Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf menyatakan pengurus NU tak boleh berpolitik praktis.
Sejumlah pengurus NU di daerah mendukung gagasan Yahya Cholil Staquf.
PKB dianggap terlalu bergantung pada suara nahdliyin.
DI ruang kerjanya yang masih kosong, tanpa peralatan elektronik dan hiasan dinding, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf berulang kali menekankan garis politik organisasi itu. Ia menyatakan akan menjauhkan Nahdlatul Ulama dari politik praktis, termasuk tidak mengistimewakan anak kandung organisasi itu, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Menjauhkan NU dari politik praktis menjadi salah satu syarat membangun kemandirian umat NU,” kata Yahya saat ditemui Tempo di kantornya pada Rabu, 29 Desember 2021. Lima hari sebelumnya, Yahya terpilih menggantikan Said Aqil Siroj dalam Muktamar PBNU Ke-34 di Lampung, 22-24 Desember 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Yahya, yang mengenakan peci hitam, baju putih lengan panjang, dan sarung motif batik, menyatakan akan memperlakukan PKB—partai politik yang didirikan oleh Abdurrahman Wahid atau Gus Dur—seperti partai lain. Kaum nahdliyin, menurut Yahya, memiliki beragam pilihan politik. Ia khawatir mereka akan gelisah jika PBNU menganakemaskan PKB.
Sikap itu disampaikan Yahya Cholil Staquf setiap kali bertemu dengan pengurus NU di daerah sebelum Muktamar PBNU. Keputusan Yahya itu disambut pengurus NU di daerah. Ketua Pengurus Wilayah NU Jawa Barat Juhadi Muhammad mendukung keputusan Yahya untuk menjauhkan NU dari politik praktis.
Menurut Juhadi, NU sebagai organisasi kemasyarakatan Islam memang semestinya berfokus pada kerja-kerja untuk umat, bukan larut dalam politik praktis. “Pengurus NU tidak boleh berpolitik praktis. Kami akan ikut kebijakan PBNU,” ujarnya.
Mantan Sekretaris Pengurus Wilayah Gerakan Pemuda Ansor Jawa Timur, Imron Rosyadi Hamid, mengatakan sikap Yahya segaris dengan aspirasi warga NU. Meskipun sejumlah kiai NU, termasuk Gus Dur, mantan Ketua Umum PBNU, mendirikan PKB, warga NU diberi kebebasan menentukan pilihan politik masing-masing.
Sikap Yahya berkebalikan dengan pendahulunya, Said Aqil Siroj. Dalam pemilihan presiden dan wakil presiden 2019, Said terang-terangan mendukung pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin. Saat itu, Ma’ruf menjadi Rais Am PBNU.
“Struktur kami di NU, warga nahdliyin, enggak usah digerakkan, enggak perlu dibayar, akan mendukung penuh,” ucap Said saat ditemui Tempo di kantor PBNU pada 14 Agustus 2018. Bahkan Said menyerukan kepada warga NU untuk memenangkan pasangan tersebut. “Karena yang maju adalah Rais Am, jadi harus menang.”
Adapun PKB juga menjadi bagian dari partai pengusung Jokowi-Ma’ruf. Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar pun disebut-sebut menolak rencana mengusung mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud Md., sebagai pendamping Jokowi. Hingga akhirnya Ma’ruf terpilih pada detik-detik terakhir pengumuman wakil Jokowi.
Hubungan antara PKB dan Nahdlatul Ulama selama ini terbilang erat. Dalam Muktamar NU di Jombang pada 2015, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar disebut-sebut mendukung Said Aqil Siroj, yang berhadapan dengan Salahuddin Wahid, adik Gus Dur. Said terpilih menakhodai NU untuk kedua kalinya.
PKB pun mengandalkan suara dari kalangan nahdliyin. Pemilihan Umum 2019 menjadi salah satu capaian terbaik partai itu. PKB mendulang 13,57 juta suara dan berada di posisi keempat. Lima tahun sebelumnya, perolehan suara PKB sebesar 11,298 juta.
Sejumlah sumber di PBNU mengatakan awalnya Muhaimin cenderung mendukung Said untuk kembali maju sebagai Ketua Umum PBNU. Indikasinya, Jazilul Fawaid, orang dekat Muhaimin, yang meminta pemerintah agar bersikap netral dalam Muktamar NU. Pernyataan itu dilontarkan Jazilul pada 13 November 2021, sehari setelah Said meminta hal yang sama.
Empat pengurus PBNU dan dua pengurus PKB bercerita, dukungan itu diberikan untuk mencegah pengambilalihan partai oleh Yaqut Cholil Qoumas, adik Yahya Cholil Staquf, yang juga Menteri Agama. Yahya dan Yaqut dikenal dekat dengan keluarga Gus Dur. Adapun Muhaimin berkonflik dengan Gus Dur menjelang Pemilu 2009. Tapi ia berhasil mengambil alih partai.
Namun, belakangan, Muhaimin memilih posisi netral. Pada 15 Desember 2021, dia mengeluarkan instruksi kepada semua kader PKB untuk mendukung Said dan Yahya. “Sudah kami instruksikan kepada semua kader untuk mendukung dua-duanya,” kata Muhaimin kepada para wartawan di gedung Dewan Perwakilan Rakyat.
Dalam pemilihan Ketua Umum PBNU, Yahya mendapat 337 suara, unggul telak atas Said yang didukung 210 pengurus NU. Hari itu juga Muhaimin, melalui akun Twitter-nya, menyampaikan ucapan selamat. “Terima kasih Kiai Said Agil Siroj, selamat bekerja nyata Kiai Yahya Staquf. Nahdliyin bersatu untuk dunia,” tulis Wakil Ketua DPR itu.
Muhaimin tak menanggapi pernyataan Yahya mengenai PBNU yang tidak akan mengistimewakan PKB. Ia tak merespons permintaan wawancara yang dilayangkan Tempo. Jazilul Fawaid juga menolak berkomentar. “Maaf, yang lain saja,” ujar Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat itu saat dihubungi pada Selasa, 4 Januari lalu.
Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia Hanta Yuda mengatakan NU sebagai organisasi Islam terbesar menjadi salah satu kelompok strategis yang diperebutkan semua partai politik. Menurut Hanta, selama ini PKB diuntungkan karena memiliki ikatan sejarah sekaligus dukungan dari PBNU sehingga mampu meraup suara dari kalangan nahdliyin.
Selama bertahun-tahun, kata Hanta, PKB menggantungkan perolehan suara dari barisan NU. Para pendukung partai ini sebagian besar adalah para kiai NU di berbagai daerah, terutama di Jawa Timur. “Mereka mendukung karena menganggap PKB partainya NU dan didukung PBNU,” tuturnya.
Hanta menilai perubahan sikap PBNU yang tidak lagi mengistimewakan PKB bakal menggerus perolehan suara partai itu. Apalagi partai lain juga mengincar suara nahdliyin. “PKB harus berubah jika ingin selamat dengan menjadi partai yang lebih profesional dan tak bergantung pada NU,” ucap Hanta. Namun perubahan itu tak mudah. Hanta menilai PKB belum siap berpisah jalan dari NU.
Dosen ilmu politik dan studi internasional Universitas Paramadina, Ahmad Khoirul Umam, mengatakan PKB tetap berpotensi tumbuh besar. Meski tak didukung oleh PBNU, kata Ahmad, PKB tetap memiliki ikatan sejarah dan psikologis dengan warga NU. “Apalagi jika PKB mampu meyakinkan warga NU bahwa partai bekerja untuk mereka,” ujarnya.
AMINUDDIN (BANDUNG)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo