Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepengurusan Palang Merah Indonesia (PMI) versi Agung Laksono berencana menggugat keputusan Menteri Hukum yang mengakui kepengurusan PMI versi Jusuf Kalla atau JK ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Rencana pengajuan gugatan itu dikonfirmasi oleh Sekretaris Jenderal PMI kubu Agung Laksono, Ulla Nuchrawaty.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kami memang mau menggugat,” kata Ulla melalui sambungan telepon pada Senin, 23 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat ini, kata Ulla, butir-butir gugatan masih dalam tahap penyusunan. Menurut Ulla, pengakuan Menteri Hukum atas kepengurusan PMI versi JK dikeluarkan tanpa adanya mediasi antara kedua pihak.
Dia mengatakan, Agung sempat berkomunikasi dengan Menteri Hukum Supratman Andi Agtas. Namun menurutnya, komunikasi tersebut bukan bagian dari proses mediasi.
Supratman membantah tudingan tidak melakukan mediasi. Selain mediasi, Supratman mengatakan, pihaknya telah melakukan pemeriksaan berkas pendaftaran kepengurusan PMI yang diajukan kedua belah pihak.
“Kedua belah pihak mengajukan pendaftaran, dan verifikasi itu kami lakukan terhadap keduanya,” kata Supratman saat dihubungi, Kamis, 26 Desember 2024.
Setelah melakukan verifikasi, lanjut Supratman, Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) menyatakan kepengurusan PMI sah adalah yang dipimpin oleh JK. Dia mengatakan, pengakuan itu juga mengacu pada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PMI.
“Pengakuan ini berdasarkan apa yang mereka masukkan ke kami, mereka masukkan semua berkas, kemudian peserta musyawarah, tempatnya dimana, yang menyelenggarakan siapa,” kata Supratman.
Soal gugatan ke PTUN
Terkait rencana PMI versi Agung akan mengajukan gugatan ke PTUN, Supratman tidak mempersoalkannya. Menurut Supratman, gugatan tersebut diharapkan membuat duduk perkara dualisme di PMI menemukan titik terang dan berkekuatan hukum tetap.
“Kalau ada upaya dari pihak Agung Laksono untuk menggugat, saya rasa itu wajar saja. Itu juga menjadi kontrol untuk diuji di pengadilan apakah tindakan dari JK sudah sesuai,” kata Supratman.
Meski demikian, Supratman mempertanyakan objek gugatan tersebut. Sebab, kata dia, hingga saat ini Kementerian Hukum belum mengeluarkan Surat Keputusan (SK) kepengurusan PMI.
Meski saat ini tidak memiliki SK kepengurusan yang dikeluarkan Kementerian Hukum, Supratman mengatakan, saat ini tengah mengembangkan fitur untuk perkumpulan dengan layanan publik. PMI, ujar dia, masuk kategori perkumpulan ini. Setelah proses itu selesai, pemerintah akan mengeluarkan SK kepengurusan PMI.
“Nanti kepengurusannya bisa tercantum dalam sistem administrasi hukum di kementerian hukum,” kata dia. “Nanti setelah fiturnya di Dirjen AHU itu selesai, kami akan cantumkan dan sekaligus mengeluarkan SK.”
Politikus Partai Gerindra ini juga menyatakan kesiapannya bila gugatan ke PTUN itu dilayangkan kepada lembaganya.
“Gugatan itu bisa juga memastikan apakah mekanisme dan tugas yang kami lakukan sesuai atau tidak,” ujar dia.
Munculnya dualisme kepemimpinan di PMI
Kemunculan dualisme kepemimpinan di PMI berawal dari dinamika Musyawarah Nasional (Munas) PMI ke-22. Dalam Munas itu, JK kembali ditetapkan sebagai ketua PMI. Ketua Panitia Munas PMI ke-22 Fachmi Idris menyebut, JK adalah satu-satunya calon yang memenuhi syarat.
Adapun Agung yang juga mencalonkan diri sebagai ketua disebut dinilai tidak mencapai ambang batas 20 persen dari jumlah suara sah.
Namun, Agung menilai keputusan panitia tersebut tidak kompeten dan tidak adil. Ia mengklaim telah mengantongi dukungan 240 dari 329 peserta Munas, yang menurutnya telah melampaui ambang batas dukungan 20 persen. Agung menjelaskan bahwa pencalonannya bertujuan membawa suasana pembaruan dalam tubuh PMI.
"Itu bukan hanya ganti orangnya saja, melainkan juga aturan-aturannya. Aturan kita itu agak mundur, dulu misalnya di AD/ART itu dibatasi masa jabatan itu dua kali, tiba-tiba dihilangkan, nah ini harus dikejar dan diubah," kata Agung, seperti dikutip dari Antara.
Merasa tidak diakomodasi dalam Munas resmi, kubu pendukung Agung memutuskan untuk menggelar Munas tandingan di Hotel Menara Peninsula, Jakarta, pada hari yang sama. Sekretaris Jenderal PMI versi Agung, Ulla Nuchrawaty, menjelaskan bahwa keputusan ini diambil karena Munas resmi dinilai tidak transparan dan tidak demokratis.
"Situasi sudah tidak kondusif, dan kami harus mempertanggungjawabkan dukungan pengurus daerah yang telah dipercayakan kepada Mas Agung," kata Ulla saat dihubungi, Selasa, 10 Desember 2024.
Ulla membeberkan bahwa panitia Munas resmi tidak memberikan ruang bagi pengurus daerah untuk menyampaikan pendapat. Kondisi ini memicu sejumlah pengurus daerah menarik diri dan menyelenggarakan Munas tandingan yang kemudian memilih Agung sebagai Ketua Umum PMI periode 2024-2029.
"Mereka yang punya pandangan lain tidak diperkenankan untuk menginterupsi atau memberi masukan," kata Ulla.
Menurut Ulla, Munas tandingan tersebut dilakukan untuk menjawab kebutuhan pengurus daerah yang merasa aspirasinya tidak terwakili, sehingga keputusan yang diambil benar-benar mencerminkan keinginan anggota PMI di daerah.
Dualisme kepengurusan itu berujung pada pelantikan pengurus oleh Agung dan JK. Agung melantik jajaran pengurus hasil munas tandingan di Hotel Sultan, Jakarta Pusat, pada Rabu malam. 18 Desember 2024.
Dua hari setelahnya, giliran Jusuf Kalla yang melantik jajaran pengurus hasil musyawarah nasional resmi. Pelantikan itu berlangsung pada Jumat, 20 Desember 2024, di Markas Pusat PMI, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan.
Kedua belah pihak yang bertikai lantas mendaftarkan kepengurusan mereka ke Kementerian Hukum. Dari dua kepengurusan yang diajukan, pemerintah mengesahkan kepengurusan baru PMI di bawah kepemimpinan JK pada Jumat, 20 Desember 2024.
Supratman mengatakan, pengesahan kepengurusan PMI versi JK itu didasarkan atas hasil verifikasi kementeriannya.
"Setelah melakukan kajian berdasarkan AD/ART PMI, maka Menteri Hukum memberi pengakuan kepada AD/ART sekaligus pengurus baru PMI di bawah kepemimpinan Bapak Haji Muhammad Jusuf Kalla," kata Supratman dalam keterangan resmi, dikutip dari siaran pers Kementerian Hukum pada Jumat, 20 Desember 2024.
Anastasya Lavenia Y dan Annisa Febiola berkontribusi dalam penulisan artikel ini.