Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Lebih Banyak Hura-Hura

Pol pendapat diadakan FKSM dan BPM UI menyaring 1.219 mahasiswa. 69 % responden menganggap mahasiswa UI pasif. Aktivitas UI bersifat rekreatif. Diskusi politik kalah pamor dengan pagelaran jazz.

25 November 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MAHASISWA Universitas Indonesia memang pasif. Begitulah hasil pol pendapat yang dibuat Forum Komunikasi Senat Mahasiswa dan BPM (Badan Permusyawaratan Mahasiswa) UI belum lama ini. Selebihnya, 36% mahasiswa UI mengakui bahwa warga jaket kuning itu apatis terhadap dunia kemahasiswaan, sedangkan 40% menilai anak-anak UI hanya mau jadi pengamat saja, bukan pelaku. Ada 1.219 mahasiswa dari 11 fakultas yang ada di UI, terjaring pol pendapat. Sebanyak 60% dari responden mengaku pernah terlibat kepanitiaan atau kepengurusan lembaga kemahasiswaan. Angka ini menunjukkan sebagian besar responden tahu tentang lembaga kemahasiswaan. Mahasiswa UI sekarang lebih banyak hura-hura. Gejala ini tercermin dari jawaban 54% responden, yang menilai aktivitas UI bersifat rekreatif. Hanya 18% yang memandang kegiatan mahasiswa UI berupa sosial kemasyarakatan. Diskusi politik kalah pamor dengan pergelaran jazz, misalnya. Hampir 90% responden mengakui peran sertanya dalam kemahasiswaan sangat pasif, atau setengah-setengah. Hanya 8% yang mengaku aktif. Bahwa banyak mahasiswa pasif, ini memang sejalan dengan jawaban dari 69% responden, yang berpandangan bahwa UI hanya cocok untuk kuliah, bersiap mencari kerja dan pengembangan ilmu. Responden yang beranggapan bahwa kampus untuk kuliah dan sekaligus tempat pemecahan masalah kemasyarakatan hanya 15%. Sebagian besar responden (70%) menganggap lembaga kemahasiswaan di UI tidak mandiri. Interaksi antara pimpinan universitas dan lembaga mahasiswa juga tak bagus, 33% menilai rendah dan 44% lainnya menganggap sedang. Dan 54% di antara mereka menganggap pimpinan universitas bersikap instruktif terhadap lembaga kemahasiswaan. Kondisi ini diperburuk oleh birokrasi yang kurang mulus, sebagaimana diakui 85% responden. Alhasil, timbullah apatisme itu. Ancaman DO sebagai konsekuensi penerapan SKS, yang sering ditudingkan orang sebagai pangkal stagnasi itu, ternyata tak terlalu dianggap berat. Batas waktu studi itu, di mata 67%, dianggap biasa-biasa saja.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus