Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pengurus Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) mengundang Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk membuka Munas KAHMI di Medan. Munas yang akan digelar pada 17-18 November itu akan dihadiri sekitar 1.400 peserta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kami sangat berharap dikunjungi oleh seorang Kepala Negara. Tadi Presiden menyatakan, Insya Allah akan hadir membuka munas KAHMI pada 17 November," kata Koordinator Presidium KAHMI Mahfud MD seusai pertemuan dengan Presiden Jokowi di Istana Merdeka, Jumat, 3 November 2017.
Baca: Jokowi Bakal Tetapkan Pendiri HMI Sebagai Pahlawan Nasional
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mahfud mengatakan HMI dan KAHMI adalah anak bangsa yang lahir bersama Republik Indonesia dan mempertahankannya. Organisasi tersebut, kata dia, ikut memantapkan pemberlakuan dan penghayatan ideologi Pancasila dan konstitusi dalam berbagai tahapan, baik saat merumuskan maupun membuat undang-undang. Karena itu, kata Mahfud, KAHMI merasa wajib untuk menghadap kepala negara menjelang pelaksanaan Munas.
Menurut Mahfud, KAHMI adalah organisasi para intelektual. Para lulusan perguruan tinggi yang tergabung di dalamnya akan menyampaikan pemikiran-pemikiran ilmiah, analitis, dan kritis terkait dengan bagaimana Indonesia ke depan seharusnya ditata. Untuk itu, sebelum 17 November, pihaknya akan membuka simposium nasional yang diikuit oleh para guru besar dan doktor alumni HMI di Jakarta.
Bila Munas KAHMI dibuka oleh Presiden, kata Mahfud, simposium yang akan berlangsung selama tiga hari tersebut akan dibuka oleh Wakil Presiden pada 14 November 2017. "Nah, simposium itu sendiri berjudul 'Membangun Negeri Memihaki Bangsa Sendiri'," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu.
Baca: Jokowi: Optimalisasikan Dana Desa untuk Ciptakan Lapangan Kerja
Tema simposium diambil dengan pertimbangan pembangunan yang dilakukan selama ini belum memihak pada bangsa sendiri. Padahal, pembangunan sangat pesat dan sudah tidak ada batasan. Indonesia, kata Mahfud, bisa punya apa saja, termasuk inteklektual, dan kekayaan yang begitu banyak. Tetapi pembangunan belum terasa memihak pada bangsa sendiri. Ada kesenjangan yang terjadi di masyarakat.
"Tadi Presiden bicara tentang kesenjangan. Beliau mengatakan, menyadari ada kemajuan, tetapi ada kesenjangan, sehingga terasa perlu diadilkan lagi di dalam pelaksanaannya," ujar Mahfud MD.