Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Perjuangan Untuk Sebuah Tanggul

Perusahaan pengerukan pasir kuarsa (PT. Asima Standard) diadukan ke kejaksaan negeri kisaran oleh bupati Asahan, karena pengerukan tersebut menyebabkan terendamnya perkampungan & Kebun Kelapa Rakyat. (ds)

12 September 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MUSIM kemarau. Tapi banjir datang juga melanda Desa Tanjungtiram di pantai timur Sumatera Utara. Penduduk desa yang berjumlah sekitar 3.500 jiwa itu juga merasa kian gelisah karena banjir itu tidak akan cepat reda. Apa yang salah? "Kalau pasir kuara di pantai ini tidak dikeruk, tentu tidak sampai begini," keluh Anwarkabi, Kepala Desa Tanjungtiram pada TEMPO. Pasir kuarsa itu memang membentuk semacam tanggul yang melindungi perkampungan penduduk. Tapi sejak 1978, tanggul itu dikeruk oleh sebuah perusahaan. Di tahun 1979 penduduk Tanjungtiram mengadukan pengerukan pasir itu kepada Bupati Asahan Bahmid Muhammad. Akibat pengerukan pasir oleh PT Asima Standard itu memang cukup besar. 75% rumah penduduk terlihat seperti berada di tengah laut kalau air lagi pasang. "Hempasan ombak yang besar terasa seperti mau menghanyutkan rumah kami," ujar Ujang, penduduk Tanjungtiram yang rumahnya tergenang. Rumah penduduk desa itu, sebagaimana umumnya perkampungan nelayan, terbuat dari kayu dengan atap rumbia. Tinggi air asin itu sampai satu jengkal di atas lantai. Tidak tahan terkurung air, 35 orang memindahkan rumah ke "darat" yang masih aman. Bupati Didatangi Rakyat Bupati kemudian meninjau Tanjungtiram, kaget: bukan saja perkampungan yang terendam, tapi juga kebun kelapa rakyat yang ditaksir mencapai 10.000 ha. "Pohon kelapa itu akan mati perlahan-lahan," ujar Ihrahim, Ketua KNPI Tanjungtiram yang ikut mengadukan persoalan ini ke bupati. Tapi sayangnya, Bahmid tidak berhak menyetop PT Asima. Sebab izin penggalian dikeluarkan Departemen Pertambangan. Ia hanya menjanjikan tidak memberi rekomendasi baru untuk perpanjangan izin yang habis akhir tahun 1980. Toh PT Asima tidak juga menghentikan kegiatan sampai akhir Juli lalu. Penduduk khawatir bupati ingkar janji. Maka, 3 Agustus lalu puluhan penduduk kembali naik bis ke Kisaran menemui bupati. Bahmid ternyata tidak ingkar janji. Bergegas ia ke Tanjungtiram membuktikan pengaduan penduduk. Di pantai itu Bahmid melihat sendiri masih ada dua tongkang yang sudah penuh pasir kuarsa. Setelah diusut ketatuan: PT Asima punya rekomendasi dari Kepala Pelabuhan Tanjungtiram. Karena rekomertdai bukan surat izin, bupati memerintahka agar du tongkang itu ditahan, dan pasirnya dikembalikan ke laut. Perintah itu ternyata juga tidak mempan. Seminggu kemudian sang tongkang sudah kabur bersama 1.500 ton pasir kuarsa. Penduduk kembali mengadu ke bupati. Yang dilapori tidak menunda persoalan lagi. Hari itu juga dilayarkan surat ke Kejaksaan Negeri Kisaran mengadukan A.T. Simarmata (Dir-Ut PT Asima Sundard), S.A. Hunthe Syahbandar Tanjungtiram), M. Akhir Dalimunthe (agen kapal) dan Lian Nasution (petugas Bea Cukai) yang diduga bekerjasama dalam meloloskan dua tongkang tadi. Ramai juga kalau akhirnya sampai ke pengadilan. Tapi Simarmau merasa tak bersalah. Rekomendasi tadi dianggap sudah bisa dipakai untuk memulai pengerukan. "Itulah sebabnya saya berni mengambil pasir di sana," ujar Simarmata. Pejabat di Kantor Pemda Asahan juga heran mengapa Departemen Pertambangan mengeluarkan izin untuk bahan galian "C" seperti pasir kuarsa tadi. "Padahal itu wewenang gubernur," ujar Sumada Astono, Kahumas Pemda Asahan. Meski Gubernur Sum-Ut E.W.P. Tambunan sudah pula ikut melarang, dengan mengirimkan nota dinas ke Camat ranjungtiram, Simarmata belum juga mundur. Diajukannya surat permohonan untuk bisa memperoleh rekomendasi dari Kanwil Perhubungan Laut I di Medan. Instansi ini tentu tidak mau mengeluarkan rekomendasi karena sudah diberitahu bahwa bupati Asahan mengadukan Dir-Ut PT Asima Standard ke Kejaksaan. Persoalannya belum diproses untuk ke mahkamah. Tapi penggalian, syukur bagi rakyat Tanjungtiram, sudah berhenti. Setidaknya untuk sementara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus