Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Century, Lima Tahun Kemudian

Komisi Pemberantasan Korupsi tancap gas mengusut kasus Bank Century. Peran Wakil Presiden Boediono digali.

25 November 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEBELUM melangkah ke dalam gedung Komisi Pemberantasan Korupsi pada Kamis pekan lalu, Jusuf Kalla berseloroh, "Saya tidak tahu kenapa KPK mengundang saya hari ini, persis ulang tahun kelima skandal Bank Century." Keputusan penyelamatan Bank Century diambil Komite Stabilitas Sistem Keuangan pada 21 November 2008. "Sudah lima tahun dan itu persis hari ini," ujar Kalla, Wakil Presiden RI 2004-2009.

Satu tahun setelah bailout, komisi antikorupsi sebenarnya mulai menginvestigasi Century. Namun baru tiga tahun kemudian, atau pada akhir 2012, KPK menemukan titik terang: perkara naik ke tahap penyidikan. Deputi Gubernur Bank Indonesia Budi Mulya menjadi tersangkanya. Ia dituduh menyalahgunakan kewenangan sehingga menyebabkan uang negara amblas. Pada Jumat pekan lalu, setahun setelah ditetapkan sebagai tersangka, Budi Mulya ditahan.

Dalam perkara Budi Mulya inilah Jusuf Kalla diperiksa sebagai saksi pada Kamis pekan lalu. Menurut Kalla, ada keganjilan dalam penyelamatan Century. Sehari sebelum bailout diputuskan Komite Stabilitas Sistem Keuangan, yang beranggotakan Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Gubernur Bank Indonesia Boediono, Kalla dilapori mereka bahwa tak ada krisis perbankan di Indonesia. Lewat satu hari, Komite Stabilitas menyatakan Century sebagai bank gagal berdampak sistemik alias membahayakan sistem perbankan nasional.

Keanehan berikutnya, kata Kalla, dana talangan yang membengkak dalam hitungan hari. Semula diputuskan bahwa Century perlu diinjeksi Rp 632 miliar. Tiga hari kemudian, Lembaga Penjamin Simpanan—yang mengambil alih Century—menggerojokkan Rp 2,65 triliun. Sampai Juni 2009, suntikan terhadap bank sakit itu mencapai Rp 6,7 triliun. Kalla enggan menyebut nama penanggung jawab kebijakan tersebut. "Pengambil keputusan dan pembayarnya harus dicari KPK. Bank Indonesia harus menjelaskan."

Sejauh ini, baru Budi Mulya yang menjadi tersangka. Menurut Ketua KPK Abraham Samad, sebagai Deputi Gubernur BI bidang pengelolaan moneter, Budi Mulya bertanggung jawab pada saat pengucuran fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP). Sebelum Century diserahkan ke Komite Stabilitas Sistem Keuangan, bank sentral sudah berupaya menyembuhkan sakitnya, tapi gagal. BI mengucurkan Rp 689,39 miliar agar bank milik pengusaha Robert Tantular itu tak kolaps setelah kalah kliring pada 13 November 2008. Duit itulah yang diduga amblas seiring dengan pengambilalihan Century oleh pemerintah.

KPK menyebut Century tak patut menerima FPJP. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/26/PBI/2008 tertanggal 29 Oktober 2008, yang bisa mengajukan FPJP adalah bank yang memiliki rasio kecukupan modal (CAR) minimal delapan persen. Century, yang memiliki CAR hanya 2,35 persen, tak memenuhi syarat. Karena itu, pada 14 November 2008, Dewan Gubernur BI menerbitkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/30/2008, yang merevisi ketentuan sebelumnya.

Aturan yang baru tersebut menyatakan bank yang mengajukan proposal FPJP wajib memiliki CAR positif—berapa pun asalkan tidak minus. Dengan begitu, pemberian FPJP kepada Century tak lagi terhalang peraturan. Setelah dana Rp 689,39 miliar mengucur ke Century, diketahui bahwa CAR bank itu sebenarnya minus 3,53 persen, bukan plus 2,35 persen. Dengan kata lain, menurut KPK, pengucuran didasari data yang kedaluwarsa.

Dalam Akta Perjanjian Pemberian FPJP Nomor 176 tertanggal 14 November 2008, disebutkan bahwa pengucuran utang itu merujuk pada Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/26/PBI/2008 tertanggal 29 Oktober 2008, tanpa menyebutkan peraturan terbaru. KPK pun menuduh akta ini cacat hukum karena memundurkan waktu pengesahan. Pada akta tertulis bahwa akad kredit diteken pada pukul 13.39 di ruang rapat Direktorat Kredit, BPR, dan UMKM, lantai 5 Gedung Tipikal Bank Indonesia. Menurut KPK, akta diparaf pada pukul 20.30.

BI beralasan sebenarnya mereka sudah meminta neraca Century per 31 Oktober. Tapi Century tak kunjung menyampaikan neraca dan rasio kecukupan modal. Didesak waktu, BI akhirnya menggunakan CAR per 30 September sebagai pertimbangan pengucuran pinjaman, yaitu positif 2,35 persen. Membengkaknya dana bailout di kemudian hari itu karena CAR yang sebenarnya—yang baru diketahui belakangan—ternyata minus hingga di bawah 30 persen.

Untuk sementara, babak pemberian FPJP—dari 30 Oktober sampai 20 November 2008—yang terindikasi merugikan keuangan negara. Ihwal dana bailout Rp 6,7 triliun, KPK belum memastikan. Duit tersebut tak menguar, tapi berwujud aset Bank Mutiara, nama baru Century, yang 100 persen sahamnya kini dimiliki pemerintah lewat Lembaga Penjamin Simpanan. LPS punya waktu sampai 2013 untuk melego Bank Mutiara setara dengan nilai bailout. Kalaupun pada 2013 tak ada yang menawar setinggi itu, menurut undang-undang, LPS bisa menjualnya dengan harga berapa pun.

Menurut Abraham Samad, penyalahgunaan wewenang dalam FPJP dan penetapan Century sebagai bank gagal berdampak sistemik sudah terang-benderang. Pelakunya untuk sementara baru dua orang: Budi Mulya dan Siti Chalimah Fadjrijah, Deputi Gubernur BI yang membidangi pengawasan. Namun baru Budi yang ditetapkan sebagai tersangka. "Siti masih sakit," kata Abraham. Siti Fadjrijah menderita stroke tak lama setelah penalangan Century dipersoalkan Dewan Perwakilan Rakyat.

KPK menduga Budi Mulya dan Siti Fadjrijah menggiring situasi agar Century diberi pinjaman. Indikasinya disposisi Fadjrijah untuk Direktur Pengawasan Bank Zainal Abidin pada 31 Oktober 2008 yang meminta Century diselamatkan.

Motivasi keterlibatan Budi Mulya paling kentara. KPK menemukan aliran dana Rp 1 miliar dari Robert Tantular, pemilik Century, kepada Budi pada September 2008. Uang itu diakui Budi dan Robert sebagai pinjaman bisnis. Mereka berdua sudah lama berkawan. Sekitar Januari 2009, Budi mengembalikan tunai duit itu dalam bentuk dolar Amerika Serikat dan Singapura. Dengan kata lain, diduga ada kepentingan individu yang disusupkan dalam pengambilan kebijakan secara kolektif. 

Budi Mulya, sebelum ditahan KPK, mengatakan pengucuran FPJP sudah sesuai dengan kewenangan BI. "Institusi BI diberi kewenangan mengucurkan FPJP. Tapi, apakah yang bertanggung jawab institusi secara keseluruhan atau individu-individu, itu akan dijawab dalam proses penyidikan," ujar Luhut Pangaribuan, pengacara Budi. Luhut mengakui ada aliran dana Rp 1 miliar itu. "Tapi, kalau itu dijadikan motivasi, rasa-rasanya enggak sepadan," katanya.

Lepas dari motif pribadi, KPK menduga penyelamatan Century oleh BI tak semata-mata untuk menstabilkan perbankan. Dalam audit investigatif Badan Pemeriksa Keuangan mengenai Century, Dewan Gubernur menyebut simpanan nasabah tertentu di Century sebagai salah satu pertimbangan. Nasabah ini antara lain Yayasan Kesejahteraan Karyawan Bank Indonesia, yang memiliki rekening sekitar Rp 80 miliar.

Bila Century dilikuidasi begitu saja, dana tersebut hanya diganti Rp 2 miliar. "Budi Rochadi menginformasikan perlunya diperhatikan kerugian yang akan diterima YKKBI mengingat terdapat sebagian dana yang disimpan di Bank Century," demikian risalah audit. Budi Rochadi adalah Deputi Gubernur BI ketika itu. Ia wafat pada Juli 2011.

KPK kini menggali peran Gubernur BI Boediono, yang kini wakil presiden, karena ia juga dianggap bertanggung jawab terhadap keputusan pemberian FPJP. Tapi lewat juru bicaranya, Yopie Hidayat, Boediono mengatakan pemberian FPJP sudah benar dengan pertimbangan menyelamatkan perekonomian nasional belaka. Pada saat itu, perekonomian dunia sedang anjlok, sehingga penutupan bank sekecil Century pun dikhawatirkan memicu krisis ekonomi di Indonesia. "Tidak boleh ada satu pun bank yang gagal," ujar Yopie. Ketika itu, BI tak hanya membantu Century, tapi juga bank lain.

Menurut Yopie, Boediono juga tak mengetahui Yayasan Kesejahteraan Karyawan Bank Indonesia menyimpan dana di Century. Boediono pun tak mengetahui intensi pribadi Budi Mulya dan Siti Fadjrijah dalam penyelamatan Century. "Beliau baru tahu ada aliran dana Rp 1 miliar ke Budi Mulya setelah ada audit BPK," katanya. Soal dugaan kerugian negara, Yopie mengatakan Bank Mutiara sudah mengembalikan dana FPJP pada Februari 2009. Pelunasan dihimpun dari dana pihak ketiga dan pinjaman antarbank. "Jadi itu sudah clear."

Terhadap keterlibatan Boediono, Ketua KPK Abraham Samad tak banyak komentar. Menurut dia, "Kasus Century belum selesai pada penetapan tersangka dan penahanan Budi Mulya."

Anton Septian, Subkhan J. Hakim, Bunga Manggiasih, Muhammad Rizki

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus