Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Kalau PTUN mengadili parpol

Sebuah keputusan sela PTUN di medan membatalkan SK DPP PPP. ketua MA akan membuat surat edaran untuk meluruskannya. ada apa?

30 April 1994 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BILA langkah yang diambil Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan ini memperoleh kekuatan hukum, badan peradilan khusus yang berdiri tiga tahun yang lalu itu akan menjadi supersibuk. Bayangkan saja, semua sengketa di parpol, ormas, LSM, RT/RW, bahkan Kelompencapir, menjadi urusan PTUN. Begitulah, pertengahan April lalu, PTUN Medan -- dalam sebuah putusan sela -- memerintahkan agar Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan (DPP PPP) menangguhkan surat keputusannya yang mengangkat Bachtiar Chamzah sebagai pejabat Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PPP Sumatera Utara. Putusan PTUN yang baru pertama kali ini mengurusi sengketa partai itu juga meminta agar surat keputusan DPP PPP yang memberhentikan sementara Djamaludin Batubara dari Ketua II pimpinan wilayah setempat ditangguhkan. Nurainun Nasution, Wakil Ketua PTUN Medan, dan hakim yang mengadili perkara itu memang memiliki penafsiran yang lain terhadap wewenang PTUN. Dalam kasus ini, katanya, tergugat -- Ketua Umum DPP PPP -- adalah pejabat tata usaha negara. "Pejabat yang mengeluarkan keputusan atau penetapan bisa juga swasta seperti BUMN atau yayasan, asalkan ia melaksanakan tugas pemerintah," kata Nurainun. Artinya, dalam penafsiran sang hakim, DPP PPP terhitung pihak swasta yang melakukan tugas-tugas pemerintah. Yang bingung adalah yang dirugikan vonis itu, Bachtiar Chamzah. "Kami tak diundang, juga tak pernah ditanyai, tahu-tahu keluar putusan sela," katanya. Ia pun melaporkan peristiwa itu kepada Ketua Umum PPP Ismail Hasan Metareum. "Saya sendiri masih mempelajari kasus itu," kata Buya, panggilan akrab tokoh puncak PPP itu. Yang menarik napas lega tentulah Djamaluddin Batubara, Wakil Ketua DPW PPP, yang 26 Januari lalu diskors oleh DPP PPP. Skorsing itu jatuh karena Djamal dituduh menggerakkan sejumlah pemuda merusak kantor PPP di Medan. Mereka juga dituduh menganiaya petugas DPW PPP. Menurut Djamal, skorsing itu tak adil. Maka, 29 Maret lalu, ia menggugat DPW PPP Sumatera Utara dan DPP PPP di PTUN Medan. Ia minta, antara lain, PTUN membatalkan kedua putusan yang katanya melanggar anggaran dasar PPP itu. Pangkal semua cerita dimulai ketika Ketua DPW PPP Syufri Helmy Tanjung meninggal dunia beberapa waktu lalu. Dalam versi kelompok Bachtiar Chamzah, DPW segera mengadakan musyawarah memilih Bachtiar Chamzah sebagai penjabat ketua. Itu kemudian disahkan oleh DPP PPP. Tapi Djamal, yang merasa lebih berhak, tak mengakui keputusan tersebut. "DPW Sumatera Utara belum pernah mengadakan musyawarah untuk mengisi formasi itu," katanya. Djamal kemudian berada di atas angin karena sikapnya didukung Kepala Direktorat Sosial Politik Pemda Sumatera Utara, Edward Simanjuntak. Namanya juga politik. Entah kartu apa yang dimainkan Bachtiar, Pemda bisa dinetralkan, Djamal pun terpojok, ia diskors. Lalu ia mencoba peruntungan melalui PUTN. Kali ini berhasil. Putusan PTUN itu dipakai Djamal untuk kembali menggalang dukungan. Sebanyak 13 cabang PPP -- dari 17 cabang yang ada -- di Sumatera Utara, 18 April lalu, mendukung putusan PTUN itu. Namun, tampaknya Djamal dan kelompoknya belum boleh cepat bergembira. Ketua Mahkamah Agung Purwoto Gandasubrata tampaknya tak sependapat dengan putusan hakim PTUN di Medan. "Tidak benar jika PTUN mencampuri urusan partai politik. PTUN hanya mengurusi administrasi, itu pun terbatas pada administrasi lembaga negara atau instansi pemerintah," katanya kepada Bambang Sujatmoko dari TEMPO. Purwoto akan mengecek kasus itu ke Medan. Bila benar PTUN di sana mengadili perkara di luar wewenangnya, kata Purwoto, Mahkamah Agung bisa saja membuat surat edaran untuk meluruskannya.Julizar Kasiri dan Mukhlizardy Mukhtar (Medan)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum