SETELAH mengarungi laut ribuan kilometer selama 48 hari, kapal Lusitania Expresso merapat di pelabuhan Darwin, Australia, Ahad sore lalu. Sekitar 600 orang menyambut kapal Portugal itu di dermaga, sambil meneriakkan yelyel. "Hidup Lusitania," ujar mereka. Beberapa orang wanita melemparkan bunga kepada awak kapal. Namun, kapal Portugal berumur 30 tahun itu hanya punya waktu sehari membenamkan sauh di Darwin. Setelah diperiksa syahbandar dan pabean setempat, Senin siang lalu, dia harus bergegas menempuh pelayaran ke tujuan akhir yakni Dili, Timor Timur. Ia membawa 132 penumpang yang terdiri dari 73 orang peserta misi provokasi itu dan 59 wartawan yang meliput. Kalau tak ada gangguan cuaca, menurut perhitungan, pelayaran Darwin-Dili bisa ditempuh selama 36 jam. Sepanjang perjalanan melintasi Laut Tengah, Terusan Suez, Laut Merah, dan Samudra Hindia, menurut kapten kapal Luis dos Santos, Lusitania Expresso tak lepas dari terpaan gelombang. "Di Laut Tengah, kami dipukul ombak habis-habisan," katanya. Kapal itu sempat juga diguncang arus laut di perairan Sri Lanka dan badai berskala sedang menghadangnya di Laut Timor dan perairan Australia Utara akhir pekan lalu. "Sukar, tapi tak luar biasa sukar," kata nakhoda kapal itu. Untungnya, sepanjang perjalanan Portugal-Darwin, menurut Santos, Expresso tidak mengalami kerewelan mesin ataupun kerusakan navigasi. Lusitania Expresso bukan kapal besar. Panjangnya 73 meter dan lebar 13 meter dengan bobot mati 538 ton. Dari segi ukuran, kapal ini tak lebih besar dibandingkan dengan kapal-kapal perintis Pelni yang melayani pelayaran antarpulau di Indonesia Timur. Dibikin di pabrik Trondhjems Mek Verksted, 1964, kapal Portugal ini pada mulanya dirancang sebagai kapal penumpang feri roro. Dua mesin diesel MWM Manuheim Jerman yang berkekuatan 2 X 1.200 tenaga kuda rupanya tak cukup membuat Lusitania yang berbadan gemuk itu sanggup melaju kencang. Kecepatannya sebatas 10-12 knot atau sekitar 18 km per jam. Sepintas, Lusitania mirip kapal pesiar. Lambungnya tinggi, hampir enam meter, berwarna kuning dengan garisgaris biru di anjungan dan buritan. Geladak dan kabinnya dicat putih. Deknya luas dan terbuka, memberi tempat berjemur bagi para penumpang. Namun, pintu besar di buritan serta tulisan "Lusitania Ferries" di bagian lambungnya menandai kapal ini adalah jenis feri kargo. Sehari-harinya, kapal yang berpangkalan di Kota Madeira itu melayani jalur pendek Lisabon-Tangier (Maroko) mengangkut mobil, truk, dan sejumlah penumpang. Sebelum dirombak tahun 1973, kapal ini bisa membawa 600 penumpang. Tapi sejak dipakai dalam perjalanan pendek Portugal-Tanganyika, kabin-kabin penumpang dicopot agar bisa mengangkut lebih banyak mobil. Lusitania dibuat di sebuah galangan kapal Swedia. Mula-mula kapal itu dimiliki oleh sebuah maskapai Jerman Barat dan diberi nama Roslagen. Menjelang umur sepuluh tahun, Roslagen masuk dok untuk menjalani pembedahan. Badannya yang gemuk dilangsingkan. Panjangnya ditambah 13,13 meter. Setelah itu, Roslagen kembali melayani rute Jerman-Inggris-Prancis dengan membawa penumpang maksimum 600 orang. Belakangan kapal ini dibeli oleh Contramar, perusahaan Portugal. Namanya diganti dengan Lusitania Expresso. Lusitania itu sendiri bisa berarti Portugal. Sebelum dioperasikan, dia masuk dok di Portugal. Kabin penumpang diciutkan, sehingga dia mampu mengangkut 90 mobil, 7 truk, dan sejumlah penumpang. Pengoperasiannya ditangani oleh Lusitania Ferre, anak perusahaan Contramar. Kendati hanya melayani rute pendek LisabonwTangier, Lusitania mempunyai sarana telekomunikasi lengkap. Ada saluran telepon, teleks, dan faksimil. Untuk perjalanan ke Timor Timur, panitia penyelenggaranya menambah dua terminal baru. Satu terminal digunakan untuk keperluan komunikasi panitia sendiri. Terminal lainnya disediakan bagi pers yang meliput misi provokasi ini. Kedua terminal itu tak hanya memberikan saluran telepon atau teleks. Saluran televisi pun tersedia. Di dalam kapal ada ruang makan, ruang duduk, beberapa kabin, dapur, kamar mandi, dan kamar khusus untuk kapten serta para awak kapal. Peserta misi dan pers tak boleh masuk ruangan ini. Makanan disediakan untuk 120 orang lebih berdasarkan menu yang dibuat di Lisabon oleh beberapa ahli gizi. Di dalam Lusitania ada ruang duduk yang berbeda untuk pers dan peserta misi provokasi itu. Bagi Kapten Luis dos Santos dan 11 anak buahnya, pelayaran ke Dili itu tak dianggap ada kaitannya dengan masalah politik. Dia hanya menjalankan tugas dari perusahaan yang mempekerjakannya. Perusahaan Lusitania Ferre, pemilik kapal itu, menganggap perjalanan ke Dili sebagai kegiatan bisnis belaka. Lusitania Ferre, menurut kabar, mengutip ongkos sewa tanpa potongan harga untuk perjalanan yang diselenggarakan oleh Misao Paz Em Timor. Menurut panitia, pelayaran misi ke Dili itu menelan biaya seluruhnya US$ 1,5 juta atau sekitar Rp 3 milyar. Karena itu, Kapten Luis dos Santos tidak merasa perlu mengikuti kehendak panitia Misao Paz Em Timor yang mencarternya. Bagi Santos, keselamatan pelayaran adalah hal yang paling utama. "Kalau situasinya saya anggap membahayakan awak kapal, penumpang, dan kapal itu sendiri, kami akan putar haluan kembali ke Darwin," ujarnya. Dia tak mau tahu perkara politik. Bahkan ketika diserbu wartawan di Darwin dengan pertanyaan kemungkinan dihalang-halangi sebelum masuk Dili, Santos menjawab dengan tenang, "Saya akan mengambil keputusan pada saat itu." PTH dan DA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini