DUA desa bertetangga, Padang Sibusuk Selatan (PSS) dan Kampung Baru (KB) di Kabupaten Sawahlunto Sijunjung, Sumatera Barat, kini bak dicekam suasana darurat perang. Di jalanan, cuma puluhan tentara dan polisi bersenjata yang tampak lalu lalang mewaspadai kedua desa berbukit-bukit itu sejak dua pekan lalu. Penduduk -- dengan diberlakukannya jam malam -- lebih suka berkurung di rumah. Jika bepergian pun cuma berani dengan bis umum. Itu pun sopirnya wajib lapor ke tiga pos komando yang sontak muncul di kedua desa itu. Ketentuan itu juga berlaku bagi yang pergi ke ladang. Kisah 20 Mei lalulah yang melatarbelakangi pemandangan ini. Siang itu, Syafjoni, 24 tahun, baru saja tiba di ladangnya dekat Desa Kampung Baru. Ia datang bersama mamaknya, Darwis Datuk Nan Gadang, serta pakcik dan makciknya, Nafril dan Murni. Masih sedang melepas lelah, mereka melihat Samsuar Paduko Sati, Kepala Desa Kampung Baru, dan seorang berkaus loreng datang dari kejauhan. Firasat Joni pun terganggu apalagi Samsuar kemudian hilang di balik semak. Tiba-tiba terdengar suara tembakan pistol berdentam-dentam. Seiring dengan itu muncul ratusan orang membawa parang, tombak, dan kapak. Prahara pun dimulai ketika seorang penyerang menusukkan tombaknya ke arah Darwis. Murni dan Joni bisa menerobos kepungan itu. Walau sempat menikam mati seorang penyerang, Darwis dan Nafril tewas dikeroyok massa yang mengamuk itu. Tragisnya, kedua mayat itu mereka cincang. Untung, Yurnalis, 44 tahun, Kepala Desa PSS, berhasil membujuk warganya agar tak balik menyerang. Situasi pun terkendali setelah munculnya satuan-satuan ABRI. Belasan orang KB kini diperiksa pihak berwenang. Sejak saat itulah, ketiga posko yang ditutup 17 Mei itu kembali diaktifkan. Kembali ? Ya, kisah 9 April lalu itulah yang memicu bentrokan itu. Hari itu. Yurnalis menemukan dua warganya tertatih-tatih berlumur darah di batas desa. Keduanya mengaku dikeroyok pemuda KB karena dituduh mencuri karet. Itulah yang membikin orang PSS mencegat setiap bis yang menuju KB. Setiap penumpang dari KB mereka pukuli. Akibatnya, lima orang luka-luka. Sejak itulah suasana darurat dan jam malam diberlakukan. Tapi kisah ini sebenarnya cuma kelanjutan peristiwa baku hantam 24 April tahun lalu ketika penduduk KB menuduh orang PSS mencuri getah mereka. Pasal kebun karet ini memang sudah lama meruncing. Menurut versi orang KB, Belanda dulu mencadangkan 40 hektar "hutan simpanan" di sana dengan berbagai pohon buah-buahan yan, dilarang ditebang. Tapi ketika Jepang datang, areal itu ditanami orang KB dengan palawija dan karet. Belakangan, penduduk KB berhasil memohon areal seluas 40 hektar itu ke Dinas Kehutanan untuk jadi hak milik pada 1963. Nah, kebun karet inilah yang dituntut sebagian hasilnya oleh penduduk PSS karena termasuk tanah ulayat mereka. Campur tangan Pemda gagal menyelesaikan konflik ini. Sebaliknya, penduduk PSS menyebut penyerobotan itu dilakukan penduduk KB ketika PKI berhasil merayu mereka pada 1963. Bukan sejak zaman Jepang. Yurnalis mengaku tahu persis siapa saja orang yang terlibat PKI, yang membunuh Datuk Darwis itu. Menurut Camat Sawahlunto, M. Zahirian, memang ada 60 orang eks PKI di KB, di antaranya ada yang bergolongan B. Tapi adakah peristiwa itu berlatar belakang politik. Zahirian belum beram memastikannya.Bersihar Lubis & Fachrul Rasyid (Padang)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini