Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Mabuk dua botol di Tarutung

Gempa bumi terjadi di tarutung kab. tapanuli utara. tak begitu parah, tapi penduduk banyak yang mengungsi kerugian rp 12,5 milyar. sumbangan datang a.l.: dari presiden soeharto sebesar rp 50 juta.

9 Mei 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PUKUL 02.13 WIB, Minggu, 26 April 1987. Bupati Tapanuli Utara, Drs. Gustav Sinaga, sedang tidur lelap di rumahnya di Tarutung. Mendadak sontak, tempat tidurnya bergoyang kencang. Dia terbangun setelah terlempar ke lantai. "Semua lampu listrik padam, dan saya terpaksa merayap mencari korek api," kata Pak Bupati. Rumahnya terguncang keras. Segera disadarinya kota itu sedang diayun gempa, "Suhul... suhul...," teriaknya sembari berlari ke luar rumah, diiringi istri dan anak-anaknya. Dari berbagai penjuru, jerit yang sama bersahutan memecahkan sepi dinihari. Kepanikan tak hanya melanda ibu kota kabupaten berpenduduk 45.000-an jiwa di Sum-Ut itu, tapi juga daerah sekitar. Di Kecamatan Muara, 90 km dari Tarutung, Lista boru Siregar, 6 tahun, dan adiknya Ucok Siregar, 1 tahun, tewas. Keduanya terlempar ke Danau Toba, setelah rumahnya yang bertengger di pinggir danau ditimpa tanah longsor. Puluhan penduduk luka-luka. Menurut catatan stasiun pencatat gempa di Medan, gempa berlangsung sekitar 10 menit, dengan kekuatan 6 pada skala Richter. Pusat gempa 10 km di selatan Tarutung, 33 km di kedalaman bawah tanah, menghantam kawasan sekeliling dengan radius 40 km. Rupanya, bumi belum selesai ber-gonjang-ganjing. Tarutung dan sekitarnya terus bergoyang. Selama beberapa hari gempa susulan terus mengguncang, yang dlcatat seismograf 477 kali. Tak semuanya terasa oleh orang. Mulai hari keempat, Rabu, terjadi pengungsian besar-besaran. Banyak yang waswas, ketika tanggul Aek Sigeaon, sungai yang membelah Tarutung, sepanjang 6 km, rusak. Kalau tanggul sampai bobol, kota itu kebanjiran. Ketakutan penduduk menjadijadi, oleh desas-desus Tarutung akan amblas ditelan bumi. "Ada yang mengisukan Dolok Martimbang akan meletus," kata Pendeta J. Damanik di Desa Simorangkir. Gelombang pengungsi pertama adalah puluhan mobil pelat merah yang membawa keluarga para pejabat. "Pejabat itu 'kan manusia juga. Tentu memikirkan nasib anak istrinya," kata Bupati Gustav Sinaga. Tapi tampaknya itu jadi komando bahwa penduduk sudah dibolehkan mengungsi. Padahal, sejak hari pertama, para petugas berkeliling membuat siaran agar penduduk tenang dan tak perlu kabur. Ketika istri M. Simatupang, penduduk setempat, melahirkan seorang putri di saat gempa, Nyonya Bupati sengaja memberinya nama unik Sabar Menahan Gempa boru Simatupang. Tapl ternyata akhirnya mereka tak lagl sabar dan berhamburan ke berbagai kota sekitar yang aman, seperti Balige, Siborongborong, dan Pematangsiantar. Bahkan ada yang sampai ke Medan, 290 km ke arah utara. Ongkos bis melonjak-lonjak. Tarutung Siborong-borong dengan jarak 20 km, yang biasa Rp 600, menjadi Rp 1.000. Barang kebutuhan sehari-hari terguncang, nalk 50%. "Kami berjualan di sini 'kan menyabung nyawa," kata seorang pedagang rokok membela diri. Pemberitaan yang gencar di media massa mengakibatkan banyak saudara di rantau gelisah. Berbondong-bondong mereka ke Tarutung mencari saudaranya di kerumunan manusia yang sedang kacau-balau. Banyak yang sengaja berhalo-halo melalui pengeras suara dari atas mobil memanggil nama-nama. "Sebetulnya mereka tak perlu mengungsi, karena yang tinggal hanya goyang dangdut yang kecil," keluh Kapolres Letkol Tarzan Tampubolon. Bupati menyalahkan media massa yang kurang menyeleksi isu yang berkembang, sampai pengungsian lebih hebat dibandingkan gempanya. "Kejadian ini ibarat orang minum satu seloki mabuknya dua botol," kata Bupati Gustav Sinaga. Yang jelas, sampai awal Mei, menurut catatan Bupati, sekitar 75% penduduk kota mengungsi. Kota pun sepi bak baru disambar garuda. Tapi sejak Sabtu pekan lalu, pengungsi mulai pada pulang. Intensitas gempa pun menurun. Yanuar, Kepala Subseksi Geofisika, BMG Wilayah I Medan, memperkirakan Sabtu ini gempa susulan akan berakhir. Selain itu, penjelasan dari aparat pemerintah cukup gencar. Di antaranya keterangan Dirjen Geologi dan Sumber Daya Alam Mineral, Prof. J.A. Katili, di televisi, membantah desas-desus. Sumbangan datang dari banyak pihak. Presiden Soeharto membantu Rp 50 juta yang disampaikan oleh M. Panggabean. Ketua DPA itu tampak sibuk di sana, karena kampung leluhurnya, Pancur Napitu, tak jauh dari Tarutung. Menteri Sosial Nani Sudarsono meninjau daerah itu sambil memberi sumbangan. Ketiga kekuatan sospol ikut membantu. PDI memberi Rp 5 juta. Kata ketuanya, Soerjadi, "Kami bukan mau mengambil simpati politik para korban." Dalam pemilu bulan silam, Golkar memperoleh 98% suara. Warga Tapanuli di Jakarta tak ketinggalan. Cosmas Batubara dan Arifin Siregar turut membentuk panitia untuk menghimpunkan dana bantuan. Koran Suara Pembaruan dan Sinar Pagi di Jakarta membuka dompet. Sayang, penyaluran sumbangan tersendat di lapangan. "Karena banyak kepala desa yang mengungsi," kata Bupati. Dari data yang dicatat Posko setempat, gempa menyebabkan 7 rumah rubuh, 100 rusak berat, 11 gedung sekolah rubuh, 31 rusak berat, 3 gereja rubuh, 9 rusak berat ditambah sebuah masjid rusak berat. Yang rusak terutama bangunan baru yang rupanya kurang memperhitungkan kemungkinan gempa. Kerugian ditaksir Rp 12,5 milar. Daerah Tapanuli bukan pertama kali dilanda gempa. Pada 1892, Tapanuli Selatan, kabupaten tetangganya, diguncang lebih besar. Sarulla, di Kabupaten Tapanuli Utara, kena giliran tiga tahun lalu. Kawasan ini rawan gempa karena dilintasi patahan Semangko yang seakan membagi dua Pulau Sumatera dari selatan ke utara. Di sana, penduduk tak berani menyebut gempa dengan kata sebenarnya, lalo, tapi suhul, alias gagang pisau, semacam harapan agar gagang bumi kembali ke sarungnya. Amran Nasution & Monaris Simangunsong, Laporan Muchsin Lubis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus