Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Reformasi Terancam, Aktivis Yogya Kirim Kaca Pembesar untuk Jokowi

Sejumlah aktivis pegiat HAM Yogyakarta menyerukan protes keras pada Presiden Jokowi atas sikapnya belakangan kian mengancam amanat reformasi.

6 Februari 2024 | 13.05 WIB

Aktivis pegiat HAM Yogyakarta mengirim paket kaca pembesar dan klipingan berita melalui Kantor Pos Besar Yogya untuk Presiden Jokowi dan petinggi Istana Selasa 6 Februari 2024. Tempo/Pribadi Wicaksono
Perbesar
Aktivis pegiat HAM Yogyakarta mengirim paket kaca pembesar dan klipingan berita melalui Kantor Pos Besar Yogya untuk Presiden Jokowi dan petinggi Istana Selasa 6 Februari 2024. Tempo/Pribadi Wicaksono

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah aktivis pegiat Hak Asasi Manusia (HAM) Daerah Istimewa Yogyakarta menyerukan protes keras pada Presiden Joko Widodo atau Jokowi dan para menterinya atas kebijakan dan sikap-sikapnya yang belakangan kian mengancam amanat reformasi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Para aktivis itu, menggelar aksi protes dengan cara mengirim paket kaca pembesar disertai sejumlah kliping pemberitaan media massa, yang belakangan gencar menyoroti tindak tanduk Jokowi dan para menteri, khususnya petinggi Istana.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Kaca pembesar dan klipingan berita yang dikirim melalui Kantor Pos Besar Yogya itu dimaksudkan agar Jokowi dan para pejabatnya bisa lebih mudah membaca informasi di akar rumput. Sehingga bisa segera sadar dan berubah bahwa perilakunya disorot publik karena mengancam kehidupan demokrasi dan cita cita reformasi.

"Ada tiga paket kaca pembesar yang kami kirim, paling besar untuk Jokowi, yang sedang untuk Menteri Sekretaris Negara Pratikno, dan paling kecil untuk Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana," kata tKoordinator Koalisi Pegiat HAM Yogyakarta Tri Wahyu ditemui di Kantor Pos Besar Yogyakarta.

Uniknya, kaca pembesar itu masing masing punya nama, menyesuaikan 'dosa' para pejabat yang jadi tujuan penerima.

Kaca pembesar untuk Jokowi dilabeli dengan nama Bangkotan yang merupakan kependekan dari Bapak Konflik Kepentingan. Lalu untuk Pratikno, kaca pembesarnya dilabeli Operator dan kaca pembesar untuk Ari Dwipayana dilabeli Busuk.
 
Kaca pembesar Jokowi bernama Bangkotan ketika mantan Walikota Solo itu menyatakan hak demokrasi namun fakta di lapangan sebaliknya. 

"Contohnya ada aparat yang mengintimidasi sejumlah petinggi kampus yang menjelang Pemilu 2024 ini banyak menyerukan gerakan moral bersama sivitas akademika untuk mengkritisi situasi pemerintahan yang makin tidak demokratis dan beretika," kata Tri.

Pembungkaman yang dilakukan Jokowi pada gerakan akar rumput dan kalangan kampus ini, kata Tri, menunjukkan problem serius terkait netralitas aparat dalam Pemilu 2024 sekaligus menguatnya fenomena nabok nyilih tangan alias menyerang dengan tangan lainnya.

Lebih parahnya, kata Tri, Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana yang juga berlatarbelakang akademisi di UGM, ikut menyatakan bahwa gerakan sivitas akademika tersebut hanyalah orkestrasi kepentingan elektoral.

"Maka kaca pembesar untuk Ari Dwipayana ini kami labeli Busuk, kami mengecam keras pernyataan Ari Dwipayana yang melupakan akarnya sebagai akademisi sekaligus pernah aktif di salah satu NGO di Yogyakarta, justru keblinger menyatakan hal itu," 

Ari Dwipayana, kata Tri, yang semestinya membawa nilai-nilai keilmuan dan idealisme malah terjerembab dalam fenomena akut 'Asal Bapak Nepotisme' senang.

Para aktivis pun jengah bagaimana seorang kepala negara berpihak pada Pemilu 2024.

"Ada acungan dua jari dari mobil kepresiden dan Jokowi menyebut itu menyenangkan, para menteri pun menjadi partisan untuk pemenangan dinasti nepotisme Jokowi ini," kata dia.

Adapun kaca pembesar untuk Mensesneg Pratikno dilabeli Operator Nepotisme.

"Kaca pembesar ini dapat dipakai untuk memperjelas penglihatan pejabat istana atas makin brutal dan busuknya kongkalikong di istana untuk kepentingan elektoral atau pemenangan dinasti nepotisme Jokowi," kata dia.

"Kami sampaikan kepada masyarakat agar bersama sama menjaga mandat reformasi dengan menolak keras dinasti nepotisme Jokowi yang membawa Indonesia kembali mundur situasi kondisi demokrasi sebelum reformasi," kata dia.

Juli Hantoro

Juli Hantoro

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus