Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Fraksi Partai Demokrat DPR RI Herman Khaeron mengatakan fraksinya belum membicarakan secara khusus mengenai penghapusan ambang batas presiden atau presidential threshold oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
“Akan tetapi, tentu wacana ini menjadi diskusi kecil lah di antara kami, di antara kader, bahwa ini akan menjadikan dinamika pilpres ke depan akan lebih positif, akan lebih demokratis, dan tentu akan berpeluang bagi siapa pun,” kata Herman di Jakarta pada Jumat, 10 Januari 2025, seperti dikutip dari Antara.
Meski demikian, Herman menyebutkan ada batasan atau syarat yang perlu diatur mengenai pencalonan presiden dan wakil presiden tersebut. “Nah, syarat-syarat itu apa? Ya, nanti kami akan dibicarakan dari masing-masing fraksi dengan pemerintah dalam revisi Undang-Undang Pemilu,” ujarnya.
Dia menekankan, yang pasti, persyaratan pencalonan presiden dan wakil presiden adalah nol persen atau tidak ada ambang batas, sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 62/PUU-XXII/2024.
Sebelumnya, Kamis (2/1), MK memutuskan menghapus ketentuan presidential threshold pada Pasal 222 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum karena bertentangan dengan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Sebelumnya, MK resmi menghapus ketentuan ambang batas presiden, yang mengatur syarat pencalonan presiden dan wakilnya hanya bisa dilakukan oleh partai politik dan koalisi dengan minimal 20 persen kursi di DPR. Ambang batas itu tertuang dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Ketua MK Suhartoyo membacakan putusan yang menghapus ambang batas itu, dengan nomor perkara 62/PUU-XXII/2024, pada Kamis, 2 Januari 2025. “Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” ujar Suhartoyo saat membacakan putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta.
Suhartoyo mengatakan norma Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar NRI 1945. Selain itu, norma tersebut dinilai tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Adapun hakim MK Saldi Isra menyebutkan penentuan ambang batas ini juga melanggar moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan yang intolerable secara nyata bertentangan dengan UUD NRI tahun 1945. Karena itu, hal tersebut menjadi alasan menurut MK untuk menggeser dari pendirian putusan sebelumnya.
Partai Demokrat Belum Bicarakan Figur untuk Pemilu 2029
Mengenai figur untuk Pemilu 2029, Herman mengatakan masih dini membicarakan hal itu. Dia menuturkan pernyataan itu merespons pertanyaan jurnalis mengenai ada atau tidaknya keinginan Demokrat kembali mengusung kadernya sebagai calon presiden, seperti pada Pemilu 2004 dan 2009 saat mengusung Susilo Bambang Yudhoyono.
“Yang penting kami membicarakan sistem dengan hasil keputusan MK presidential threshold nol persen ini, sistem apa yang harus kita bangun ke depan,” kata Herman ditemui usai menghadiri acara KAHMI di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta, Jumat.
Dia menyebutkan Partai Demokrat sedang berfokus menyusun syarat pencalonan presiden dan wakil presiden bersama dengan fraksi partai lain di DPR RI dan pemerintah. “Nah baru saya kira nanti figur lah selanjutnya karena kalau melihat sistem pun kan belum jelas sekarang seperti apa,” ujarnya.
Herman mengatakan hal lain yang lebih penting saat ini adalah menyukseskan program yang sedang ditata oleh Presiden Prabowo Subianto.
M. Raihan Muzzaki dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Megawati Bicara Ujian Jelang Kongres VI, Singgung Ada yang Ingin Jadi Ketum PDIP
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini