Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta, memiliki empat pemimpin perempuan. Pertama, Bupati Gunungkidul Endah Subekti. Dilansir endahsubekti, Endah memulai karier politiknya bergabung bersama PDIP dan pernah menjadi Ketua DPRD Kabupaten Gunungkidul. Kedua, Kapolres Gunungkidul, AKBP Ary Murtini. Dikutip jogja.polri.go.id, Ary diangkat menjadi Kapolres Gunungkidul sejak 12 Juli 2024.
Ketiga, Ketua DPRD Gunungkidul, Endang Sri Sumiyartini. Mengacu ppdi.gunungkidulkab.go.id, pada 23 Oktober 2024, Endang mengucapkan sumpah jabatan sebagai Ketua DPRD Gunungkidul menggantikan Endah Subekti.
Keempat, Ketua KPU Gunungkidul Divisi Keuangan, Umum, dan Logistik, Asih Nuryanti. Menurut kab-gunungkidul.kpu.go.id, Asih juga pernah menjadi Ketua PPK 2009 dan Anggota KPU Kabupaten Gunungkidul periode 2018-2023.
Kepemimpinan perempuan ini menjadi bukti penerapan kesetaraan gender yang baik di pemerintahan Gunungkidul. Adapun, daerah kabupaten ini telah berdiri selama lebih dari 1 abad.
Sejarah Gunungkidul
Berdasarkan bappeda.gunungkidulkab.go.id, awalnya Gunungkidul masih merupakan hutan belantara dan terdapat desa yang dihuni beberapa orang pelarian dari Majapahit. Desa tersebut adalah Pongangan yang dipimpin oleh R. Dewa Katong, saudara Raja Brawijaya. Setelah Dewa Katong pindah ke Desa Katongan, putranya bernama R. Suromejo membangun Desa Pongangan. Namun, beberapa waktu kemudian, Suromejo pindah ke Karangmojo.
Perkembangan penduduk di daerah Gunungkidul itu didengar oleh Raja Mataram, Sunan Amangkurat Amral yang membuatnya mengutus Senopati Ki Tumenggung Prawiropekso agar mencari kebenaran berita tersebut. Setelah dinyatakan kebenarannya, Tumenggung menasehati Suromejo agar meminta izin kepada Raja Mataram karena daerah tersebut masuk dalam wilayah kekuasaannya. Namun, Suromejo menolak dan terjadi peperangan yang menewaskannya.
Lalu, pada 13 Mei 1831, ada penentuan batas-batas daerah Gunungkidul antara Sultan dan Mangkunegaran II. Gunungkidul pun kemudian menjadi kabupaten di bawah kekuasaan Kasultanan Yogyakarta.
Dilansir desatepus.gunungkidulkab.go.id, menurut buku Peprentahan Praja Kejawen, berdirinya Kabupaten Gunungkidul terjadi pada 1831, satu tahun setelah Perang Diponegoro. Sejak lahirnya Kabupaten Gunungkidul pada 1831, maka secara resmi ada bentuk pemerintahan yang saat itu sebagai Kepala Pemerintahan diangkat untuk menjadi Bupati dengan sebutan Tumenggung. Lalu, di bawah Bupati I (Pertama) ada pejabat, seperti Ronggo, Panji, Demang, dan Bekel.
Pada 1984, panitia melacak Hari Jadi Kabupaten Gunungkidul, baik melalui fakta sejarah, penelitian, pengumpulan data para tokoh, pakar, hingga daftar kepustakaan. Akhirnya, Panitia berhasil menyimpulkan bahwa hari lahir Kabupaten Gunungkidul adalah Jumat Legi, 27 Mei 1831 atau tahun jawa 15 Besar Tahun Je 1758.
Sementara itu, hutan belantara di sebelah barat Pati atau dikenal dengan alas Nongko Doyong, telah berhasil dibuka. Dengan dibukanya alas Nongko Doyong, pusat pemerintahan Kabupaten Gunungkidul dipindahkan dari Pati Ke Wonosari hingga saat ini. Setelah itu, usai diterbitkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1950, jalannya pemerintahan di Gunungkidul dilengkapi dengan lembaga legislatif dengan anggota DPRD.
Pilihan Editor: Para Perempuan Memimpin Kabupaten Gunungkidul, Mulai Bupati, Kapolres, Ketua DPRD, sampau Ketua KPU
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini