MAHASISWA Universitas Indonesia memang pasif. Begitulah hasil pol pendapat yang dibuat Forum Komunikasi Senat Mahasiswa dan BPM (Badan Permusyawaratan Mahasiswa) UI belum lama ini. Selebihnya, 36% mahasiswa UI mengakui bahwa warga jaket kuning itu apatis terhadap dunia kemahasiswaan, sedangkan 40% menilai anak-anak UI hanya mau jadi pengamat saja, bukan pelaku. Ada 1.219 mahasiswa dari 11 fakultas yang ada di UI, terjaring pol pendapat. Sebanyak 60% dari responden mengaku pernah terlibat kepanitiaan atau kepengurusan lembaga kemahasiswaan. Angka ini menunjukkan sebagian besar responden tahu tentang lembaga kemahasiswaan. Mahasiswa UI sekarang lebih banyak hura-hura. Gejala ini tercermin dari jawaban 54% responden, yang menilai aktivitas UI bersifat rekreatif. Hanya 18% yang memandang kegiatan mahasiswa UI berupa sosial kemasyarakatan. Diskusi politik kalah pamor dengan pergelaran jazz, misalnya. Hampir 90% responden mengakui peran sertanya dalam kemahasiswaan sangat pasif, atau setengah-setengah. Hanya 8% yang mengaku aktif. Bahwa banyak mahasiswa pasif, ini memang sejalan dengan jawaban dari 69% responden, yang berpandangan bahwa UI hanya cocok untuk kuliah, bersiap mencari kerja dan pengembangan ilmu. Responden yang beranggapan bahwa kampus untuk kuliah dan sekaligus tempat pemecahan masalah kemasyarakatan hanya 15%. Sebagian besar responden (70%) menganggap lembaga kemahasiswaan di UI tidak mandiri. Interaksi antara pimpinan universitas dan lembaga mahasiswa juga tak bagus, 33% menilai rendah dan 44% lainnya menganggap sedang. Dan 54% di antara mereka menganggap pimpinan universitas bersikap instruktif terhadap lembaga kemahasiswaan. Kondisi ini diperburuk oleh birokrasi yang kurang mulus, sebagaimana diakui 85% responden. Alhasil, timbullah apatisme itu. Ancaman DO sebagai konsekuensi penerapan SKS, yang sering ditudingkan orang sebagai pangkal stagnasi itu, ternyata tak terlalu dianggap berat. Batas waktu studi itu, di mata 67%, dianggap biasa-biasa saja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini