Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Obor dari jalan ke jalan

Obor persahabatan dunia disambut meriah di indonesia. sepanjang perjalanan jakarta-bali menempuh jarak 1.440 km. tujuannya untuk menumbuhkan inspirasi kerja sama masyarakat antar bangsa. (nas)

29 November 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERHELATAN besar mengantar perjalanan obor persahabatan dunia berakhir sudah. Selasa sore, pekan ini, obor pembawa misi perdamaian itu terbang ke Sydney, Australia, mehnjutkan perjalanan panjangnya ke lima benua. Api perdamaian ini, sejak diluncurkan dari New York 16 September lalu, telah mengarungi Eropa, Afrika, dan Asia menempuh jarak lebih dari 20 ribu kilometer. Dari Australia, obor akan ke Amerika Selatan, dan kembali ke New York 11 Desember nanti. Obor persahabatan ini tak pelak lagi telah memperoleh penghormatan besar di Indonesia. Setiba di Bandara Soekarno -- Hatta, pekan lalu, obor diarak ke Senayan. Sejumlah nama terkenal, termasuk bintang film Soraya Perucha, ikut ambil bagian membawa obor. Lalu, secara resmi diterima Presiden Soeharto di Istana Merdeka. Seminggu kemudian, Menteri Luar Negeri Mochtar Kusumaatmadja yang melepasnya ke Australia. Sepanjang perjalanan Jakarta-Bali, menempuh jarak 1.440 km, obor PBB ini memperoleh sambutan yang semarak, melebihi penyambutan seorang tamu negara. Di Bandung, lambang perdamaian ini dielu-elukan puluhan ribu warga kota. Sejak tengah hari, jalan-jalan protokol yang hendak dilewati "tamu agung" ini ditutup untuk lalu lintas umum. Walau hujan lebat mengguyur Bandung, Rabu sore itu, ribuan pelajar dengan pakaian seragam tetap setia berdiri menjadi pagar di sepanjang jalan. Menjelang senja obor tiba di pelataran kantor gubernur, dan diterima oleh Gubernur Jawa Barat dalam upacara khidmat. Tak ketinggalan musik degung mengiringi gemulainya 40 gadis yang menarikan tarian Karasmen Ngaruwat Jagat yang disediakan untuk menyambut obor itu. Yogya juga tak mau kalah. Obor persahabatan juga disambut dengan semarak. Empat orang bupati se-DIY (Daerah Istimewa Yogyakarta) bersama Wali Kota Yoya turun ke jalan, bergantian menggamit obor. Laiu, lambang perdamaian itu dibawa ke Keraton dan diterima oleh Sri Paku Alam, Wagub DIY. Obor disemayamkan di Keraton selama satu malam. Surabaya dan Denpasar juga menyambut obor itu dengan hangat. Ribuan warga kota membanjiri jalanan untuk menyaksikan perjalanan api perdamaian. Namun, di Bali rute obor tak menepati rencana semula. Singaraja batal disinggahi, yang berarti rute total terpangkas sekitar 90 km. "Agar tiba di Denpasar tak terlalu malam," ujar Erna Witular, Ketua Panitia Pusat Obor. Sambutan yang sangat bersahabat itu, tentu, menggirangkan hati Nyonya Gail Straub, Ketua Rombongan Obor Internasional itu. "Sambutan masyarakat Indonesia yang paling meriah dibanding 42 negara yang sudah kami lewati," ujarnya, di Denpasar, dengan bangga. "Saya terharu, dan sangat terkesan". Perhelatan besar ini rupanya bisa juga menjadi wahana penghimpunan dana. Belum jelas benar jumlah dana yang terkumpul. "Masih dalam perhitungan," kata Erna Witular, bekas Ketua Walhi (Wahana Lingkungan Hidup) yang kini menjabat Ketua Yayasan Lembaga Konsumen (YLK) ini. Namun, Erna mengakui bahwa target perolehan dana yang ingin dicapai, Rp 150 juta, tak bakal tergapai. "Target itu terlalu tinggi, tidak realistis," tuturnya polos. Padahal untuk menyelenggarakan acara akbar itu, panitia harus menanggung pengeluaran tak kurang dari Rp 70 juta. Untung, cukup banyak sponsor yang rela menyumbang. Atas nama pribadi, Ketua PASI, Bob Hasan, menyumbang Rp 20 juta. Sebuah perusahaan asuransi besar memberikan bantuan hampir Rp 45 juta. Lalu, sebuah industri mobil memberikan pinjaman belasan mobil. Dengan begitu, tampaknya, panitia tak perlu nombok. Para pelari dan pengawal obor tak dibayar. Justru jika tidak diminta panitia, dia harus membayar. Tarifnya lumayan mahal: Rp 100 ribu untuk membawa obor sejauh 1 kilometer. Kalau kesertaannya atas pesan sponsor, tarifnya menjadi Rp 1 juta per km. Tapi, kalau serombongan orang mau ramai-ramai mengawal, dengan satu-dua yang memegang obor, tarifnya lebih murah: hanya Rp 5 ribu per kepala. "Ini proses edukatif," ujar Erna tentang pengenaan tarif itu. Sebab, cara itu, menurut Erna, akan membangkitkan kesediaan masyarakat untuk menyumbang. Jadi, semacam latihan membangun kemandirian masyarakat, dan tak melulu bergantung pada pemerintah. Barangkali dalam rangka membuktikan kemandirian itu Panitia Obor Persahabatan Yogya mengumpulkan dana melalui kaset video dan karcis bioskop. Caranya: setiap penyewa kaset video ditodong Rp 100 untuk sebuah kaset yang akan disewanya dan penonton bioskop diminta biaya ekstra Rp 50. Dengan cara ini, panitia Yogya berhasil mengumpulkan dana sekitar Rp 7 juta kotor belum dikurangi biaya operasi. Dalam pemungutan sumbangan itu, "Sifatnya sukarela, tak ada pemaksaan," tutur Bagus Ardhi Baliantoro, Wakil Ketua Penyelenggara Lari Obor Yogyakarta. Dana yang terkumpul nantinya akan disetorkan ke panitia pusat. Biaya penyelenggaraan maraton obor perdamaian ini, menurut Erna semuanya berasal dari dalam negeri. Tak ada bantuan luar negeri. Jika terdapat sisa pemasukan, maka dana itu pun tak akan diberikan ke luar, ke Etiopia umpamanya. "Kita sendiri 'kan masih memerlukan untuk membantu masyarakat yang membutuhkan," ujar Erna tentang hasil proyek obor perdamaian itu. Gagasan mengarak obor persahabatan itu keliling dunia dicetuskan oleh suami-istri warga Amerika, David Gershon dan Gail Starub. Lalu, prakarsa itu dilempar ke UNICEF (lembaga PBB yang mengurus dana bantuan untuk anak-anak) untuk mengisi program tahun perdamaian 1986 ini. UNICEF setuju. Sasaran perjalanan obor perdamaian, antara lain, "Untuk menumbuhkan inspirasi kerja sama masyarakat antarbangsa," kata Erna. Dan kerja sama yang diharapkan adalah antarmasyarakat, bukan antarpemerintah. Maka, penyelenggaraan lari obor itu, di Indonesia, diserahkan kepada Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan melibat belasan LSM.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus