Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Berita Tempo Plus

Pencalonan sang pangeran

Rusmania mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden RI. Ia mengaku keturunan Pangeran Diponegoro dan Sunan Muria, serta sekadar melaksanakan amanat Pangeran Diponegoro di suatu malam.

13 Februari 1988 | 00.00 WIB

Pencalonan sang pangeran
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
SETIAP warga negara berhak mencalonkan diri sebagai presiden, melalui MPR. Salah seorang di antara yang mengambil kesempatan itu adalah Rusmania, 57 tahun, dari Bandung. Pada 24 Oktober 1986 ia melayangkan surat kepada Presiden, Wakil Presiden, dan Ketua DPR/MPR, yang antara lain menyatakan: "... apabila Bapak Soeharto menghendaki masa pensiun, kami bersedia diberi pelimpahan kepresidenan tersebut melalui MPR." Setahun kemudian, sekali lagi ia menulis surat, ditujukan kepada rakyat Indonesia, para wakil rakyat di DPR/MPR, Bakin (Badan Koordinasi Intelijen Negara) dan ABRI. Tapi tawaran Rusmania kali ini menurun. Kalau bukan presiden wakil presiden ya bolehlah. "Bilamana MPR RI menghendaki saya sebagai wakil presiden republik Indonesia, keputusan demikian itu saya junjung tinggi," tulisnya. Siapa Rusmania? Ia mengaku keturunan Pangeran Diponegoro dari pihak ayah, sedang dari pihak ibu keturunan Sunan Muria -- salah seorang dari Wali Songo. Lalu ia mengangkat diri sebagai Pangeran Diponcgoro VI. Ayah lima anak yang berpenampilan kalem ini mengaku lulusan sebuah akademi di Yogya pada 1955, bekerja di sebuah perusahaan kontraktor di Jakarta. "Saya mencalonkan diri sekadar melaksanakan amanat Pangeran Diponegoro, leluhur saya," katanya minggu lalu, di rumahnya, Jalan Supratman, Bandung. Lalu lelaki kelahiran Kudus, Jawa Tengah, itu bercerita. Suatu malam, April 1982, ia seperti dibangunkan leluhurnya, diperintahkan keluar rumah. "Ketika itu saya sadar, jadi bukan mimpi," tuturnya. Seperti ada yang membimbing, ia mendongak ke langit, dan matanya terasa pedih, kena debu. Ia masuk rumah dan termenung. Ketika itulah, tuturnya, Pangeran Diponegoro muncul lagi dan memberi amanat, "Bangkit dan majulah. Perbaiki nasib rakyat, jadilah pemimpin bangsa melanjutkan kepemimpinan dan keberhasilan Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto." Ketika terbangun keesokan harinya. ternyata Gunung Galunggung meletus, dan abunya mengenai mata .... Rusmania, yang di masa revolusi fisik mengangkat senjata di front Pati, sernpat menyandang pangkat letnan dua. Dialah pula salah seorang yang menjawab tantangan Bung Karno pada 1966. Ketika itu Bung Karno menantang, siapa yang sanggup menurunkan harga akan diangkat jadi menteri. Ketika itu, yang menjawab secara terbuka adalah Hadely Hasibuan. Tapi Rusmania mengaku ia juga mengajukan diri, bahkan sempat dipanggil Waperdam II Leimena pada 2 Februari 1966 dan dipertemukan dengan Bung Karno. Ia juga mengaku sempat diangkat sebagai menteri negara. Bahkan kemudian Bung Karno menjanjikan akan mengangkatnya sebagai Waperdam III menggantikan Chaerul Saleh, pada 15 Maret 1966. Tapi ia urung dilantik, keburu lahirnya Supersemar pada 11 Maret 1966. Benar-tidaknya, wallahualam, meski dalam catatan sejarah RI tidak pernah terdengar ada menteri negara yang bernama Rusmania. Pencalonan diri Rusmania itu sempat membikin Ketua MPR/DPR Kharis Suhud terpingkal-pingkal. "Ha-ha-ha. Yah, serahkan saja kepada masyarakat luas. Ha-ha-ha ..," katanya spontan. Meski begitu, ia menganggap hal itu perlu ditampung. "Lho, 'kan kewajiban majelis untuk menampung segala macam? Gol tidaknya nanti, itu soal lain. Lagi pula, itu juga hak dia, 'kan? Tapi dia itu orang bener apa ndak, ya? Ha-ha-ha . . .," katanya lagi, sembari terbahak-bahak. Dalam sejarah Orde Baru, ada tiga orang berusaha mencalonkan diri sebagai kepala negara. Pada 1976 muncul Sawito Kartowibowo -- mengaku sebagai Ratu Adil -- lalu "melancarkan perebuan kekuasaan secara spiritual". Dua tahun kemudian tampil Darius Marpaung, bekas anggota DPR GR dan MPRS dan tokoh KABI (Kesatuan Aksi Buruh Indonesia) pada 1966. Dan kini giliran Rusmania. Yang menarik, semuanya berlatar belakang mistik. Sawito, sang Ratu Adil itu, merasa mendapat "wangsit", sementara Rusmania menerima "bisikan" Pangeran Diponegoro. Bagaimana Marpaung? Bekas pimpinan Kespekri (Kesatuan Pegawai Kristen Republik Indonesia) itu "hanya melaksanakan apa yang muncul dalam doa". Ternvata, Sawito dan Darius tidak mendapat apa-apa. Entah bagaimana pula peruntungan "Pangeran Diponegoro VI" kelak .... B.S.H., Yopie Hidayat, Agung Firmansyah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus