Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Reaksi Parpol KIM Plus Ihwal Sikap PDIP atas Kebijakan PPN 12 Persen

Partai Nasdem menyatakan kebijakan PPN 12 persen adalah bagian dari reformasi perpajakan yang bertujuan memperkuat penerimaan negara.

23 Desember 2024 | 12.22 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Partai Nasional Demokrat (Nasdem), yang merupakan anggota Koalisi Indonesia Maju atau KIM Plus, menyoroti sikap tidak konsisten Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) terhadap penerapan kebijakan Pajak Pertambahan Nilai atau PPN 12 persen yang akan berlaku mulai 1 Januari 2025. 

Wakil Ketua Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi Nasdem Fauzi Amro mengatakan kebijakan tersebut merupakan amanat dari Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), yang sebelumnya telah disepakati oleh pemerintah dan DPR, termasuk oleh Fraksi PDIP.

“Penolakan PDIP terhadap kebijakan ini bertentangan dengan keputusan yang telah diambil sebelumnya,” kata Fauzi dalam keterangan tertulis di Jakarta pada Senin, 23 Desember 2024, seperti dikutip dari Antara.

Sebelumnya, Ketua DPR sekaligus Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDIP Puan Maharani mewanti-wanti dampak kenaikan PPN menjadi 12 persen per 1 Januari 2025. Dia menyarankan agar pemerintah mendengarkan masukan dari berbagai kalangan, termasuk para pakar, terhadap potensi yang bisa ditimbulkan atas kebijakan itu. Puan tak menyangkal kenaikan PPN 12 persen sejalan dengan amanat UU HPP, tetapi dia mengatakan dampaknya terhadap daya beli masyarakat dan pertumbuhan ekonomi harus dihitung.

Menurut Fauzi, UU HPP adalah hasil kesepakatan bersama yang disahkan melalui Rapat Paripurna DPR pada 7 Oktober 2021. Dalam pembahasannya, Panitia Kerja (Panja) RUU HPP dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi XI DPR RI dari Fraksi PDIP Dolfie Othniel Frederic Palit.

Untuk itu, dia menilai langkah PDIP mencerminkan sikap yang tidak konsisten karena telah mengkhianati atau mengingkari kesepakatan yang dibuat bersama antara pemerintah dan DPR, termasuk Fraksi PDIP yang sebelumnya menyetujui kebijakan tersebut.

“Sikap ini seperti lempar batu sembunyi tangan dan berpotensi mempolitisasi isu untuk meraih simpati publik,” tuturnya.

Menurut Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Nasdem itu, kenaikan PPN menjadi 12 persen merupakan bagian dari reformasi perpajakan yang bertujuan memperkuat penerimaan negara serta mendukung konsolidasi fiskal. Pemerintah juga telah memberikan pengecualian PPN nol persen untuk bahan pokok.

Adapun jenis barang dan jasa PPN nol persen mulai 1 Januari 2025, yakni barang meliputi beras, daging ayam ras, daging sapi, gula pasir, berbagai jenis ikan, telur ayam, cabai hijau, cabai merah, cabai rawit, dan bawang merah.

Kemudian, jasa yang tidak dikenai PPN 12 persen atau nol persen mulai Januari 2025 terdiri atas jasa pendidikan, layanan kesehatan, jasa angkutan umum, jasa tenaga kerja, jasa keuangan, jasa asuransi, buku, vaksin polio, rumah sederhana dan sangat sederhana, rumah susun sederhana milik (rusunami), serta pemakaian listrik dan air minum.

“Langkah ini menunjukkan keberpihakan pemerintah terhadap kebutuhan dasar masyarakat,” ucap Fauzi.

Fauzi menuturkan Nasdem mendukung pelaksanaan kebijakan tersebut sembari meminta pemerintah memperkuat mekanisme pengawasan agar tidak terjadi distorsi di pasar. Nasdem juga mendorong adanya program kompensasi atau subsidi bagi kelompok masyarakat rentan untuk meminimalkan dampak kenaikan tarif PPN.

Komisi XI DPR pun, kata dia, akan terus memantau pelaksanaan kebijakan tersebut dan berkomitmen membuka ruang dialog dengan Pemerintah serta pelaku usaha untuk memastikan kebijakan berjalan sesuai tujuan tanpa mengorbankan stabilitas ekonomi rakyat.

Dengan rekam jejak digital yang masih tersedia, dia pun mengingatkan PDIP untuk konsisten dengan keputusan yang telah disepakati dan tidak mempermainkan isu tersebut demi kepentingan politik jangka pendek.

Fraksi Gerindra: PDIP yang Mengusulkan Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

Hal senada diungkapkan Fraksi Partai Gerindra DPR RI, yang menyebutkan PDIP seperti lempar batu sembunyi tangan saat bersikap mengenai kenaikan PPN menjadi 12 persen.

“PDIP terus mencari simpati rakyat, tetapi mereka lupa bahwa merekalah yang mengusulkan soal kenaikan PPN 12 persen itu,” kata Anggota Fraksi Partai Gerindra DPR RI Bahtra Banong dalam keterangannya di Jakarta pada Sabtu, 21 Desember 2024.

Bahtra menuturkan ketua panja kenaikan PPN 12 persen pada waktu itu adalah kader PDIP sekaligus Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Dolfie Othniel Frederic Palit.

Karena itu, dia mengatakan sikap PDIP saat ini yang memiliki sentimen negatif terhadap keputusan pemerintah Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka soal kenaikan PPN merupakan hal yang tidak layak diperlihatkan kepada publik.

“Mereka minta batalkan, padahal pengusulnya mereka dan bahkan ketua panja adalah kader mereka. Kenapa sekarang ramai-ramai mereka tolak?” katanya.

Dia mengatakan PDIP seharusnya memberikan apresiasi kepada Presiden Prabowo karena bertanggung jawab melaksanakan kebijakan PPN 12 persen tersebut.

“Mereka seharusnya apresiasi Presiden Prabowo karena berani bertanggung jawab atas sebuah kebijakan yang diusulkan DPR dan pemerintahan sebelumnya, termasuk oleh PDIP pada saat itu,” ujarnya.

Ketua DPP PDIP Deddy Yevri Sitorus: Salah Alamat kalau Dibilang Inisiatornya PDIP

Adapun Ketua Dewan Pimpinan Pusat PDIP Deddy Yevri Sitorus membantah tudingan fraksi partainya yang mengusulkan kenaikan PPN menjadi 12 persen. Dia mengatakan kenaikan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen melalui pengesahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021, bukan atas dasar inisiatif Fraksi PDIP DPR.

Dia mengatakan pembahasan UU itu sebelumnya diusulkan oleh pemerintahan Joko Widodo pada periode lalu. PDIP, kata dia, sebagai fraksi yang terlibat dalam pembahasan, kemudian ditunjuk sebagai ketua panja.

“Jadi salah alamat kalau dibilang inisiatornya PDI Perjuangan, karena yang mengusulkan kenaikan itu adalah pemerintah dan melalui Kementerian Keuangan,” kata Deddy melalui keterangan tertulis pada Ahad, 22 Desember 2024.

Dia menjelaskan, pada saat itu, UU tersebut disetujui dengan asumsi perekonomian Indonesia dan global dalam kondisi yang baik-baik saja. Namun, kata Deddy, seiring berjalannya waktu, ada sejumlah kondisi yang membuat banyak pihak, termasuk PDIP, meminta penerapan kenaikan PPN menjadi 12 persen dikaji ulang.

Misalnya, seperti daya beli masyarakat yang terpuruk dan badai PHK di sejumlah daerah, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang saat ini terus melemah. Dengan permintaan itu, kata Deddy, bukan berarti Fraksi PDIP DPR menolak PPN menjadi 12 persen.

“Jadi sama sekali bukan menyalahkan pemerintahan Pak Prabowo, bukan, karena memang itu sudah given dari kesepakatan periode sebelumnya,” kata dia.

Annisa Febiola dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan editor: Kata Waka Banggar DPR dan PDIP Soal Kebijakan PPN 12 Persen

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus