Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Menkumham Jelaskan Soal Pasal Pidana Kumpul Kebo Dalam KUHP Baru, Begini Bunyinya

Indonesia kini punya aturan resmi terkait kohabitasi alias kumpul kebo. Regulasi itu telah disahkan dalam UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP baru.

11 Agustus 2023 | 15.20 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly (kiri) memberikan pernyataan usai ditandatanganinya pakta kerja sama ekstradisi antara Indonesia dan Rusia di Nusa Dua, Bali, Jumat (31/3/2023). (ANTARA/Genta Tenri Mawangi)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia kini punya aturan resmi terkait kohabitasi alias kumpul kebo. Regulasi yang sempat diperdebatkan itu telah disahkan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru. Secara praktik, beleid ini mulai berlaku pada 2026 atau tiga tahun sejak ditetapkan Januari lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Jadi, KUHP ini akan berlaku 2 Januari 2026,” ujar Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H. Laoly kepada awak media di Sanur, Denpasar, Kamis, 10 Agustus 2023. "Undang-undang mengatakan, dalam undang-undang itu masa transisi tiga tahun," katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lantas bagaimana aturan terkait kohabitasi alias kumpul kebo dalam KUHP yang baru ini?

Untuk diketahui, kohabitasi atau kumpul kebo merupakan hidup bersama seperti suami istri di luar pernikahan. Kumpul kebo berasal dari kata koempoel gebouw. Dalam Bahasa Belanda, gebouw bermakna bangunan atau rumah. Kata Gebouw kemudian dipelesetkan menjadi kebo alias kerbau dalam Bahasa Jawa. Di Indonesia, kumpul kebo dianggap melanggar norma dan nilai.

Dalam KUHP baru, aturan terkait kumpul kebo terdapat pada Pasal 411 dan Pasak 412. Pasal 411 mengatur pidana soal perzinaan. Sedangkan Pasal 412 tentang pidana terkait hidup bersama tanpa pernikahan. Pelaku perzinaan dan kohabitasi bisa diancam pidana. Namun, perkara ini merupakan delik aduan. Pengaduannya pun dibatasi hanya oleh orang-orang yang paling terkena dampak.

Menurut Pasal 411, setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya, dipidana karena perzinaan. Pelaku diancam dengan pidana penjara satu tahun atau pidana denda kategori II. Adapun denda kategori II sebagaimana tercantum dalam Pasal 79 KUHP adalah setara Rp 10 juta.

Berikut bunyi Pasal 411 ayat (1):

“Setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya, dipidana karena perzinaan, dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II.”

Sedangkan menurut Pasal 412, setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan merupakan tindakan pidana. Pelaku dapat dikenai pidana penjara dan denda. Adapun hukuman kurungan yaitu maksimal 6 bulan sementara hukuman denda paling banyak kategori II alias setara Rp 10 juta.

“Setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.”

Pasal terkait kumpul kebo di KUHP baru itu sempat memicu kontroversi karena dinilai menyangkut ranah privasi. Namun, menurut Yasonna, pasal kohabitasi tersebut tidak dimaksudkan untuk itu. Sebaliknya, menurutnya kohabitasi perlu diatur agar masyarakat tidak main hakim sendiri dan bebas menangkap pelaku kohabitasi.

“Kohabitasi yang dimaksudkan bukanlah kita juga bebas-sebebasnya menangkap orang, ada batasan, itu adalah delik aduan. Yang bisa mengadukan adalah orang tua, anak, istri, suami,” kata Yasonna Laoly.

Saat rancangan beleid ini diwacanakan pada 2018 lalu, muncul pula kekhawatiran bahwa pasal kumpul kebo akan berdampak negatif bagi sektor pariwisata yang bergantung pada kunjungan wisatawan asing. Menanggapi hal itu, menurut Yasonna, justru keberadaan regulasi ini bertujuan agar turis asing tidak khawatir dikriminalisasi jika menginap di hotel bersama pasangan tanpa ikatan perkawinan.

“Tidak ada hak kita masuk ke privasi orang. Ke dalam kamar orang-orang mengetok-ketok (pintu) orang lain,” katanya.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus