SUDAH lama masalah Timor Timur menjadi ganjalan hubungan Indonesia dengan negara-negara Afrika. Negara-negara itu -- beberapa di antaranya bekas jajahan Portugal -- cenderung menolak integrasi Timor Timur sebagai provinsi ke-27 RI. Sikap mereka itu juga yang telah beberapa kali menjadi batu penyandung usaha Indonesia untuk menjadi tuan rumah KTT Negara-Negara NonBlok. Batu penghalang itu kini tampaknya mulai bisa disingkirkan. Itu terjadi setelah Presiden Zimbabwe Robert Gabriel Mugabe, pekan lalu, mengakhiri kunjungannya di Indonesia. Mugabe mampir ke Indonesia setelah menghadiri KTT G 15 di Kuala Lumpur pekan lalu -- yang juga dihadiri Presiden Soeharto. Dalam pembicaraan satu setengah jamnya dengan Pak Harto, selain menyinggung niat besarnya terhadap IPTN, ajakan ber- gabung dalam Pekan Raya Zimbabwe, kerja sama dalam penerbangan internasional, dan mengagumi sekaligus berniat mendalami Undang-Undang Dasar 1945, Mugabe menunjukkan pula "pengertiannya" pada integrasi Timor Timur. Selama ini, Zimbabwe selalu menentang penggabungan ini. Perubahan sikap ini tercermin juga pada pembicaraan paralel Menlu Ali Alatas, yang didampingi Mensesneg Moerdiono, dengan Menteri Luar Negeri Nathan Shamuyarira. Dalam pertemuan itu, pihak Indonesia mebeberkan riwayat integrasi Timor Timur. Dari situ, kesalahpengertian Zimbabwe terhadap peranan Fretilin yang berusaha menguasai Timor Timur bisa dikoreksi. Indonesia menjelaskan, Fretilin bukan pergerakan rakyat, bukan gerakan pembebasan, tapi buatan Portugal. Dan, seperti yang dikatakan Moerdiono, "Kesan saya, pihak Zimbabwe memahaminya." Moerdiono tak menyangkal, salah satu dampak positif diakuinya integrasi Timor Timur di dunia luar adalah berkat kunjungan Sri Paus ke Dili, Oktober tahun lalu. "Bukankah saat itu juga Paus memuji kehidupan Pancasila kita, dan menyatakan doanya agar kehidupan di Timor Timur bersahabat pada semua pihak?" ujarnya. Perubahan sikap Mugabe -- yang pernah menjabat sebagai Ketua KTT NonBlok -- jelas sangat penting. Masih belum jelas, apakah sikap Zimbabwe ini akan diikuti juga oleh negara-negara Afrika lainnya. Namun, jika satu batu penyandung bisa dihilangkan, mengapa yang lain tidak?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini