Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Membicarakan Bapindo di paris

Sejumlah lsm indonesia dan lsm internasional mengadakan pertemuan di paris. mereka tergabung dalam infid, kelompok baru semacam ingi dulu. pemerintahan yang bersih menjadi topik. hasilnya?

30 April 1994 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INGI sudah bubar bersamaan dengan tenggelamnya IGGI, kelompok negara donor Indonesia itu. Soalnya, INGI yang merupakan kumpulan LSM Indonesia dan LSM mancanegara itu memang punya kaitan dengan IGGI. Tapi kini ada INFID (International NGO Forum on Indonesian Development), semacam pengganti INGI. Maka perkumpulan LSM ini pun punya hubungan dengan CGI, kelompok negara donor pengganti IGGI. Tapi berbeda dengan forum INGI dulu, soal hak asasi atau lingkungan hidup rupanya tak menjadi bahasan utama kelompok ini. Pada konferensi pertama INFID yang berlangsung selama tiga hari di Paris, pekan lalu, yang hangat dibicarakan adalah pemberantasan kemiskinan dan pengembangan daerah. Ada lima LSM asing yang hadir di situ. Di antaranya, Inter Aid dan CCFD (Comite Catholique contre la Faim et pour le Development), dari Prancis, dan IRN (International River Network) dari Amerika Serikat. Dari Indonesia berangkat rombongan besar, sekitar 30 utusan. Kertas kerja LSM Indonesia menekankan perhatian pada wilayah Indonesia Bagian Timur. Selama ini, menurut penilaian LSM-LSM itu, pengembangan daerah dilakukan kurang tepat. Sentralisasi politik dan ekonomi yang terkumpul di tangan pemerintah pusat rupanya dirasakan kurang menunjang pengembangan daerah. Malah, di sana-sini memperlemah kemandirian dan kemampuan masyarakat untuk berkembang. Tata ekonomi yang diatur pusat, menurut mereka, kerap menjadi kendala bagi pengusaha kecil di daerah. Investasi dari luar ke daerah itu umumnya tak meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. Kalau cuma itu, sebenarnya tak ada yang baru. Tapi pertemuan bertema Good Governance in Regional Development ini terasa penting, karena hasilnya akan disampaikan kepada negara donatur Indonesia yang tergabung dalam CGI, yang akan bersidang dua bulan lagi di Paris. Lebih jauh, INFID juga menyampaikan usulan mereka kepada lembaga internasional, seperti Bank Dunia, GATT, dan Asia Development Bank. Pokoknya, semua itu badan atau negara yang kebijakannya bisa mempengaruhi Indonesia. Yang direkomendasikan INFID kali ini adalah perlunya pemerintahan yang bersih: perbaikan mekanisme pemerintahan, di tingkat pusat maupun daerah, meliputi perbaikan segi politik dan ekonomi. Dalam makalah utama Disparities in Regional Development and The People Economy, Lucky Sondakh dari Indonesia berpendapat, tanpa pendekatan yang tepat, Indonesia Timur tak pernah bisa diharapkan mengejar pertumbuhan Jawa. Memang, jumlah orang miskin sudah turun dari 54,2 juta (l976) menjadi 27,2 juta (l990). Namun, sukses dalam lima Pelita itu belumlah disertai dengan pengurangan kesenjangan pendapatan. Dalam beberapa hal, menurut Sondakh, jurang itu makin lebar. Ini juga bukan cerita baru. Sejauh ini pemerintah memang berikhtiar menciptakan pemerintah yang cakap. Partai pemerintah Golkar misalnya, dalam rapat kerja nasionalnya beberapa waktu lalu, menegaskan tekad untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan kuat itu. Namun, clean and strong government masih dirasakan cuma komoditas politik. Pernyataan Golkar itu pada saat terungkap kasus kolusi terbesar, antara bank pemerintah Bapindo, pengusaha Golden Key Group, serta sejumlah pejabat bank. Malah nama Ketua DPA Sudomo dan Ketua BPK Sumarlin terseret-seret. Kasus yang menyangkut dana l,7 triliun rupiah itu pertama kali diungkapkan oleh anggota F-KP A. Baramuli di sidang DPR. "Prinsip-prinsip pemerintahan yang bersih memang diperlukan negara pemberi donor dan negara penerima. Kalau tidak, bagaimana bantuan bisa teralokasi dengan baik," kata Abdul Hakim Garuda Nusantara, delegasi Indonesia yang lain. Kalau pembangunan tidak didasarkan sepenuhnya pada kehendak rakyat, maka yang menikmati pembangunan bukanlah rakyat. "Konsep partisipasi rakyat terhadap pembangunan harus diganti dengan partisipasi pemerintah atas pembangunan," tambah Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Ny. Zumrotin.Indrawan dan Bina Bektiati

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum