Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Pasir Pembawa Tajir

Berawal dari hobi saat kuliah. Sempat terhambat pembayaran yang seret.

7 April 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tiga perempuan duduk bersila di teras rumah, Jalan Kembang Kuning III/1A, Surabaya. Tangan ibu rumah tangga itu tangkas mengoleskan lem ke setiap sisi pigura mini setengah jadi. Mereka kemudian menaburinya dengan pasir dari sebuah ember plastik.

Rak kayu penuh kertas karton menghiasi ruang kerja tiga perempuan ini. Di sebelahnya terdapat ruang berukuran kurang- lebih 12 meter persegi, untuk memajang beragam jenis contoh suvenir di rak serta meja kayu. ”Kami memiliki 100 jenis produk,” kata Sofi Mustikasari, pemilik industri kerajinan dengan merek Sofie Handmade, Selasa pekan lalu.

Sofi mendapatkan bahan baku dari perusahaan daur ulang, sedangkan bahan penghiasnya dari para penjual akuarium di kawasan Gunung Sari, Surabaya, yang menjual pasir laut. Kadang ia juga mengambil pasir sendiri ke Pantai Kenjeran, Surabaya, dan pasir putih dari Pantai Balekambang, Malang. Dalam sebulan kerajinan ini membutuhkan empat-lima kilogram pasir, dengan harga Rp 10 ribu, untuk menyelesaikan 5.000 buah kerajinan. Hasil kerajinannya antara lain hiasan dinding, undangan, tempat tisu, pigura mini, serta suvenir. Pesanan sebanyak itu nilainya Rp 2,5 juta. ”Bisa habis dalam sepekan,” ujarnya.

Ibu dua anak ini merintis bisnis pembuatan suvenir sejak 2005. Awalnya usaha ini sekadar menyalurkan hobi semasa kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga. Setelah lulus pada 2000, Sofi sempat bekerja sebagai asisten konsultan di kantor gubernur di Grahadi. Hanya beberapa bulan, dia putar kemudi. Dengan modal tabungan Rp 10 juta, dia memulai usaha.

Sofi sempat menghadapi beberapa kendala. Pada 2006, modal usahanya semakin tipis karena menggunakan bahan limbah kertas, yang cukup mahal. Kemudian ia memiliki ide mengganti bahan bakunya dengan pasir. Ternyata tidak mudah mengolah butir-butir pasir itu menjadi barang kerajinan, karena banyak yang rontok. Ia tak patah semangat. Setelah berulang kali menguji coba, Sofi menemukan cara yang paling tepat, yaitu menggunakan air dan lem yang dicampur pasir. ”Masalah terselesaikan,” katanya.

Usaha ini memiliki jalan panjang sebelum menerima ratusan pesanan setiap bulan. Ia mulai memasarkan hasil kreasinya melalui rekan-rekannya semasa kuliah. Kerajinan tangan yang pertama dijajakan adalah suvenir pasir. ”Mereka tertarik dan langsung memesannya,” ujarnya. Dari situ, ia berani mengikuti pameran dalam acara Dies Natalis Universitas Airlangga hingga pameran di sejumlah mal di Surabaya.

Setelah sukses di pameran lokal, Sofi mulai merambah pameran di kota-kota besar lain di Indonesia. ”Dalam setahun saya bisa sampai delapan kali mengikuti pameran ke Jakarta,” kata istri Agus Ashari ini. Pameran yang diikutinya antara lain Jakarta Inacraft, Jatim Fair, serta pameran yang terkait dengan upacara perkawinan di sejumlah mal di Surabaya dan Jakarta. Dalam setiap pameran, ia bekerja sama dengan suaminya yang memiliki studio foto. Sofi juga menebar brosur serta memberi label bahkan melalui website. Di Surabaya, dia menjalin kerja sama dengan beberapa toko secara konsinyasi, misalnya toko Aneka Batik dan Kerajinan Mirota di Jalan Sulawesi. ”Ini untuk mengenalkan produk,” katanya.

Hasil kerja keras Sofi mulai terlihat pada 2010. Omzetnya mampu menembus Rp 900 juta setahun. ”Dari kerajinan pasir ini, saya bisa membeli rumah dan mobil,” ujarnya. Omzet kerajinan pasir ini rata-rata Rp 60 juta setiap bulan. Setelah dipotong biaya produksi dan pemasaran, keuntungan bersih sekitar Rp 20 juta.

Beragam jenis produk hias­an dinding serta suvenir hasil kreasinya itu mulai merambah pasar internasional, seperti Brunei, Malaysia, Singapura, Amerika Serikat, dan Kroasia. Sofi dibantu kenalannya di Bali untuk memasarkan ke luar negeri. ”Hasilnya, ada warga Kroasia yang tertarik kemudian memesan setengah kontainer,” ujarnya. Warga Kroasia ini menjadi reseller di negara tersebut.

Sayangnya, pembayaran konsumen di luar negeri tidak mulus. Beberapa pelanggan tidak langsung melunasi kekurangan pembayaran meski barang telah dikirim. Akibatnya, ia kesulitan modal. ”Terlalu ribet urusannya kalau kirim ke luar negeri,” katanya. Sofi memutuskan berfokus pemasaran di dalam negeri saja. ”Memenuhi kebutuhan di lokal saja sudah kewalahan,” ujarnya. Produknya telah populer di Probolinggo dan Banyuwangi. Selain itu, pesanan juga datang dari luar Jawa, seperti Makassar, Manado, Aceh, dan Papua.

Seiring dengan permintaan yang terus meningkat, Sofi menggaet ibu-ibu rumah tangga di kampungnya sebagai pekerja. Saat ini ia memiliki empat pekerja di bagian finishing. ”Untuk tenaga borongan, ketika banyak order bisa mencapai 50 orang,” katanya.

Hanna, salah satu perajin, memilih bekerja di Sofie Handmade karena lokasinya hanya berjarak puluhan meter dari rumahnya. Apalagi pekerjaannya lebih ringan dibanding bekerja di pabrik. Hanna memperoleh upah minimal Rp 600 ribu setiap ada borongan. Bahkan, jika pesanan banyak, upahnya bisa mencapai Rp 1 juta. Uang itu digunakan untuk menyekolahkan anaknya. ”Bisa untuk tambahan penghasilan keluarga,” ucap ibu dua anak.

Rezan, salah satu konsumen Sofie Handmade yang berasal dari Brunei, pernah memesan 2.000 buah suvenir pasir untuk acara pernikahannya. Pramugara di Royal Brunei ini mengenal produk Sofie dalam sebuah pameran yang digelar di Surabaya. ”Dia langsung memesan dalam jumlah banyak,” kata Sofi. Rezan pun merekomendasikan kepada rekan-rekannya di Brunei.

Kerajinan tangan dari pasir ini menarik perhatian Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Kepala Bidang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Dinas Koperasi Pemerintah Provinsi Jawa Timur Totok Indarto mengatakan pemerintah memiliki program mengembangkan serta mempromosikan produk unggulan dari Jawa Timur. ”Salah satunya, untuk mengikuti pameran,” ujarnya.

Eko Ari Wibowo, David Priyasidharta (Surabaya)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus