ENAM bulan lagi masa kerja badan legislatif hasil Pemilu 1982 habis. Namun, Kamis pekan lalu, Tatiek Farichah harus meninggalkan DPRD Jawa Timur, sebelum usai masa jabatannya. Blegoh Soemarto ketua DPRD setempat, melantik Hasyim Muzadi, menggantikan Tatiek. Maka, makin panjanglah cerita kesimpang-siuran di tubuh PPP. Memang agak jarang wanita macam Tatiek. Lebih-lebih di lingkungan NU, yang biasanya tenang-tenang, tanpa gejolak yang berarti. Namun, ling kungan seperti itu tak membuatnya harus bertabiat pendiam. Alumnus IAIN Surabaya itu justru mempertunjukkan ketegasan-ketegasan sikapnya, ketika aktif di PPP. Hasilnya, ia terpilih menjadi anggota DPRD Ja-Tim mewakili partainya. Sedang hasil berikutnya -- juga, mungkin, karena ulahnya -- adalah usulan PPP DPW Ja-Tim pada DPP dua tahun lalu agar ia di-recall, lantaran sebuah kasus. Recalling ternyata tak kunjung tiba. Malah, J. Naro membekukan rencana itu dengan suratnya yang dibukukan tanggal 29 September 1984. Tatiek jera? Tidak. Malah membuat ulah lagi. Ketidaksetujuannya tentang pencalonan anggota DPR/DPRD kali ini, serta terhadap sikap Sulaiman Fadeli ketua DPW PPP Ja-Tim -- yang dianggapnya condong pada Naro telah mendorong dla melakukan aksi yang dikenal dengan sebutan "kudeta dua bunga" (bersama Azizah Sriwedari), Agustus lalu. Langkah ini yang benar-benar tak dimaafkan Naro, lalu mencairkan kembali rencana yang dulu telah dibekukannya sendiri. Tatiek akhirnya harus meninggalkan gedung dekat Tugu Pahlawan -- tempat dia berkantor selama ini. Penggantinya, Hasyim Muzadi, hingga kini masih heran mengapa ia yang dipilih. Padahal, ia sendiri, menurut pengakuannya, sama sekali tidak berminat terjun dalam politik praktis. Ia jengah. "Kok disorot TV segala." Keheranan dia atas penggantian Tatiek saat ini -- setelah masa jabatannya hampir habis, bisa ditambah dengan keheranan mengapa harus Hasyim penggantinya. Tidak sama dengan Tatiek -- kendati sama-sama NU -- Cak Syim, begitu panggilannya, dikcnal sebagai orang yang tidak tertarik pada politik praktis. Bahkan, Ketua Gerakan Pemuda Ansor Jawa Timur itu dianggap sebagai tokoh muda NU yang getol meneriakkan seruan "kembali ke khittah 1926". Yakni agar NU melepaskan diri dari kekuatan-kekuatan politik yang ada -- di antaranya dari PPP, tentu. Usai muktamar PPP di Ancol, 1984, ia menanggalkan statusnya sebagai ketua DPC PPP Kodya Malang. Bahkan ketika DPW PPP Ja-Tim minta kesediaannya dicalonkan sebagai anggota DPR untuk periode mendatang, ia menolaknya dengan cara tak mengisi formulir yang telah dikirimkan padanya, seraya mengirim surat pernyataan, "Maaf, tidak mungkin saya menjadi calon anggota DPR pada kondisi sekarang ini." Namun, ternyata, Naro mengajukan namanya pada Menteri Dalam Negeri, untuk menggantikan Tatiek pada sisa waktu ini. Berdasar surat DPP PPP itulah Mendagri mengangkat Hasyim. SK Pengangkatan telanjur turun, sebelum Hasyim mengetahui rencana itu. "Saya baru tahu ini setelah bertemu dengan Kadit Sospol Ja-Tim, Hasril Harun, awal bulan ini," kata Hasyim. Pada saat itulah ia merasa terjepit. "Kalau Anda menolak, kesulitan akan lebih besar. Tapi kalau Anda menerima, kami bisa membantu menyelesaikan kesulitan Anda," kata Hasril seperti yang ditirukan Hasyim. Apa kesulitan itu tak dikatakannya. "Yang jelas saya bisa dicap tidak menyenangi sistem yang ada." Di kalangan NU Jawa Timur, kesediaan Hasyim menggantikan Tatiek -- entah terpaksa atau sukarela -- mulai digunjingkan. "Apa, sih, maunya Cak Hasyim," ujar Hanafi Muslim, Ketua Ansor Surabaya. "Dia yang wanti-wanti berpesan agar Ansor menjaga jarak dengan kekuatan sosial politik, malah dia sendiri dilantik menjadi anggota DPRD." Lantaran itu, Hanafi kini menuntut agar Hasyim bersikap tegas dan jelas. "Kalau memang gentleman . . . ya, mundur saja dari Ansor." Hasyim pun sudah merasa bahwa sikapnya akan dipersoalkan oleh kawankawannya. "Saya memang bisa dianggap tidak konsisten dengan khittah 1926 NU." Maka, ia pun bermaksud menjelaskan permasalahannya lewat berbagai forum. Di antaranya adalah pada Liknas (Latihan Kader Tingkat Nasional) Ansor di Selorejo, Malang. Juga pada para mubalig NU se-Jawa Timur. Untuk itu, ia minta bantuan Hasril yang telah memintanya menjadi anggota DPRD tersebut. Pengurus NU Jawa Timur pun menganggap perlu mengeluarkan surat penjelasan, yang kemudian dikirim ke cabang-cabang. Agar tidak terjadi simpang siur yang merugikan organisasi," kata Hasyim Latief, ketua NU Ja-Tim. Semua, ya, gara-gara recalling itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini