Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Mengapa WR Supratman Diburu Belanda Setelah Kongres Pemuda?

WR Supratman memiliki peranan penting dalam pelaksanaan Kongres Pemuda II pada Oktober 1928 yang kemudian dikenal Sumpah Pemuda.

29 Oktober 2022 | 19.08 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Salah satu adegan dalam film "Wage" yang mengisahkan perjuangan pencipta lagu kebangsaan "Indonesia Raya" WR Supratman. (ANTARA News/HO)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - WR Supratman adalah seorang guru, wartawan, violinis, dan komponis Hindia Belanda. Namanya melambung berkat karyanya yang menjadi pencipta lagu kebangsaan, Indonesia Raya. Selain itu, ia juga merupakan anggota grup musik jazz bernama Black and White Jazz Band.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ia memiliki dua versi tanggal lahirnya, tanggal lahir versi pertama jatuh pada 9 Maret 1903 yang ditetapkan sebagai hari musik nasional nasional. Sementara itu, tanggal lahir versi keduanya adalah 19 Maret 1903. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Darah musik yang mengalir dalam tubuhnya sudah ada sejak ia tinggal di Makassar. Saat itu, ia memperoleh pelajaran musik dari kakak iparnya sehingga membuatnya pandai bermain biola dan dapat menggubah lagu. Saat tinggal di Jakarta, ia sedang membaca sebuah karangan dalam majalah dan mendapatkan tantangan kepada para ahli musik Indonesia untuk menciptakan lagu kebangsaan, seperti dikutip dari buku Lagu Kebangsaan Indonesia Raya dan W.R. Soepratman Pentjiptanja.

Alhasil, Supratman pun merasa tertantang dan mulai menggubah lagu Indonesia Raya pada 1924. Ia bukan hanya menjadi pencipta lagu kebangsaan Indonesia saja, melainkan juga mengumandangkan untuk pertama kalinya pada Kongres Pemuda II sehingga mendapat atensi dari pihak penjajah Belanda kala itu. 

Baca: WR Supratman Menjadi Buron Setelah Kumandangkan Indonesia Raya di Kongres Pemuda

Setelah Sumpah Pemuda, WR Supratman Diburu Belanda

Pada tahun yang sama dengan lahirnya lagu kebangsaan, Supratman menjadi bagian dari wartawan Surat Kabar Kaoem Moeda. Kemudian, ia beralih ke Surat Kabar Sin Po pada 1925. Kala itu, Supratman acapkali menghadiri berbagai pertemuan dengan berbagai organisasi para pemuda, bahkan pertemuan partai politik yang biasa digelar di gedung pertemuan Batavia juga turut dihadiri.

Akibatnya, tidak heran jika ia pun menghadiri pertemuan Kongres Pemuda II yang dilangsungkan pada 27-28 Oktober 1928. Kongres ini pun menjadi tonggak persatuan di tanah air karena melahirkan Sumpah Pemuda. Saat itu, para pemuda utusan berbagai daerah bersepakat dan berikrar untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan melalui Sumpah Pemuda. 

Melansir sumpahpemuda.kemdikbud.go.id, pada malam penutupan kongres, tepatnya 28 Oktober 1928, Supratman mengumandangkan lagu Indonesia Raya untuk pertama kalinya di depan umum (secara instrumental). Gesekan biola Supratman ketika itu mampu membakar semangat para pemuda dalam menegakkan kesatuan yang sebelumnya tidak dipentingkan sehingga lagu ini dijadikan lambang persatuan bangsa. Ia mengumandakan lagu tersebut dengan biolanya atas saran dari Soegondo Djojopuspito. Dengan cepat lagu ini pun terkenal di kalangan pergerakan nasional yang selalu dinyanyikan ketika partai politik melangsungkan kongres. 

Ironisnya, Supratman selalu diburu oleh polisi Hindia Belanda karena telah menciptakan lagu Indonesia Raya sampai ia jatuh sakit. Pada 1932, ia didiagnosa mengalami penyakit urat saraf yang mengharuskannya istirahat selama 2 bulan. Kemudian, pada 1938, ia menciptakan lagu terakhirnya berjudul Matahari Terbit yang membuatnya ditangkap dan ditahan di penjara Kalisosok, Surabaya. Lalu, pada 17 Agustus 1938, ia dinyatakan meninggal dunia dan dikubur secara Islam di Tambaksari, Surabaya. 

Meskipun ia tidak menikmati lagu ciptaannya ketika Hari Kemerdekaan tiba, tetapi berkat berbagai kontribusi WR Supratman terhadap bangsa dan negara, akhirnya pemerintah menganugerahkan bintang kehormatan. Selain itu, pemerintah juga menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada WR Supratman melalui Keppres RI Nomor 16/SK 1971 tertanggal 20 Mei 1971 yang ditandatangani oleh Presiden Soeharto.

RACHEL FARAHDIBA R

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus