Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Konstitusi dijadwalkan membacakan empat putusan perkara ihwal pengujian materiil Undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) pada hari ini, Kamis 2 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdasarkan jadwal sidang dari laman resmi MK, empat perkara ini diajukan oleh Enika Maya Oktavia dengan nomor perkara 62/PUU-XXII/2024; kemudian nomor perkara 87/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh Dian Fitri, Muhammad, Muchtadin Al Attas, dan Muhammad Saad; lalu nomor perkara 101/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh Yayasan Jaringan Demokrasi dan Pemilu Berintegritas (NETGRIT), yang dalam hal ini diwakili oleh Hadar Nafis Gumay dan Titi Anggraini; serta nomor perkara 129/PUU-XXI/2023 yang diajukan Gugum Ridho Putra.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya, MK telah melakukan sidang dari empat perkara ini pada 6 November 2024 dengan mendengar keterangan dari partai politik peserta pemilu. Hasilnya, para pemohon diminta untuk mendatangkan saksi atau ahli untuk persidangan selanjutnya.
"Oleh karena itu Mahkamah pada persidangan selanjutnya menawarkan kepada pemohon apakah akan mengajukan ahli atau tidak," ujar Ketua MK Suhartoyo pada 6 November 2024 dikutip melalui platform YouTube.
Dalam persidangan itu, masih terdapat beberapa partai politik yang belum memberikan keterangan kepada MK. "Supaya kami bisa dengar keterangan-keterangan partai politik yang belum menyampaikan sekaligus ahli atau saksi yang akan diajukan oleh para pemohon," kata dia.
Sementara itu, sidang penutup perkara pengujian materiil UU nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu dilaksanakan pada 13 November 2024. Pertemuan ini merupakan sidang terakhir sebelum pembacaan putusan yang diselenggarakan pada hari ini.
Adapun uji materiil ini merupakan ketentuan presidential threshold atau syarat ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden yang diatur pada Pasal 222 Undang-Undang Pemilu. Pencalonan presiden dan wakil presiden selama ini merujuk pada pasal 222 UU nomor 17 tahun 2017, yang hanya dapat diusung oleh partai politik (Parpol) atau gabungan parpol.
Regulasi itu dengan memenuhi persyaratan perolehan kursi minimal 20 persen dari jumlah kursi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atau mendapatkan 25 persen suara sah secara nasional dalam pemilu legislatif sebelumnya, untuk dapat mengusung calon presiden dan wakil presiden.
Pilihan Editor: Bawaslu Dorong Revisi UU Pemilu dan UU Pilkada untuk Kuatkan Keterwakilan Perempuan