Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua DPR Komisi Hukum Desmond Junaidi Mahesa mengusulkan pembentukan panitia khusus untuk menelusuri kasus transaksi mencurigakan senilai Rp 349 triliun yang dilaporkan Pusat Pelaporan Transaksi Analisa Keuangan (PPATK). Hal itu dilontarkan Desmond dalam rapat bersama PPATK hari ini, Selasa, 21 Maret 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Desmond menjelaskan, kasus transaksi mencurigakan ini diduga mengandung Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Jika kasus ini ternyata berdampak terhadap pajak sebagai sumber pendapatan negara, dia mengatakan pansus mesti dibentuk.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Maka rapat hari ini penting untuk ketegasan PPATK agar pansus ke depan tidak kaya gosokan, maju mundur. Makanya perlu penegasan bahwa di sana dicurigai ada pencucian uang,” kata Desmond dalam rapat, Selasa, 21 Maret 2023.
Pansus akan panggil Kementerian Keuangan
Desmond menyebut pansus akan memangil Kementerian Keuangan yang dipimpin Sri Mulyani. Pasalnya, masalah ini dinilai juga menyangkut pendapatan negara dan pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Karena itu, Kemenkeu sebagai bendahara negara harus dipanggil.
“Maka persoalan ini harus kita pansuskan, sehingga pertanggungjawaban tidak menguap seperti sekarang,” kata anggota DPR dari Fraksi Partai Gerindra itu.
Ketua PPATK dicecar anggota DPR
Dalam rapat, Kepala PPATK Ivan Yustiavanda mendapat cecaran dari sejumlah anggota komisi hukum. Aboe Bakar Alhabsyi dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), misalnya, mengatakan dugaan adanya transaksi mencurigakan ini membuat masyarakat enggan membayar pajak.
Di sisi lain, Aboe menyayangkan pernyataan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud Md yang mulanya menyampaikan informasi transaksi janggal, namun angkanya berubah-ubah.
“Yang jadi pertanyaan, sebenarnya transaksi apa sih, Pak Ivan? Transaksi apa? Angka sekian ratus triliun ini jenis kelaminnya apa? Biar jelas,” kata Aboe.
Anggota Komisi Hukum dari Fraksi Partai Demokrat, Benny Kabur Harman, pun mencecar Ivan dengan mempertanyakan motif di balik pengungkapan dugaan transaksi janggal ini kepada publik. Padahal, kata Benny, PPATK sesuai konstitusi hanya boleh melaporkan kepada Presiden dan DPR.
Benny bertanya kepada Ivan apakah tindakan Mahfud Md yang mengungkapkan ke publik itu diperbolehkan. Sementara Ivan menyebut bahwa Mahfud merupakan Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
“Beliau (Mahfud) umumkan ke publik, anda tahu?,” tanya Benny kepada Ivan.
“Saya dengar di media. Saya tahu,” jawab Ivan.
“Apa itu boleh?,” tanya Benny.
“Sepanjang tidak menyebutkan nama,” ujar Ivan.
Benny kembali mengulangi pertanyaannya dengan nada yang mulai tinggi. “Apa itu boleh?,” kata Benny.
“Menurut saya boleh,” kata Ivan.
Ivan jelaskan soal transaksi mencurigakan Rp 349 triliun
Ivan pun berupaya meluruskan informasi yang beredar. Ia menampik jika transaksi mencurigakan senilai Rp 349 triiun itu disebut terjadi di Kemenkeu.
Dia bercerita, mulanya PPATK menemukan ada transaksi janggal yang berhubungan dengan kasus kepabeanan dan perpajakan. Oleh sebab itu, PPATK menyerahkan laporan hasil analisis (LHA) kepada Kemenkeu selaku penyidik tindak pidana asal mengingat dua sektor itu berada di bawah wewenang Kemenkeu.
“Jadi tindak pidana asal misalnya, kepabeanan atau perpajakan, itu yang kita sampaikan kepada penyidiknya. Jadi sama sekali tidak bisa diterjemahkan kejadian tindak pidananya itu di Kemenkeu. Itu jauh berbeda,” kata Ivan.
Polemik soal transaksi mencurigakan senilai Rp 349 triliun ini awalnya dipicu oleh pernyataan Mahfud Md. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu sempat menyatakan menerima laporan dari PPATK terkait adanya transaksi senilai Rp 300 triliun di kalangan para pegawai Kementerian Keuangan. Pernyataan Mahfud itu kemudian dipertanyakan oleh Menteri keuangan Sri Mulyani.
IMA DINI SHAFIRA | M. JULNIS FIRMANSYAH