Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Mereka Harus Melepas Jaket Kuning

Insiden Purbalingga bukanlah peristiwa pertama Golkar "digebuki". Di berbagai penjuru?Brebes, Pekalongan, Madiun, Yogya, Surabaya?massa beratribut PDI Perjuangan menjegal berbagai aktivitas Golkar. Memang, sesekali perseteruan juga menimpa pendukung parpol selain Golkar dan PDI Perjuangan. Di mana saja bentrok itu?

12 April 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Purbalingga, Jawa Tengah

Seandainya Menteri Sekretaris Negara Akbar Tandjung mende-ngar nasihat aparat keamanan, mungkin insiden Purbalingga tak akan terjadi. Sejak awal, aparat tidak mengizinkan temu kader Golkar. Alasannya, waktunya bertepatan dengan hari libur nasional?peringatan wafatnya Isa Al Masih?yang berarti melanggar Undang-Undang No. 9/1998 tentang Penyampaian Pendapat di Muka Umum. Tapi, rupanya, DPP Golkar yakin apel akbar di Stadion Wasesa ini bisa berlangsung mulus. Dengan kemampuan melobi kiri-kanan, akhirnya izin dikeluarkan.

Insiden memang meledak. Selepas lohor, ratusan massa beratribut PDI Perjuangan memadati jalan-jalan menuju stadion. Soetardjo, bendahara DPC PDI Perjuangan, tampak aktif di tengah massa. Melalui megaphone, Soetardjo berteriak-teriak membakar semangat massa. "Akbar harus pulang. Menteri dilarang berkampanye," katanya berapi-api.

Sementara itu, usai salat Jumat di Masjid Baitussalam, Akbar Tandjung menuju Stadion Wasesa dengan pengawalan ketat. Saat rombongan melintasi Taman Makam Pahlawan Purbosaroyo, kendali keamanan mulai lepas. Massa membalik dan membakar mobil Kijang bak terbuka milik Satgas Golkar. Batu-batu berseliweran. Jip Land Cruiser kuning bernomor B 188 XZ yang ditumpangi Akbar juga tak luput dari lemparan. Untunglah, Akbar selamat.

Di dalam stadion, situasi juga mendidih. Massa Banteng mencabut bendera, umbul-umbul, dan segala yang berbau Beringin. Sekitar 8.000 atribut Golkar musnah dibakar. Kader Golkar dipaksa melepas baju atau kaus kuning yang sedang dipakai. "Kalau tidak mau, saya diancam dibunuh," kata Sumirah, warga Desa Kleco. Dengan wajah merah menahan malu, puluhan perempuan dengan pakaian seadanya berlari menuju Polres Purbalingga, sekitar 30 meter dari stadion.

Dalam insiden ini, polisi menangkap sembilan orang, termasuk Soetardjo, sebagai tersangka pelaku kerusuhan. Belakangan, muncul dugaan adanya rekayasa dari pihak yang menginginkan nama baik PDI Perjuangan jatuh. Tapi, Soetardjo merasa yakin peristiwa ini murni luapan spontan kejengkelan rakyat yang terpendam selama 32 tahun.

Surabaya

Perseteruan antara pendukung PDI Perjuangan dan Golkar terus berlanjut. Apel akbar Golkar di Stadion Tambaksari, Surabaya, Minggu dua pekan lalu, adalah contoh lain. Sedikitnya 40 truk yang mengangkut kader Golkar dari berbagai kota dihadang massa beratribut PDI Perjuangan di Bundaran Tol Waru, Wonocolo. Aparat keamanan tak bisa berbuat banyak. Tarik urat berlangsung sampai pukul 11.30, dan apel hampir selesai. Aparat kemudian mengusir massa penghadang. Banyak kader Golkar yang terpaksa pulang. Yang datang ke stadion sama sekali tak berani memakai atribut Golkar, dan atribut kuning itu baru mereka kenakan di dalam stadion.

Di sela acara, rupanya Akbar Tandjung mendengar nasib warga Beringin yang dicegat di luar stadion. Dengan emosional, Akbar berteriak, "Bila terus diganggu, Golkar akan bangkit melawan."

Madiun, Jawa Timur

Selasa dua pekan lalu, PDI Perjuangan menggelar temu kader di Madiun. Sebenarnya, acara ini berjalan aman. Tapi, siang hari, dalam perjalanan pulang, massa Banteng memergoki polisi menangkap seorang remaja, Paimin, yang sedang menurunkan bendera Golkar di Desa Jiwan. Paimin dikenai tuduhan pengeroyokan dan membawa senjata tajam, dan ia ditahan polisi.

Penangkapan Paimin menyulut solidaritas para pendukung Megawati. Mobil Unit Reaksi Cepat (URC) yang mengangkut Paimin dikejar sampai ke Markas Polres Madiun. Di sini, massa yang berkumpul makin banyak. Mereka menuntut Paimin dibebaskan. Sebab, tuduhan pengeroyokan tidak terbukti, dan pisau yang dipegang Paimin hanya digunakan untuk memutus tali bendera.

Tapi, polisi tetap pada pendirian. Massa pun marah. Hujan batu terjadi. Polisi membalas dengan tembakan ke udara. Suasana makin panas ketika seorang polisi berteriak, "Ayo, perangi saja." Kerusuhan meluas ke seluruh kota. Dua mobil digulingkan. Untunglah, massa yang akan membakar mobil itu keburu dihalau aparat. Suara tembakan peringatan dari dua truk pasukan Yonif 501 terdengar sepanjang malam. Pukul tiga dini hari, Paimin dilepaskan.

Lampung

Yang ini cerita bentrok antardua PDI: PDI Perjuangan versus PDI (yang dipimpin Budi Hardjono). Budi Hardjono, Ketua PDI, harus menelan pil pahit. Akhir Februari lalu, Budi berpidato di hadapan kader PDI, di Gedung Pertiwi, Bandarlampung. Tiba-tiba, beberapa laki-laki berpakaian hitam?pendukung PDI Perjuangan yang masih mendendam akibat peristiwa 27 Juli? menarik Budi keluar ruangan dan mendaratkan rentetan bogem mentah. "Ada yang kena," kata Budi, yang dengan bantuan polisi bisa meninggalkan para pengeroyok. Kemarahan pendukung Megawati ini bermula dari isu "main uang". "Massa PDI Budi Hardjono dibayar Rp 10.000 per orang untuk datang," kata Sri Atidah, Ketua Cabang PDI Perjuangan, yang mengaku tak gentar bila Budi mengajukan kasus ini ke meja hijau.

Buleleng, Bali

Bentrokan pendukung Golkar dan PDI Perjuangan terjadi di tiga desa?Cempaga, Sidatapa, dan Banjar?di Kecamatan Banjar, Buleleng, 10-12 Desember 1998. Dalam bentrokan ini, enam orang tewas, 17 cedera, lima mobil dan puluhan sepeda motor dibakar, dan 25 rumah dirusak. Ketegangan dipicu aksi saling cabut bendera kedua peserta pemilu itu. Puncaknya terjadi saat beberapa kader PDI Perjuangan menjenguk Suwija, Koordinator Kecamatan PDI Perjuangan, yang sedang sakit. Tanpa diduga, rumah Suwija sudah dikepung massa Golkar. Sepanjang tiga hari berikutnya, bentrokan tak terelakkan.

Sampai kini, aksi cabut bendera masih terus berlangsung. Ketegangan juga dibumbui teror. Beberapa sapi milik warga Banjar, yang mayoritas pendukung Megawati, disembelih "matrus" alias maling misterius. Si "matrus" hanya menyisakan bagian kepala sapi di kandang, disertai sepucuk surat tantangan untuk warga Banteng. Menilik situasi ini, setiap saat bentrokan bisa meledak lagi.

Brebes, Jawa Tengah

Apel Partai Golkar di Stadion Karangbirahi diobrak-abrik massa PDI Perjuangan, 6 Desember 1998. Akibatnya, 16 orang luka-luka dan 15 mobil dan 25 sepeda motor rusak. Massa terus mengejar warga Golkar. "Mereka baru berhenti setelah saya melepas jaket kuning," kata Nyonya Tadjudin Nurally, istri Ketua Golkar Brebes. Kabarnya, massa Banteng gemas menyaksikan para pejabat Brebes berjajar di acara apel tersebut. Apalagi, menurut Rohmi, kader PDI Perjuangan, terbukti ada instruksi pengerahan massa Golkar kepada tiap kepala desa.

Pekalongan, Jawa Tengah

Bentrokan diawali K.H. Afifuddin di panggung resepsi pernikahan, awal Desember lalu. Dalam ceramahnya, juru kampanye Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini menghujat Golkar dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Tak pelak, kemarahan menyebar ke sebagian besar dari 2.000 undangan. Akhirnya, panggung pelaminan berubah jadi arena tawuran massal. Afifuddin, yang pemimpin Pondok Pesantren The Holy Qur?an, tak luput dari hajaran massa.

Bantul, Yogyakarta

Kali ini, bentrokan diawali arak-arakan dua partai. Akhir tahun lalu, 2.000 massa PPP berkonvoi dengan sepeda motor. Di perempatan Manding, Bantul, mereka bertemu dengan konvoi massa PDI Perjuangan. Kedua pihak bersitegang ingin melewati jalan yang sama. Bentrokan pecah. Buntutnya, 24 orang luka-luka dan enam sepeda motor dibakar. Bentrokan merambat ke Posko PDI Perjuangan di Sewon, Bantul. Tiga posko diobrak-abrik massa dan enam sepeda motor dibakar.

Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB)

Senin pekan lalu, Gubernur Nusa Tenggara Barat Harun Al Rasyid didemo ratusan pemuda PDI Perjuangan, PKB, dan Partai Amanat Nasional (PAN). Mereka memprotes ucapan Harun yang dinilai melecehkan Megawati, Abdurrahman Wahid, dan Amien Rais. Sepekan sebelumnya, Harun menyatakan kekhawatirannya bila salah satu tokoh itu menjadi presiden. "Situasi akan lebih gawat," katanya. Menurut seorang pendemo, demonstrasi akan meluas kalau Harun tidak mencabut pernyataannya.

Selain itu, akhir Maret lalu, Kantor Sekretariat PDI Perjuangan di Jalan Brawijaya, Mataram, terbakar. Polisi menemukan beberapa indikasi sabotase. Wakil Ketua PDI Perjuangan, I Gusti Komang Padang, mengutip keterangan saksi mata yang melihat ada seorang pengendara sepeda motor memasuki gedung dengan membawa jerigen. Diduga, jerigen berisi bensin disiramkan melalui kaca jendela nako di ruang tata usaha. Kabarnya, kata sebuah sumber, pembakaran berkaitan dengan pertikaian di antara pengurus PDI Perjuangan.

Mardiyah Chamim, Bandelan Amarudin (Purbalingga), Jalil Hakim (Surabaya), I Nyoman Sugiharta (Bali), Supriyanto Khafid (Mataram)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus