Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Difabel

Penanganan Difabel Baru Akibat Gempa Tsunami Palu Donggala

Banyak korban selamat dari gempa bumi dan tsunami Palu Donggala mengalami luka dan menjadi difabel akibat tertimpa reruntuhan bangunan.

24 Oktober 2018 | 13.30 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Kondisi bangunan Rumah Sakit Anutapura yang rusak akibat gempa di Palu, Sulawesi Tengah, Sabtu, 29 September 2018. Akibat gempa, beberapa rumah sakit mengalami kerusakan dan mengevakuasi pasiennya ke halaman. ANTARA/BNPB

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Bencana gempa bumi dan tsunami Palu Donggala di Sulawesi Tengah mengakibatkan sejumlah orang menjadi difabel. Dari data di beberapa rumah sakit daerah, tercatat 20 orang yang tepaksa diamputasi akibat gempa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ketua Pergerakan Difabel Indonesia untuk Kesetaraan atau Perdik Sulawesi Selatan, Ishak Salim mengatakan tak menutup kemungkinan jumlah difabel baru akibat gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah yang terjadi pada Jumat, 28 September 2018 lalu, lebih banyak lagi dari itu. Musababnya, banyak korban selamat yang mengalami luka akibat tertimpa reruntuhan bangunan.

"Ada yang diamputasi, patah tangan, patah kaki, bahkan paraplegi (fungsi sensorik motorik menurun akibat akibat cedera tulang belakang)," kata Ishak saat ditemui Tempo di sela Temu Inklusi 2018 di Balai Desa Plembutan, Kecamatan Playen, Kabupaten Gunungkidul, Selasa, 23 Oktober 2018.

Penyandang disabilitas baru tersebut berpotensi mengalami trauma psikis yang membutuhkan waktu lama untuk pulih. Karena itu, Ishak Salim mengatakan, mutlak diperlukan relawan untuk mendampingi mereka. "Tapi pendamping yang dibutuhkan bukan psikolog atau psikiater, tapi relawan yang setara atau peer conseling," kata Ishak.

Pengungsi gempa dan tsunami di Palu menuju Makassar. TEMPO/Muhammad Hidayat

Relawan setara yang dimaksud Ishak Salim adalah penyintas atau sesama difabel yang telah bangkit dari keterpurukan atau yang bisa mandiri. Konseling oleh penyintas lebih efektif karena mengalami kondisi yang sama sehingga memudahkan membangun hubungan emosional dengan difabel baru. "Kalau dengan psikiater, hubungan yang terbangun seperti dokter dengan pasien," ucap Ishak Salim.

Dalam konseling setara ini, difabel baru akan dilatih beradaptasi dengan keterbatasan yang disandangnya berikut lingkungannya. Untuk tunadaksa misalnya, akan dilatih menggunakan kursi roda, melakukan manuver dengan kursi roda dan menggunakan tongkat. Adapun tunanetra dilatih menggunakan telepon pintar dengan aplikasi suara yang cepat.

Pito Agustin Rudiana

Pito Agustin Rudiana

Koresponden Tempo di Yogyakarta

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus