Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sosial

Budha Hidup Atau Menyembuhkan Umat

Budha hidup yang dipimpin Lu Sheng Yen datang ke Jakarta atas undangan Yayasan Satya Dharma Surya Indah. Mengadakan upacara keagamaan di Senayan, Jakarta. Ada pendapat yang pro dan kontra tentang ajaran tersebut.

16 Juni 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SIDDHARTA Gautama, sang Budha dari Sakya, mungkin tak men- duga tempat duduknya di belakang hari akan ditempati orang lain. Tempat yang dilambangkan dengan bunga teratai keemasan itu, yang hanya untuk ia sendiri, kini diduduki oleh patung Lu Sheng yen. Setidaknya itulah yang terjadi dalam satu sekte Budha yang dinamakan Budha Hidup, yang dipimpin oleh Lu, yang bermukim di Amerika Serikat. Dan Sabtu sore pekan lalu, di Balai Sidang Senayan, Jakarta, Sang Budha Hidup itu hadir dalam sebuah upacara keagamaan. Dari Amerika Serikat, Lu memang tak langsung ke Jakarta, tapi mampir dulu di Bali dan Borobudur. Inilah acara Yayasan Satya Dharma Surya Indah, yayasan yang mengundang Lu. Kehadiran Sang Budha Hidup, meski tak naik teratai emas, menarik belasan ribu umat Budha yang sepaham dengan dia. Sampai panitia pasang tenda di luar gedung. Di dalam gedung tampak sebuah altar yang dilatarbelakangi replika Borobudur yang dihiasi pohon pisang Di atas altar yang persis terletak di belakang singga sana Lu Sheng Yen, tampak arca Maha Acarya Lu Sheng Yen, yang diletakkan sejajar dengan patung Budha Sakyamuni dan Dewi KwanIm (Avalokitesvara). Upacara Agung ini akan ditutup dengan pemberkatan oleh sang Maha Guru Besar. Itu berarti, segala benih karma buruk yang ada pada mereka akan hilang. Sebelum sampai pada acara yang ditunggu, berbagai acara mesti dilewati menyanyikan lagu Indonesia Raya, membaca mantra dalam bahasa Mandarin, dan lain-lain. Upacara terakhir ini berlangsung dengan tertib. Para pengunjung antre menuju singgasana Lu Sheng Yen sambil membawa sebotol Aqua. Dan persis di depan Sang Budha Hidup -- ketika itu berjubah merah hati dengan tutup kepala lancip segi tiga -- botol dibuka, hingga ketika Lu Sheng Yen mengibaskan hudtim (kebutan berumbai panjang)-nya ke kepala botol, rumbai itu mengenai Aquanya. Dan ini membawa berkah bagi yang meminum Aqua itu. Begitu hebat tokoh gemuk yang baru saja merayakan ulang tahun ke-45 di Restaurant Dynasty, Jakarta, ini di mata pengikutnya. "Sebab, ia adalah Budha Hidup yang sangat sakti. Ia ditahbiskan menjadi biksu melalui mimpi," kata Hen- dri, 36 tahun, asal Cirebon Jawa Barat. Tak heran, orang seperti Hendri, yang terkena trakoma sejak 17 tahun, begitu mati-matian ingin berjumpa dengan Lu di Jakarta. Usaha ini gagal meskipun ia menunggu selama dua hari di Jakarta. Karena kupon untuk berobat dengan Lu Sheng Yen di Jakarta, yang berjumlah 200 buah untuk jam 14.00 sampai 16.00 itu, segera habis. Dan dalam keyakinan Hendri, Lu Sheng Yen adalah tokoh yang mengembara ke seluruh dunia mencari saudara seperguruannya yang berjumlah 18. Baru dua yang ditemukannya, Teratai Merah dan Teratai Hitam. Lu adalah Teratai Hijau. Di balik kemeriahan itu, ternyata ada persoalan. Perwalian Umat Budha Indonesia (Walubi) belum sepakat bulat menerima Budha Hidup. Menurut Aggi Tjetje, ketua harian DPP Walubi, ada banyak pendapat tentang ajaran ini. Ada yang tegas menentang, seperti Majelis Mahayana dan sekte Tantrayana. Sedangkan kelompok Gemabudhi (pemuda Budha) hanya menerima kedatangan Lu Sheng Yen, tapi bukan ajarannya. Yang lainnya baru bersedia menerima dengan syarat ada rekomendasi dari pemerintah (Indonesia). Perbedaan pendapat di dalam Walubi ini tak lain disebabkan mereka tidak tahu persis ajaran Lu. Tetapi Dewan Biksu Sedunia (World Sangha Council), menurut Aggi, dengan tegas mengatakan ajaran Lu Sheng Yen itu sesat. Sesat? Ajaran Lu, menurut Aggi, yang tak sepaham dengan Budha Hidup, tak lagi sesuai dengan ajaran Budha. Misalnya, Lu menikah dan juga berdansa di depan altar yang disaksikan oleh pengikutnya sambil duduk di arca Budha. Yang paling dianggap "menyeleweng", Lu berani menggambarkan dirinya duduk bersemadi sambil bersila di bunga teratai. Pemerintah Indonesia sendiri tak melarang kedatangan Lu karena beberapa hal. Kata I Gusti Agung Gde Putra, Dirjen Bimas Hindu dan Budha, ajaran ini tidak menyimpang dari Budha sekte Tantrayana, yang sudah ada sejak abad ke-7. Di kalangan Walubi belum ada kata sepakat soal ini. Ada persamaan pendapat antara Gde Putra dan Prof. Harsa Rusli dari Institut Budha Darma Indonesia (IBDI). Budha Hidup, menurut Harsa Rusli, merupakan cabang dari Wajra Tantrayana, aliran yang memadukan Hinayana dengan Mahayana. "Karena itu, saya yakin ajaran Lu tidak lari dari Budha," tutur Harsa tegas. Tapi tidak lari bukan berarti persis sama. Ke dalam Budha Hidup, Lu menambahkan semacam mistikisme. Dan tambahan itu- lah, yang jadi daya tarik aliran ini. Tentu saja, pihak Lu punya alasan soal masuknya kemistikan itu. Pada 1960-an Lu adalah seorang mahasiswa kedokteran di Taiwan. Pada mulanya ia beragama Katolik. Setelah belajar agama Budha dan Taoisme pada seorang pendeta wanita, ia menjadi seorang paranormal, yang erat kaitannya dengan dunia mistik. Sampai di situ tentu tak ada soal pelik: seorang pendeta Budha merangkap penyembuh berbagai penyakit lewat kekuatan paranormalnya, itu biasa. Bukankah Sang Budha Gautama tak melarang kebaikan? Julizar Kasiri, Ardian Taufik G., Irwan E. Siregar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus