Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Mengenal Guillotine, Simbol Anti Monarki dari Prancis yang Dibawa saat Aksi Kawal Putusan MK

Aksi hari ini membawa replika guillotine di aksi kawal putusan MK, Kamis 22 Agustus 2024 di depan gedung DPR RI.

22 Agustus 2024 | 20.45 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ribuan massa aksi unjuk rasa menolak revisi RUU Pilkada terlibat bentrok dengan pihak kepolisian saat menjebol jeruji pagar di salah satu sisi gedung DPR RI, Jakarta, Kamis, 22 Agustus 2024. Kepolisian mengerahkan 2.013 personel gabungan untuk mengawal aksi demo di DPR RI. TEMPO/Subekti.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Dalam aksi massa menolak pengesahan revisi Undang-Undang Pilkada di depan Gedung DPR, Jakarta, pada Kamis siang, 22 Agustus 2024. Dalam aksi kawal putusan MK tersebut, ada yang membawa replika alat pancung atau guillotine sebagai salah satu instalasi seni untuk meluapkan emosi mereka.

Pada aksi kali ini, muncul narasi di sosial media X mengungkapkan situasi saat ini mirip saat revolusi Prancis. Kehadiran replika guillotine, alat untuk memenggal raja louis saat revolusi Prancis diartikan sebagai simbol perlawanan rakyat kepada pemerintah yang zalim.

Guillotine tersebut dibuat dari styrofoam. Di guillotine itu, ditempelkan empat poster, salah satunya adalah foto Presiden Jokowi yang diletakkan di dekat lubang untuk memenggal kepala. Di guillotine tersebut, terdapat tiga poster lainnya yang bertuliskan "Indonesia Baru Tanpa Dinasti Jokowi", "Reformasi Dihabisi", serta "Dua Tiga Daun Sawi, Mari Ganyang Dinasti Jokowi!".

Dilansir dari Brittanica, Guillotine adalah instrumen hukuman mati yang diperkenalkan di Prancis pada 1792. Perangkat ini terdiri dari dua tiang tegak yang dihubungkan oleh palang atas, dengan pisau bermata miring yang berat di bagian belakangnya. Pisau ini meluncur turun dengan cepat dan paksa, memotong leher korban yang diletakkan dalam posisi tengkurap.

Pemenggalan kepala, yaitu metode eksekusi di mana kepala terputus dari tubuh, dianggap sebagai bentuk kematian yang paling terhormat sejak era Yunani dan Romawi kuno. Pada masa itu, penjahat diikat ke tiang dan dicambuk dengan tongkat sebelum eksekusi dilakukan. Awalnya kapak digunakan, tetapi kemudian pedang yang dianggap lebih terhormat digunakan untuk warga negara Romawi.

Sebelum diperkenalkan di Prancis, alat serupa sudah digunakan di Skotlandia, Inggris, dan berbagai negara Eropa lainnya, terutama untuk mengeksekusi penjahat dari kalangan bangsawan. Pada 1789, Joseph-Ignace Guillotin, seorang dokter dan anggota Majelis Nasional Prancis, mendorong pengesahan undang-undang yang menetapkan bahwa semua hukuman mati harus dilakukan secara mekanik.

Tujuannya, untuk menghilangkan hak istimewa eksekusi dengan pemenggalan kepala yang sebelumnya hanya dinikmati oleh bangsawan, serta untuk memastikan bahwa proses eksekusi dilakukan secepat dan semudah mungkin.

Pada awalnya, alat ini disebut alouisette atau louison, merujuk pada penemunya, Antoine Louis, seorang ahli bedah dan fisiologi Prancis.

Selama Revolusi Prancis, guillotine menjadi simbol utama dari Pemerintahan Teror dan digunakan untuk mengeksekusi ribuan orang, termasuk Raja Louis XVI dan Marie-Antoinette. Penggunaan guillotine berlanjut di Prancis hingga abad ke-20, meskipun penggunaannya semakin berkurang pada 1960-an dan 70-an, dengan hanya delapan eksekusi yang dilakukan antara 1965 dan eksekusi terakhir pada 1977. Pada September 1981, Prancis menghapus hukuman mati, yang juga berarti mengakhiri penggunaan guillotine.

Pilihan Editor: Polisi Bubarkan Paksa Aksi Kawal Putusan MK di Gedung DPR RI

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus