Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Hakim Mahkamah Konstitusi atau MK, Enny Nurbaningsih, mengatakan lembaga peradilan itu akan menggelar sidang perkara sengketa pilkada pada awal Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Sidang perkara dimulai antara tanggal 7 atau 8 Januari,” kata Enny saat dihubungi melalui WhatsApp, pada Jumat, 20 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelum sidang berlangsung, Mahkamah terlebih dahulu melakukan gelar perkara dan pembagian panel yang diputuskan oleh sembilan hakim dengan mempertimbangkan sejumlah hal. “ Termasuk untuk menghindari benturan kepentingan,” kata dia.
Adapun sidang perkara merupakan tindak lanjut dari permohonan yang diajukan seusai Komisi Pemilihan Umum atau KPU daerah menetapkan hasil pilkada. Permohonan yang telah teregister akan dituangkan dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi atau BRPK yang akan dilaksanakan MK pada 3 Januari 2025.
Meskipun ada tenggat proses registrasi, Enny mengatakan MK tetap akan menerima laporan sengketa pilkada. “MK tidak dapat menolak perkara yang masuk walaupun telah lewat tanggal 3 Januari,” kata dia.
Enny mengatakan tahapan registrasi perkara hanya digelar sebanyak satu kali. Namun, ada peluang terhadap permohonan sengketa yang melewati jadwal tersebut. “Para pihak yang nanti akan menyikapi perkara tersebut,” ujarnya.
Alasan MK untuk menerima aduan itu, kata Enny, karena mereka belum mengetahui apakah seluruh Komisi Pemilihan Umum atau KPU daerah telah merampungkan rekapitulasi suara pasangan calon yang berlaga di pilkada. “Sehingga perkara tetap diterima,” ujarnya.
Sementara itu Pakar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Yance Arizona mengatakan Mahkamah akan melakukan penilaian terhadap perkara yang diajukan melewati tenggat registrasi untuk menentukan apakah akan masuk ke tahap pemeriksaan. “Nanti tetap RPH (Rapat Permusyawaratan Hakim) yang menentukannya,” kata Yance melalui WhatsApp.
Yance mengatakan bukan hal baru apabila MK masih memeriksa permohonan yang diajukan melewati tenggat jadwal. Sebab, pada pilkada 2021 silam, MK pernah memeriksa dan mengabulkan permohonan pilkada Sabu Raijua karena calon kepala daerah atau cakada bernama Orient Patriot Riwu Kore agar didiskualifikasi dalam kontestasi pemilihan bupati dan wakil bupati lantaran masih berstatus sebagai warga negara asing atau WNA.
Yance pun menilai terdapat hal positif atas sikap MK yang masih menerima permohonan melewati batas waktu pendaftaran. “Yaitu untuk mengoreksi apabila ada pelanggaran yang serius dalam proses pilkada,” ujar dia.
Menurut catatan MK, sudah ada 313 laporan sengketa pilkada yang masuk sampai Jumat, 20 Desember 2024. Laporan terbanyak berasal dari pilkada tingkat kabupaten sebanyak 241 kasus. Disusul tingkat wali kota sebanyak 49 dan tingkat gubernur 23 kasus.