Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Legislasi DPR dan pemerintah menyepakati Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (RUU PPP) dibawa ke pembicaraan tingkat II di rapat paripurna, untuk segera disetujui menjadi undang-undang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Keputusan diambil dalam rapat pleno yang digelar pada Rabu malam, 13 April 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua Panja RUU PPP, Achmad Baidowi mengatakan, rapat pleno tingkat I dihadiri sembilan fraksi. Sebanyak delapan fraksi menyetujui RUU PPP dibawa ke rapat paripurna. "Hanya PKS yang menolak," ujar Baidowi, Rabu, 13 April 2022.
Jika pimpinan DPR menyetujui, kata Baidowi, maka RUU. PPP akan disahkan dalam rapat paripurna yang akan digelar hari ini. "Jadi tergantung pimpinan," tuturnya.
Adapun Fraksi PKS memandang pembahasan RUU PPP terlalu tergesa-gesa dan bahkan seolah kejar tayang untuk segera disahkan. "Fraksi PKS menilai masih diperlukan pengkajian yang mendalam terhadap substansi perubahan undang-undang yang dimaksud," demikian pandangan fraksi tersebut.
PKS mengingatkan agar RUU PPP tidak semata-mata dikebut hanya untuk memberikan payung hukum bagi UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Melainkan, semestinya ditujukan menyelesaikan tumpang tindih peraturan perundang-undangan yang ada dalam rangka perbaikan kualitas produk legislasi.
Baleg membahas daftar inventarisir masalah (DIM) dari pemerintah mulai 8 April hingga 14 April. Panja mengebut pembahasan dalam sepekan, mengejar penutupan masa sidang 14 April. Ada 362 DIM yang diajukan pemerintah dalam revisi UU PPP.
Sebanyak 362 DIM tersebut terdiri atas 213 DIM tetap, 24 DIM perubahan substansi, 17 DIM substansi baru, 63 DIM perubahan redaksional, dan 45 DIM yang diusulkan untuk dihapus. Mayoritas DIM tidak berubah, sehingga total ada 80 DIM yang dibahas Baleg DPR bersama Pemerintah.
Revisi UU PPP ini merupakan usul inisiatif DPR. Laporan akhir Panja menyebut ada 20 poin perubahan dan penambahan dalam RUU PPP. Kebanyakan terkait dengan metode omnibus law.
Di antaranya, penambahan Pasal 42A yang mengatur mengenai perencanaan pembentukan peraturan perundang-undangan yang menggunakan metode omnibus dan perubahan Pasal 64 yang mengatur mengenai penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan dapat menggunakan metode omnibus.
Selanjutnya, penambahan Pasal 97A, Pasal 97B, dan Pasal 97C yang mengatur mengenai materi muatan peraturan perundang-undangan yang menggunakan metode omnibus, pembentukan peraturan perundang-undangan berbasis elektronik, pengharmonisasian rancangan peraturan perundang-undangan di lingkungan Pemerintah serta evaluasi regulasi.
Sejumlah pakar sebelumnya mengkritik bahwa DPR terlalu memaksakan perubahan UU PPP demi melegitimasi UU Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi. UU diubah hanya untuk memasukkan metode omnibus.
Dosen hukum tata negara Universitas Bung Hatta, Helmi Chandra, menilai bahwa cara yang ditempuh para legislator dengan merevisi UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan hanya mencari jalan pintas untuk melegalkan kembali undang-undang yang dikenal dengan nama undang-undang sapu jagat itu.
Helmi menegaskan bahwa tidak masalah memasukkan metode omnibus, tapi harus sesuai dengan logika. "Pertama, harus selesaikan dulu putusan Mahkamah Konstitusi, yang artinya membahas ulang UU Cipta Kerja. Baru revisi memasukkan metode omnibus bisa dilakukan," ujarnya beberapa waktu lalu.
Ahli hukum tata negara dari Universitas Padjadjaran, Indra Perwira, menilai, setelah revisi UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan selesai dilakukan, potensi permohonan judicial review terhadap UU Cipta Kerja akan kembali diajukan masyarakat sipil. Menurut dia, revisi UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan saat ini mengacak-acak logika hukum karena undang-undang sapu jagat berlaku surut.
Menurut Indra, masyarakat sipil akan tetap mengajukan uji materi jika pemerintah menganggap bahwa putusan MK bisa selesai dengan mengajukan revisi UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan karena metode omnibus sudah dimasukkan. "Masyarakat sipil pasti tetap mengajukan uji materi Undang-Undang Cipta Kerja ke MK. Karena secara formalnya (omnibus) sudah ada meski berlaku surut," ucap Indra ihwal sikap DPR.
DEWI NURITA | IMAM HAMDI
BACA: DPR Bakal Kebut Pembahasan Revisi UU PPP, Target Selesai dalam Sepekan
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu