Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Jentera Bivitri Susanti menilai pemerintah bersikap denial dalam merespons aksi Indonesia Gelap yang diinisiasi berbagai elemen masyarakat. Penilaian itu merespons tanggapan seorang pejabat pemerintah, Luhut Binsar Pandjaitan, yang merespons negatif aksi Indonesia Gelap.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut dia, para pejabat pemerintahan itu hanya mementingkan kepentingan kelompoknya dibanding rakyat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Itu adalah bentuk denial ya. Mereka (pemerintah) memang cara pandangnya beda sama cara pandang warga," kata Bivitri ditemui Tempo di sela-sela aksi Indonesia Gelap, di kawasan Patung Kuda, Jakarta pada Jumat, 21 Februari 2025.
Padahal, ujar dia, konsekuensi dari pejabat publik ialah harus melayani kepentingan publik. Pemerintah, menurut dia, seharusnya menerima dan mengevaluasi kritikan dari publik.
"Bukannya malah ditolak gitu," ujar pakar hukum tata negara itu.
Dia menduga ada kecenderungan dari pejabat pemerintah yang merasa punya jabatan lebih tinggi dari siapa pun di negara ini. Dia menyatakan, dalam negara demokrasi kekuasaan tertinggi justru berada di tangan rakyat.
"Jadi perbedaan cara pandang ini yang bikin narasi-narasi kontraproduktif," ucapnya.
Sebelumnya, Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) sekaligus mantan Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan menyatakan bahwa Indonesia tidak gelap. Dia menuding rakyat yang mengkritik kebijakan pemerintah justru sebagai penyebab kegelapan itu.
“Kalau ada yang bilang Indonesia gelap, yang gelap kau, bukan Indonesia,” ujar Luhut dalam acara The Economic Insights 2025 di Jakarta, Rabu, 19 Februari 2025, seperti dikutip dari Antara.
Dia mengatakan seharusnya masyarakat bangga menjadi orang Indonesia. Apalagi, klaim Luhut, negara ini telah berkembang dengan baik hingga sejauh ini. Ia juga menekankan seharusnya publik tidak terlalu berfokus pada kekurangan negara, dan sebaliknya abai dengan kelebihan yang ada.