja salah seorang ketua DPP Golkar. Kapasitasnya sebagai menteri yang pro-rakyat kecil begitu strategis. Sebagai Menteri Koperasi, Adi kerap dilukiskan bak seorang Sinterklas yang siap membantu rakyat kecil, dari dana jaring pengaman sosial, yang besarnya Rp 10,5 triliun lebih. Namanya pun begitu populer belakangan ini di mata wong cilik dan dunia koperasi. Saban minggu ia menyempatkan diri turun ke bawah, ke seantero pelosok Nusantara.
Maka, jika berita tak sedap ini benar adanya, Golkar bisa repot--ibarat kehilangan perwira pentingnya untuk bertarung dalam pemilu, yang kian gawat persaingannya dalam sistem proporsional dan multipartai. Bukankah Golkar masih bersikeras, dalam menggodok RUU Politik, khususnya soal pemilu, basisnya harus di tingkat kabupaten--yang sudah dikuasai infrastrukturnya, yang sudah dekat dengan Adi? Benarkah? Adi menepis kabar kagetan tadi. "Tidak betul itu. Saya hanya akan menjalankan tugas menteri. Saya tak punya niat keluar-masuk dari satu partai ke partai lain," katanya kepada TEMPO.
Kendati membantah, tokoh teras ICMI itu membenarkan untuk yang satu ini: menolak berkampanye untuk Golkar. Jadi, dalam kampanye yang bakal ingar-bingar menjelang pemilu yang dijadwalkan awal Juni nanti, bisa dipastikan Adi Sasono tak lagi terbenam dalam deru lautan massa yang berpakaian serba kuning. Permohonan itu diajukannya secara resmi lewat sepucuk surat kepada Ketua Umum DPP Golkar Akbar Tandjung. "Sifat dan tugas saya sebagai menteri menyulitkan saya untuk bertugas secara penuh di satu partai," kata tokoh yang pernah dijuluki majalah Far Eastern Economic Review sebagai The Indonesia?s Most Dangerous Man?--dengan tanda-tanya--ini.
Cuma, tak jelas apa yang persisnya hendak dihindari Adi. Cap sebagai tokoh Golkar yang selama ini lekat dengan Orde Baru dan era pemerintahan Soeharto--yang mencoretnya sebagai calon anggota MPR tempo hari? Bukankah kalau dia turun ke desa, membagikan sejumlah dana kepada rakyat, di masa menjelang pemilu kelak, misalnya, meski dalam kapasitas menteri, ia juga salah satu ketua Golkar? Bisa saja manuvernya "bagi-bagi duit" dituding seteru politiknya sebagai tindakan kampanye terselubung, bukan? Tapi bekas aktivis LSM yang tak berambisi menjadi anggota legislatif ini punya argumen, "Saat program ini dipersepsikan untuk memperoleh suara, program ini berada dalam bahaya."
Tapi bukan tanpa alasan jika Adi Sasono memilih langkah tanggung ini. Kompromi, bukan frontal. Kabarnya, Adi tegas-tegas diminta Presiden Habibie untuk tetap bertahan di Golkar. Akbar Tandjung pun bersikeras menahannya. "Saya kira, dia (Akbar) akan mengerti," kata Adi. "Karena kesibukannya sebagai menteri, beliau menyatakan tak bisa aktif sebagai Korwil (koordinator wilayah) Jawa Tengah. Minta dibebastugaskan. Nanti akan dicarikan penggantinya. Tapi masih tetap sebagai pengurus," kata Akbar Tandjung kepada TEMPO.
Jika Adi benar-benar membentuk partai baru? "Ia harus menentukan pilihannya," kata Menteri-Sekretaris Negara ini, tegas. Nah, sepanjang tak ada pernyataan "resmi" ihwal pendirian partai itu, alias cuma gosip, ya, Adi masih di Golkar. Atau hendak "main dua kaki", Mas Adi?
Wahyu Muryadi, Dewi R. Cahyani, dan Raju Febrian
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini