Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

MOMEN

2 November 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
material-symbols:fullscreenPerbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Abdul Hadi Dihukum Tiga Tahun

PENGADILAN Tindak Pidana Korupsi menghukum Abdul Hadi Djamal, terdakwa kasus suap dana stimulus pembangunan pelabuhan dan dermaga di kawasan timur Indonesia, tiga tahun penjara. Mantan anggota Komisi Perhubungan Dewan Perwakilan Rakyat ini dinyatakan terbukti melakukan korupsi. ”Terdakwa terbukti melanggar Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” ujar Sutiyono, ketua majelis hakim, dalam sidang, Jumat pekan lalu. Abdul Hadi juga diharuskan membayar denda Rp 150 juta atau hukuman pengganti selama empat bulan penjara.

Hadi Djamal, politikus Partai Amanat Nasional, bersama Darmawati Dareho, pegawai Departemen Perhubungan, ditangkap tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Maret lalu, di kawasan Casablanca, Jakarta Selatan. Di mobil mereka ditemukan US$ 90 ribu dan Rp 54 juta. Berdasarkan penyidikan, uang tersebut diduga suap dari Komisaris PT Kurnia Jaya Wira Bhakti, Hontjo Kurniawan, melalui Darmawati. Uang diberikan berturut-turut US$ 80 ribu, Rp 32 juta, US$ 70 ribu, US$ 90 ribu, dan Rp 54,5 juta. Total sekitar Rp 3 miliar. Hontjo telah divonis 3 tahun 6 bulan dan Darmawati tiga tahun penjara.

Menurut hakim, Hadi Djamal tidak memiliki hak aspirasi alias hak suara, sehingga tak bisa memenuhi permintaan Hontjo untuk mengegolkan stimulus di panitia anggaran Dewan Perwakilan Rakyat. Abdul hanya menyanggupi akan menyampaikan permintaan Hontjo kepada Wakil Ketua Panitia Anggaran, Jhonny Allen Marbun. Vonis Hadi Djamal lebih ringan dua tahun daripada tuntutan jaksa. Jaksa Suwarji menyatakan pikir-pikir. Adapun Hadi Djamal menyatakan menerima putusan hakim.

Duta Besar Hatta Tersangka

KEJAKSAAN Agung menetapkan Duta Besar RI untuk Thailand, Muhammad Hatta, sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penggunaan sisa anggaran kedutaan pada 2008. Surat penetapan Hatta sebagai tersangka keluar Jumat dua pekan lalu. ”Dari pemeriksaan saksi dan tersangka, ditemukan cukup bukti keterlibatan dia dalam kasus ini,” kata juru bicara Kejaksaan Agung, Didiek Darmanto, Selasa pekan lalu.

Hatta bersama tersangka lain diduga mengorupsi penggunaan sisa anggaran Rp 2,5 miliar. Kejaksaan menemukan dana sisa itu tak dikembalikan ke kas negara. Kedutaan berdalih, duit itu digunakan antara lain untuk membiayai kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN ke-14 di Bangkok, Thailand. Padahal, menurut kejaksaan, kunjungan Presiden ke konferensi itu telah dibiayai Sekretariat Negara.

Pada pertengahan Oktober ini, kejaksaan telah mengirim tim penyidik ke Bangkok. Di Negeri Gajah Putih itu, tim penyidik memeriksa 17 saksi dan dua tersangka lain, yakni Wakil Duta Besar Djumantoro Purbo dan Bendahara Kedutaan Suhaeni. Tim juga menyita sejumlah dokumen dan duit 3,22 juta baht dan US$ 35 ribu atau hampir setara Rp 1,5 miliar.

Didiek mengatakan kejaksaan sudah melayangkan surat kepada Hatta untuk datang ke Gedung Bundar Kejaksaan Agung, Rabu pekan lalu, tapi mangkir. ”Katanya, dia sakit terkena serangan jantung saat berangkat dari Thailand menuju Jakarta,” ujar Marwan. Pengacara Kedutaan, Sirra Prayuna, belum tahu penetapan Hatta sebagai tersangka.

Pekerja Tewas Disiksa Majikan

MUNTI binti Bani, 36 tahun, pembantu rumah tangga asal Jember, Jawa Timur, meninggal akibat disiksa kedua majikannya di Malaysia. Munti, yang menderita tiga patah tulang serius dan luka-luka akibat pukulan benda tumpul, sempat dilarikan ke Rumah Sakit Tengku Ampuan Rahmah, Klang Selangor, sebelum akhirnya meninggal, Ahad dua pekan lalu.

Penyiksaan tersebut terungkap setelah majikannya, Vanita, meminta Cut, pembantu tetangganya, membersihkan rumah. Cut menemukan Munti terkunci di kamar mandi dan melaporkannya kepada Polisi Diraja Malaysia. Polisi menjemput Munti serta menahan Vanita dan suaminya, Murugan. Kepada polisi Munti sempat mengaku dipukuli dengan besi, diikat, lalu disekap tanpa diberi makan selama dua hari. Penyiksaan itu dialami Munti setelah menjatuhkan anak majikannya yang berumur dua tahun.

Aceh Barat Larang Celana Jins

PEMERINTAH Kabupaten Aceh Barat akan melarang perempuan mengenakan pakaian ketat, seperti celana jins. Bupati Aceh Barat Ramli M.S. menjelaskan, peraturan ini melarang perempuan memakai pakaian ketat yang menampakkan lekuk tubuh di tempat umum, seperti celana jins. ”Perempuan disarankan memakai rok atau celana longgar,” kata Ramli.

Polisi syariat atau Wilayatul Hisbah akan menggelar razia rutin. Perempuan yang kedapatan bercelana ketat diminta menggantinya dengan rok. Ramli mengatakan aparatnya sudah menyiapkan 7.000 potong rok untuk keperluan ini. Aturan tersebut rencananya akan berlaku penuh di seluruh kabupaten pada 2010. Ramli mendasarkan larangan tersebut pada syariat Islam dan Qanun Nomor 11 Tahun 2002 serta telah berdiskusi dengan berbagai elemen masyarakat sebelum menerapkannya.

Flower Aceh Barat, organisasi pemerhati hak-hak perempuan, menolak larangan itu. Koordinator Flower, Iman Setiabudi, menilai pengaturan busana bukan masalah yang mendesak dibandingkan dengan program kesejahteraan rakyat dan pembenahan birokrasi di pemerintahan. ”Melaksanakan syariat Islam bukan cuma soal pakaian, tapi juga membasmi korupsi dan upaya-upaya membuat masyarakat tak miskin lagi,” ujar Iman.

Jaksa ’Kasus Laptop’ Dibebaskan

KEJAKSAAN Agung membatalkan sanksi terhadap tiga jaksa yang terlibat pengadaan laptop di Kejaksaan Agung. Pemberlakuan sanksi itu batal karena mereka mengajukan pembelaan diri. ”Mereka mengajukan keberatan dan menunjukkan bukti,” kata Jaksa Agung Muda Hamzah Tadja di kantornya, Senin pekan lalu. Namun Hamzah mengaku lupa nama ketiga jaksa itu.

Bermula ketika kejaksaan membuat proyek pengadaan 450 laptop bagi jaksa baru pada 2008. Proyek itu menelan biaya Rp 9,3 miliar dari total anggaran Rp 10,1 miliar. Dalam hitungan kejaksaan, harga per unit komputer jinjing merek Dell itu Rp 20,7 juta. Belakangan, Badan Pemeriksa Keuangan menemukan penyimpangan dalam proyek itu senilai Rp 1,317 miliar.

Menurut Hamzah, kejaksaan lantas memeriksa dan menjatuhkan sanksi kepada tiga jaksa yang menjadi pejabat pembuat komitmen proyek tersebut. Tapi mereka membela diri dengan menunjukkan harga pembanding sebagai bukti.

Vonis Korupsi Sisminbakum

PENGADILAN Negeri Jakarta Selatan memvonis Direktur Utama PT Sarana Rekatama Dinamika, Yohanes Waworuntu, empat tahun penjara. Majelis hakim menilai Yohanes terbukti melakukan korupsi dalam proyek Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) di Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Yohanes juga dikenai denda Rp 200 juta atau hukuman pengganti kurungan empat tahun serta menetapkan uang pengganti kerugian korupsi sekitar Rp 3 miliar. Vonis ini lebih ringan satu tahun daripada tuntutan jaksa.

Sebelumnya, jaksa menuntut lima tahun penjara dan denda Rp 500 juta karena memperkaya perusahaannya dan Koperasi Pengayoman di Departemen Hukum Rp 420 miliar. PT Sarana yang mengelola situs pendaftaran nama perusahaan secara online milik departemen mengambil duit biaya akses dari notaris yang semestinya masuk ke kas negara.

Alvin Suherman, pengacara Yohanes, mengajukan permohonan banding atas putusan tersebut. Menurut Alvin, kliennya tidak melawan hukum karena kerja sama antara Koperasi dan PT Sarana tersebut mendapat legalitas dari Menteri Kehakiman saat itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus