Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Maut Di Ujung Magrib Maut Diujung Magrib

Penggerebekan terhadap Farid Ghozali, oknum komando jihad yang lolos dari Medan dan bersembunyi di Jakarta, mengakibatkan gugurnya dua alat negara dalam tembak menembak di Jakarta Utara. (nas)

9 September 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

AZAN maghrib Sabtu petang 19 Agustus lalu baru saja terdengar. Roswati, si janda muda itu, jadi sibuk. Beberapa langganannya memenuhi warung nasinya. Seperempat jam kemudian, sekitar jam 18.10, empat orang lelaki menghampiri warung nasi "mBak Ros". Seorang di antaranya masuk, memesan kopi dan nasi putih dengan pepes udang. Belum selesai makan, lelaki itu keluar. Tapi kemudian kembali karena "lupa membayar." Rupanya itulah pertama kalinya ia makan di sana. Tiba-tiba "dor-dor" -- terdengar dua kali tembakan. Dan Sudjana, 32 tahun, lelaki itu, terhuyung-huyung di ambang pintu warung. Sebutir peluru menembus rusuk kiri, langsung keluar lewat rusuk kanannya. Tapi di tangannya juga tergenggam selaras pestol. Ia belum sempat menembak. Peluru yang sebutir lagi bersarang di dada rekannya, Djasmani, 35 tahun, yang masih berada di luar. Satu dua detik kemudian terdengar lagi beberapa kali tembakan. Suprijono alias Djoni, 28 tahun, langganan tetap "mBak Ros" yang tinggal di sebelah warung -- pingsan. Sebutir peluru menembus punggung kanan atas, lewat pada jarak 1 sentimeter dari jantung, melukai sedikit ginjal dan bersarang di bawah dadanya. Bersamaan dengan itu, tampak seorang lelaki lain berkelebat di belakang warung. Tangan kanannya menggenggam pestol Colt 38. Tapi di sana sudah menghadang Markin, rekan Sudjana. Markin menodongnya tapi malang, pestolnya macet. Hingga dialah justru yang tertembak. Pahanya terluka. Tapi si penembak lolos dan menghilang lewat tepian sungai Sunter. Tembak-menembak di ujung maghrib itu tentu saja mengagetkan penduduk di kampung Kelapa Gading, kecamatan Koja, Jakarta Utara yang padat. Terutama yang tinggal sekitar warung "mBak Ros" di RT 04/RW 004 di tepi Sungai Sunter atau Sindang. Belakangan, Kapendam V/Jaya Letkol Anas Malik mengungkapkan bahwa Sabtu petang itu empat orang petugas Kodam V/Jaya -- di antaranya Peltu (kavaleri) Djamani, Koptu Sudjana dan Serma Makin menggerebeg seorang buronan. Buronan itu, menurut Anas Malik bernama Farid Ghozali dan adalah seorang "oknum Komando Jihad", sudah sejak menjelang SU MPR yang lalu dicari-cari. Ia ternyata lolos dari Medan dan bersembunyi di Jakarta. Anas Malik juga bercerita, ketika itu sebenarnya Farid sudah tertangkap. "Tapi ia kemudian minta ijin masuk ke dalam mengambil jaket. Tahu-tahu ia mengambil pestol," katanya Rabu pagi pekan lalu. Sementara Serma Markin dirawat di RSPAD "Gatot Subroto" dan Suprijono (karyawan PT "Multi Astra") di RS "Cipto Mangunkusumo", Peltu Djasmani dan Koptu Sudjana yang gugur dimakamkan di TMP Kalibata. Djasmani yang tinggal di kompleks Kodam V/Jaya Tanah Kusir meninggalkan seorang isteri dan empat anak, sedang Sudjana meninggalkan seorang isteri dan dua anak, seorang di antaranya masih bayi. Biarpun Menikah "Bagaimana pun kedua prajurit itu berjasa. Jadi pantaslah kalau dimakamkan di Kalibata," kata Anas Malik dengan nada sedih. Menurut Anas pula Djasmani dan Sudjana cukup berjasa dalam menumpas DI/TII. Juga berpengalaman sebagai anggota pasukan "Garuda" di Kongo. "Selama ini kedua-duanya selalu sukses menunaikan tugas," tambahnya. Farid, konon berkumpul serumah dengan Roswati tanpa nikah. "Menurut laporan intel saya, memang begitu," kata Anas Malik. Tapi menurut Mustakim, ketua RW 004 Kelapa Gading, "Farid sudah 3 bulan menikah dengan Roswati." Cuma anehnya, Mustakim "baru tahu nama orang itu dari suratkabar." Soalnya ketua RT 04, Warsidi (yang ternyata juga adalah kakak ipar Roswati) tidak pernah melaporkan kepadanya. Itulah sebabnya baik Roswati maupun Warsidi ditahan yang berwajib. Tapi lima hari kemudian Roswati dibebaskan. Kini warungnya yang seluas 3 x 3 MÿFD berdinding tripleks beratap seng, termasuk bangunan baru di kampung itu tak lagi buka. Hanya sebuah lampu minyak tergantung di depannya, sementara di belakangnya berserakan jerami basah warna kuning. Kini kabarnya mbak Ros bekerja di tempat lain. Tak lama kemudian para petugas dari Koramil dan Babinsa setempat mencari dua orang lagi yang bernama Amirudin dan Umarudin. "Dicari di RT 02 dan 03 tidak ada. Tahu-tahu Shodaqoh dan Thamrin, anak pak Warsidi ketua RT 04, yang ditangkap. Mungkin Amirudin dan Umarudin itu nama samaran," kata Mustakim, ketua RW 004. Kedua pemuda yang telah berumahtangga itu berusia sekitar 27 dan 28 tahunan. Warung Roswati berhadapan dengan rumah kakak iparnya yang ketua RT 04, Warsidi. Lelaki 50 tahunan asal Cirebon dan beranak tiga orang ini, membangun rumahnya bertingkat dua. Sebelah bawah dikontrak oleh keluarga lain, tingkat dua merupakan petak rumah lain dan sebuah musholla tanpa nama. Yang jelas, kampung itu memang cukup tersembunyi. Terletak di pojok perempatan yang biasa dikenal dengan nama" by pass Senen. "

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus