Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Menginjak usia yang ke-34

Pernyataan menhankam m. yusuf, bahwa perwira abri yang masih aktif dilarang berdagang, yang ada di perusahaan negara akan ditarik. larangan ini berlaku juga untuk para anggota dpr fraksi abri.

6 Oktober 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

GEBRAKAN Jenderal Jusuf rupa nya masih berlangsung terus. Pekan, lalu pada para wartawan di Bina Graha ditegaskannya: Semua perwira ABRI yang masih dalam status aktif tidak diperbolehkan secara langsung memimpin dunia usaha ataupun melakukan usaha dagang dalam bentuk apapun. Mereka yang tidak mematuhi akan diberhentikan atau pensiunnya dipercepat. Dalam gayanya yang khas, Menhankam menjelaskan alasannya: "Sehebat-hebatnya kau mau maju, itu urusanmu. Tapi kalau kau masih aktif, kau tinggalkan itu dagang supaya dapat menjadi tentara yang baik." Perwira yang baik menurut Jusuf seharusnya tidak boleh mencampuradukkan antara urusan dinas dengan usaha dagang. Para perwira yang duduk sebagai penasehat, komisaris atau pengawas perusahaan? "Pokoknya semuanya yang ada kaitannya secara langsung, di mana dia membina dan tidak bisa mengkonsentrir pikiran dan tenaganya secara penuh sebagai perwira aktif," tegasnya. Yang menarik, ketentuan ini juga berlaku bagi perwira yang bertugas di perusahaan negara. Mereka ini akan ditarik segera. "Dia boleh pilih, apa tetap di sana tapi MPP, atau tinggalkan itu dagang," lanjut Jenderal Jusuf. Tak lupa ditambahkannya "Itu sudah keputusan dan saya sudah laporkan kepada Presiden." Dibandingkan Peraturan Pcmerintah No. 6/1974, langkah yang ini memang lebih jauh. Peraturan yang membatasi kegiatan pegawai negeri dalam usaha swasta ini mengecualikan mereka yang bekerja pada perusahaan milik negara atau perusahaan swasta milik instansi yang mempunyai tujuan serta fungsi sosial. Pasal 3 PP no. 6/1974 itu selanjutnya menegaskan, para pegawai negeri sipil, anggota ABRI serta pejabat dapat bekerja di situ sebagai pemimpin, pengurus, pengawas atau sebagai pegawai biasa, atas dasar penugasan dari penjabat yang berwenang dan diangkat berdasar peraturan yang berlaku. Berapa jumlah perwira ABRI yang bakal terkena peraturan ini? Wapangab Laksamana Sudomo Sabtu lalu mengumumkan, semua Kepala Staf Angkatan dan Polri telah diinstruksikan mengumpulkan data-data anggota ABRI yang dikaryakan di luar kedinasan militer. Sebelum 6 Oktober data ini harus sudah disampaikan pada laksamana Sudomo untuk selanjutnya diserahkan pada Menhankam guna diteliti. Menurut Sudomo larangan berdagang ini berlaku juga pada para anggota DPR di Fraksi ABRI yang belum menjatam Masa Persiapan Pensiun (MPP). Pada mereka akan diajukan pilihan: aktif sebagai militer atau memilih dagang. "Jadi dengan demikian bisa diketahui pilihan mana yang diingini oleh yang bersangkutan," ujarnya. Saat ini dari 75 anggota Fraksi ABRI, ada 19 orang yang masih aktif. Tampaknya cukup banyak perwira tinggi ABRI yang bakal terkena peraturan ini. Misalnya Dir-Ut Mandala Airlines Marsda Santoso (49 tahun), Brigjen Djukardi Odang Dir-Ut PN Pantja Niaga (51 tahun), Brigjen Judo Sumbono (50 tahun) Direktur Perbekalan Dalam Negeri Pertamina, Acub Zainal (50 tahun) Direktur Perkesa 78 dan Letjen Ali Sadikin (52 tahun) Dir-Ut PT Arcalina. "Saya menyambut gembira pernyataan Menhankam itu," ujar Marsekal Suwoto Sukendar (52 tahun) yang menjadi direktur atau komisaris di 11 perusahaan, antara lain PT Niaga Loka dan PT Hayam Wuruk Permai. Bekas Ketua Umum Kadin ini menganggap bidang bisnis dan militer sama saja buatnya. "Bisnis bisa, jadi militer pun belum lupa," lanjutnya tanpa menjelaskan bidang apa yang akan dipilihnya. Buat Mayjen Sukamto Sayidiman (53 tahun) menentukan pilihan itu tampaknya terserah atasan. "Sebagai militer saya akan mematuhi peraturan yang ada," kata Kepala Divisi Kontraktor Asing Pertamina ini pekan lalu. Kabarnya sebuah pernyataan tentang sikapnya ini sudah disampaikan pada Menhankam. Fasilitas Ketegasan Jenderal Jusuf itu umumnya disambut dengan gembira, walau banyak yang menunggu bagaimana pelaksanaannya. "Saya berharap penegasan Menhankam/Pangab itu tidak mempunyai nasib yang sama dengan instruksi yang lain-lain," kata Wakil Ketua Komisi 11 DPR Sabam Sirait. Alasannya, "selama ini banyak instruksi yang dibuat di atas kertas tapi tidak terlaksana," katanya. Bekas Deputi KSAD yang kemudian mengundurkan diri sebagai Irjen Departemen Pekerjaan Umum Letjen (purn) M. Jasin menganggap niat Menhankam itu akan berhasil bila dimulai dari kalangan atas. Namun ia menganggap tindakan Menhamkan seharusnya tidak hanya terbatas pada para perwira yang memimpin usaha langsung. "Sebab yang justru lebih berbahaya adalah yang tidak langsung, seperti anak atau keluarga yang memakai fasilitas bapaknya," katanya. PP no 6/1974 memang hanya melarang isteri para perwira tinggi serta pejabat eselon I dan yang setingkat, memiliki dan memimpin perusahaan swasta atau melakukan usaha dagang. Tidak disebutkan tentang anak atau anggota keluarga lain. Juga tidak dilarang pemilikan saham yang jumlahnya bisa menentukan jalannya perusahaan. Apakah gebrakan Jenderal Jusuf kali ini merupakan bagian dari "konsep Jusuf" menata kembali ABRI? Ia baru satu setengah tahun menjabat Menhankam/Pangab. Dalam rangka penataan kembali 60 batalion ABRI telah diselesaikan latihan bintara pelatih kompi dan peleton untuk seluruh Kodam. Ia merebut hati para prajurit dengan mengunjungi mereka, memperbaiki asrama (lihat Suka Duka), menambah uang makan dan jatah perlengkapan mereka serta menjamin hak prajurit dengan sistim buku saku. Ia pernah pula mengalihkan dana yang tersedia untuk pembelian perlengkapan baru guna memperbaiki kehidupan prajurit. Misalnya ia membatalkan rencana pembelian 2 skwadron pesawat jet Skyhawk Navy A-4 dari Amerika Serikat. "Bahkan penyelesaian pembangunan gedung pusat Hankam di Pondok Gede ditunda agar dananya bisa dialihkan untuk meningkatkan kesejahteraan prajurit," cerita seorang perwira Hankam . Atur Nafas Tapi yang menarik mungkin usahanya guna mewujudkan manunggalnya ABRI dan Rakyat. "Dengan segala kelebihanmu, kau adalah tetap rakyat yang tanpa kecuali harus tunduk pada undang-undang sebagaimana warganegara lainnya," ucapnya berkali-kali pada para prajurit dalam serentetan kunjungannya keliling Indonesia. Beberapa ucapannya yang lain juga terasa bikin lega. Misalnya "Jangan jadikan orang takut bicara karena belum sempat bicara sudah disebut subversi." Atau ini: "Janganlah kita mengatur pernafasan seseorang karena itu bisa membuat yang bersangkutan menjadi sesak. Yang paling baik biarkanlah dia bernafas sesuai dengan irama dalam tubuhnya." Karena itu para pembina keamanan dan ketertiban diharapkannya tidak cepat-cepat menangkap atau memeriksa seseorang kalau yang bersangkutan mengecam atau mengkhotbahkan kritikan terhadap pemerintah. "Kita harus berani berbesar hati dan berani mencoba untuk melihat dan mendengar apa yang dikatakannya," ujarnya baru-baru ini. Sejauh mana kata-kata yang membesarkan hati orang banyak itu bertuah, punya efek dalam ' kebijaksanaan sehari-hari? Pada usia ABRI yang menginjak 34 tahun 5 Oktober ini, pertanyaan seperti itu makin terasa ingin segera terjawab.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus