Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Politik

Metode Penghitungan Suara Pileg 2019 Berbeda dengan Sebelumnya

Pileg 2019 menggunakan metode sainte lague untuk menghitung perolehan suara partai.

20 April 2019 | 20.18 WIB

Petugas Panitia Pemilihan Kecamatan melakukan rekapitulasi surat suara di tingkat Kecamatan di GOR Mangga Dua Selatan, Sawah Besar, Jakarta Pusat, Jumat, 19 April 2019. Penetapan siapa pemenang Pilpres maupun Pileg hanya berdasarkan hasil hitung manual atau real count. ANTARA/Nova Wahyudi
Perbesar
Petugas Panitia Pemilihan Kecamatan melakukan rekapitulasi surat suara di tingkat Kecamatan di GOR Mangga Dua Selatan, Sawah Besar, Jakarta Pusat, Jumat, 19 April 2019. Penetapan siapa pemenang Pilpres maupun Pileg hanya berdasarkan hasil hitung manual atau real count. ANTARA/Nova Wahyudi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Metode konversi perolehan suara partai ke kursi DPR RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota pada Pileg 2019 berbeda dengan cara di Pemilu sebelumnya. Pada Pemilu kali ini, perolehan suara Pileg dihitung menggunakan metode sainte lague.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri Bahtiar mengatakan pada Pemilu sebelumnya, perolehan suara menggunakan metode kuota hare yang memakai metode bilangan pembagi pemilih dalam menentukan jumlah kursi. Sementara pada Pemilu 2019, perolehan suara menggunakan teknik sainte lague untuk menghitung suara.

“Aturan mengenai metode Sainte Lague tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yaitu dalam Pasal 414 ayat (1),” kata Bahtiar melalui keterangan tertulis yang diterima Tempo, Sabtu, 20 April 2019.

Ia menjelaskan perbedaan metode kuota hare dan sainte lague terletak pada tidak adanya penerapan harga satu kursi sebagai bilangan pembagi untuk mencari perolehan kursi masing-masing partai.

“Logika yang dipakai adalah partai yang memperoleh suara tertinggi dari hasil pembagian diurutkan sesuai dengan alokasi kursi yang disediakan dalam satu daerah pemilihan yang berhak memperoleh kursi,” ujarnya.

Bahtiar menyebutkan, teknik penghitungan suara divisor sainte lague menerapkan bilangan pembagi suara berangka mulai 1,3,5,7, dan seterusnya. “Sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 415 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu,” ujar Bahtiar.

Dia menambahkan, metode penghitungan suara atau konversi jumlah suara pemilih menjadi kursi di DPR RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota menjadi salah satu isu krusial pada pembahasan UU Pemilu. "Maklum saja, sistem konversi suara ke kursi yang dipilih akan berkorelasi dengan raihan kursi yang akan diperoleh usai Pemilu serentak 2019,” ujar Bahtiar.

Metode sainte lague diperkenalkan oleh seorang pakar matematika asal Perancis bernama Andre Sainte Lague pada tahun 1910.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus