Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan masih terdapat enam dari 24 daerah yang mengaku tidak mampu untuk membiayai pelaksanaan pemungutan suara ulang (PSU) pilkada 2024. Mereka tidak memiliki alokasi APBD untuk membiayai PSU. Namun, Tito tidak percaya begitu saja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tim Kemendagri saat ini sedang meninjau dengan detail kemampuan pendanaan enam daerah itu. Tito mengusahakan APBN tidak digunakan untuk menyelenggarakan PSU. "Hanya ada enam daerah yang manyatakan 'kami belum mampu'. Tapi kami engga bodoh. Ini kami lihat, ini lu pake buat apa ini," kata Tito di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat pada Jumat, 7 Maret 2025.
Tito mengatakan, sebagian besar daerah sudah setuju PSU diselenggarakan menggunakan APBD masing-masing. Mulanya, masih ada 14 daerah yang mengaku tidak sanggup. Tapi setelah ditinjau Kemendagri, delapan daerah menyatakan sanggup membiayai PSU menggunakan APBD.
"Kalau yang 14 lagi dari semuanya itu ada kira-kira enam yang sedang menghitung lagi. Yang lain nyatakan sanggup dari APBD setelah kami pelototin," kata dia.
Dalam peninjauan itu, Tito mengatakan akan meminta pemerintah kabupaten/kota menggeser alokasi anggaran yang tidak perlu ke anggaran PSU. Namun, bila setelah ditinjau anggaran kabupaten/kota tidak memungkinkan membiayai PSU, Kemendagri akan meminta pemerintah provinsi untuk membiayai.
"Memang ada beberapa kabupaten tidak mampu. Kalau dia tidak mampu kami lihat dulu, kalau dia udah nyerah, dari APBD provinsi mem-back up," kata dia.
Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto sebelumnya mengatakan anggaran penyelenggaraan PSU di 24 daerah salah satunya menggunakan APBD kabupaten/kota.
Bima menegaskan, Kemendagri perlu mengamati kemampuan pendanaan kabupaten/kota secara mendetail untuk kesiapan penyelenggaran PSU. Kemendagri ingin melihat apakah benar ada kabupaten/kota yang tidak bisa mengalokasikan anggaran untuk PSU. "Karena kalau dibilang tidak mampu, kami harus melihat apakah betul tidak mampu?" ujar dia.
Pelaksanaan PSU bermula dari Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK). MK memerintahkan PSU di 24 daerah untuk pemilihan kepala daerah (pilkada) 2024. Perintah pencoblosan ulang itu adalah bagian dari putusan sidang perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) kepala daerah yang berlangsung pada Senin, 24 Februari 2025.
Bima Arya menjelaskan, setelah melihat secara mendetail pendanaan daerah, Kemendagri akan mencoba menggeser sejumlah alokasi anggaran yang tidak penting. Anggaran yang tidak penting itu akan digeser untuk membantu penyelenggaraan PSU. Bila memang anggaran kabupaten/kota tidak mampu, Kemendagri akan meminta provinsi untuk mengganggarkannya.
Kalau provinsi juga masih tidak mampu, Kemendagri akan berkomunikasi dengan Kementerian Keuangan. "Kami akan komunikasikan dengan Kementerian Keuangan dari mana nanti uangnya," kata dia.
Bima mengatakan, anggaran dari pemerintah pusat pun terbatas. Menurut dia, dana APBN hanya untuk menutupi kekurangan anggaran PSU. "APBN tidak 100 persen. Pasti ada komponen yang dari APBD maupun dari provinsi, baru kemudian sisanya ditutup oleh APBN," kata dia.
Dalam kesempatan terpisah, Wakil Menteri Dalam Negeri Ribka Haluk sebelumnya mengatakan anggaran untuk PSU sebagai tindaklanjut dari putusan Mahkamah Konstitusi bisa menggunakan APBN. Hal itu, kata dia, bisa dilakukan jika daerah benar-benar tidak memiliki sisa anggaran lagi.
“Sesuai amanat konstitusi UU Pilkada itu dimungkinkan. Iya itu dimungkinkan (menggunakan APBN),” kata Ribka usai rapat bersama Komisi II DPR di Kompleks Parlemen Senayan pada Kamis, 27 Februari 2025.
Menurut dia, meski pemerintah tengah menjalankan efisiensi anggaran, kebutuhan untuk PSU tetap bisa diupayakan tetap tersedia. Ribka mengatakan, Kemendagri dan Dwan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyepakati waktu 10 hari untuk memastikan segala kesiapan termasuk soal pembagian pembiayaan antara daerah dan pusat.
Wakil Ketua Komisi II DPR Dede Yusuf Macan mengatakan kebutuhan anggaran untuk melakukan PSU mencapai sekitar Rp 750 miliar. Jumlah tersebut merupakan kebutuhan dari Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), hingga kebutuhan pengamanan untuk TNI dan Polri.
“Usulan anggaran yang tadi sudah disampaikan baik KPU maupun Bawaslu kurang lebih sekitar Rp750 miliar dan kemungkinan bisa bertambah ketika ada pengamanan yang lainnya,” kata Dede kepada awak media seusai rapat bersama mitra komisinya di Kompleks Parlemen Senayan pada Kamis, 27 Februari 2025.
Dalam rapat tersebut, Ketua Bawaslu Rahmat Bagja mengatakan ketersediaan anggaran Bawaslu kabupaten/kota tersisa sekitar Rp 35,8 miliar. Sementara kebutuhan untuk pengawasan PSU ia perkirakan sebesar Rp 251,9 miliar. Sehingga ada kekurangan dana sekitar Rp 216 miliar.
Sementara itu, Ketua KPU Mochammad Afifuddin mengatakan kebutuhan anggaran PSU diperkirakan sebesar Rp 486 miliar. Hal itu mencakup 24 daerah yang akan melakukan PSU dan dua daerah yang memerlukan rekapitulasi suara ulang serta perbaikan keputusan KPU. Sehingga total ada 26 satker KPU untuk PSU.
Afifuddin mengatakan terdapat 19 satker KPU yang masih kekurangan anggaran dengan total Rp 373 miliar. Sisanya, ada satu satker yang tidak memerlukan biaya yakni KPU Jayapura karena sifatnya hanya perbaikan administratif.
Hammam Izzuddin berkontribusi dalam tulisan ini.