Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hukuman Angelina Diperberat
HARI-hari Angelina Sondakh menjalani hukuman di penjara akan semakin panjang. Kamis pekan lalu, Mahkamah Agung memutuskan menambah hukuman mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Demokrat ini menjadi 12 tahun penjara. Sebelumnya, di pengadilan tingkat pertama dan kedua, Angelina dihukum 4 tahun 6 bulan penjara.
Mantan Puteri Indonesia ini juga diharuskan membayar denda Rp 500 juta serta membayar uang pengganti Rp 12,58 miliar dan US$ 2,35 juta. Denda dan vonis ini dijatuhkan terhadap keterlibatan Angelina dalam perkara korupsi anggaran Wisma Atlet di Kementerian Pemuda dan Olahraga serta Kementerian Pendidikan Nasional.
Kasasi Mahkamah Agung ini segaris dengan tuntutan jaksa penuntut yang menyebut Angelina menerima suap untuk mendapatkan anggaran proyek Wisma Atlet dan universitas yang dibidik perusahaan milik mantan Bendahara Demokrat Muhammad Nazaruddin, Permai Group. Jaksa menuntut Angelina dihukum 12 tahun penjara, mendenda Rp 500 juta, dan memintanya mengembalikan uang suap Rp 32 miliar.
Putusan majelis hakim kasasi yang dipimpin Artidjo Alkostar disambut gembira oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Sebaliknya, pengacara Angelina, Teuku Nasrullah, mengatakan sedang mempertimbangkan apakah akan mengajukan permohonan peninjauan kembali atas putusan itu.
Vonis Pemberi dan Penerima Suap
Muhammad Nazaruddin
Bendahara Partai Demokrat
Vonis:
Wafid Muharam
Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga
Vonis:
Mohammad El Idris
Manajer pemasaran rekanan Wisma Atlet
Vonis:
Mindo Rosalina Manulang
Direktur Pemasaran PT Anak Negeri
Vonis:
Kursi Lowong Direksi TVRI
Perseteruan di tubuh TVRI belum juga reda. Komisi Informasi Dewan Perwakilan Rakyat turun tangan dan meminta Dewan Pengawas lembaga penyiaran publik itu tak mengganti direksi hingga Desember mendatang. Dewan Pengawas diminta menghormati putusan rapat pada 21 Oktober lalu yang menyepakati tidak ada restrukturisasi hingga Desember 2013, meski Dewan Pengawas akhirnya memecat empat direkturnya, termasuk Direktur Utama Farhat Syukri, pada 18 November lalu.
Ketua Dewan Pengawas TVRI Elprisdat M. Zen menjelaskan, pergantian direksi memang belum dilakukan. "Belum ada penggantinya karena kami belum membahas teknis," katanya.
Istri Anas Dilarang ke Luar Negeri
Athiyyah Laila, komisaris dan pemegang saham PT Dutasari Citra Selaras, dicegah ke luar negeri. Pencegahan Athiyyah, yang juga istri mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, dilakukan atas permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi. Larangan itu berlaku enam bulan sejak 20 November lalu.
Juru bicara KPK, Johan Budi S.P., Kamis pekan lalu menuturkan pencegahan Athiyyah terkait dengan penyidikan kasus korupsi proyek Hambalang dengan tersangka Direktur Utama PT Dutasari Citralaras Mahfud Suroso. Namun pencegahan ini diprotes pengacara Athiyyah,
Firman Wijaya. Johan mempersilakan AthiyÂyah melakukan perlawanan.
Keterlibatan Athiyyah dalam proyek Hambalang terendus karena dia adalah komisaris dan pemegang saham PT Dutasari. Namun KPK menduga ia berusaha menghilangkan jejak dengan menghapus namanya dari susunan pemegang saham perusahaan. Athiyyah akan diperiksa sebagai saksi pekan depan.
Andhi Diragukan Jadi Wakil Jaksa Agung
Terpilihnya Andhi Nirwanto sebagai Wakil Jaksa Agung menuai sorotan dari Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat. DPR menganggap, saat menjabat Jaksa Agung Muda Pidana Khusus, Andhi kerap menghentikan sejumlah kasus korupsi. "Begitu sampai di beliau, banyak kasus menguap," kata Nudirman Munir, anggota Komisi Hukum DPR, Kamis pekan lalu.
Kasus yang macet di tangan Andhi saat ia menjabat Jaksa Agung Muda Pidana Khusus antara lain korupsi T-Tower PT Bank Jabar-Banten serta pengadaan 18 unit pesawat latih dan 2 unit simulator pada 2010-2013 untuk Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia di Curug, Bogor, Jawa Barat. Juga kasus korupsi yang dilakukan sejumlah kepala daerah dan dugaan korupsi di Kwartir Nasional Gerakan Pramuka.
Andhi berjanji memenuhi permintaan Komisi Hukum untuk menuntaskan kasus korupsi yang pernah ia tangani. "Saya akan menjalankan rekomendasi Komisi Hukum," katanya Kamis pekan lalu. l
Ancaman Kriminalisasi Penyebar Komunisme
TIM revisi Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mempertahankan pasal larangan menyebarkan ajaran komunisme atau Marxisme-Leninisme di Indonesia, kecuali untuk kepentingan ilmiah.
"Itu akan menjadi delik materi kalau penyebaran ajaran komunisme menyebabkan kerusuhan," kata Direktur Jenderal Perundang-undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Wahiduddin Adams kepada Tempo, Kamis pekan lalu.
Pasal 212 ayat 1 Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana menyebutkan setiap orang yang di muka umum dengan lisan, tulisan, atau melalui media apa pun menyebarkan atau mengembangkan ajaran komunisme atau Marxisme-Leninisme dengan maksud mengubah atau mengganti Pancasila sebagai dasar negara dipidana dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Selain di KUHP, larangan penyebaran komunisme sudah ditetapkan dalam Tap MPR Nomor XXV Tahun 1966 sebagai akibat peristiwa Gerakan 30 September 1965.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo