Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Nusa

Regulasi Bali Larang Air Minum dalam Kemasan Plastik di Bawah 1 Liter

Pemprov Bali melarang peredaran air minum dalam kemasan plastik di bawah 1 liter, tapi botol kaca dan galon tetap dibolehkan. Alasannya?

15 April 2025 | 16.17 WIB

Ilustrasi air mineral by Boldsky
Perbesar
Ilustrasi air mineral by Boldsky

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Provinsi Bali menerbitkan Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 9 Tahun 2025 untuk menghadapi krisis sampah plastik. Dalam surat edaran tersebut, Gubernur I Wayan Koster melarang secara resmi produksi dan distribusi air minum dalam kemasan (AMDK) plastik dengan volume di bawah 1 liter.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Larangan ini tidak hanya ditujukan kepada produsen besar, tetapi juga berlaku bagi pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) yang menjual air minum kemasan plastik sekali pakai berukuran kecil. Langkah ini didasari oleh fakta bahwa jenis sampah plastik dari AMDK ukuran kecil, seperti kemasan gelas 220 ml, menjadi penyumbang utama pencemaran lingkungan di Bali.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Berdasarkan data dari Brand Audit 2024 oleh Sungai Watch, salah satu produsen AMDK besar tercatat sebagai penyumbang 10.334 item sampah kemasan gelas plastik di Bali, dan total 39.480 item sampah plastik sekali pakai di Bali dan Jawa Timur. Sampah jenis ini sulit didaur ulang, bernilai ekonomis rendah, dan seringkali berakhir mencemari pantai dan laut.

“Tidak mematikan, bukan soal mematikan usaha tapi jaga lingkungan, silakan berproduksi tapi jangan merusak lingkungan, kan bisa botol kaca, bukan plastik seperti di Karangasem ada kan bagus botolnya,” kata Gubernur Bali Wayan Koster pada Minggu, 6 April 2025, dikutip dari Antara.

Ia menyebutkan bahwa pada 2024, timbulan sampah di Bali telah mencapai 1,2 juta ton, dengan sebagian besar berasal dari sampah plastik sekali pakai.

Galon dan Botol Kaca Masih Diperbolehkan 

Meski larangan berlaku untuk kemasan kecil, Gubernur Koster menjelaskan bahwa galon dan kemasan air ramah lingkungan seperti botol kaca tetap diperbolehkan. Ia bahkan mendorong produsen untuk melakukan inovasi dalam pengemasan agar tetap bisa berproduksi tanpa merusak lingkungan.

“Saya akan mengumpulkan semua, ada PDAM, perusahaan-perusahaan swasta di Bali, termasuk Danone, itu akan saya undang semua, tidak boleh lagi memproduksi minuman kemasan yang 1 liter ke bawah, kan ada yang seperti gelas itu tidak boleh lagi, kalau galon boleh,” ujarnya.

Koster juga mencontohkan produsen lokal di Karangasem yang telah menggunakan kemasan botol kaca sebagai alternatif ramah lingkungan. Untuk mendukung implementasi kebijakan ini, pengawasan akan dilakukan secara ketat oleh Satpol PP bersama perangkat daerah dan komunitas lingkungan.

Bagi produsen yang tetap melanggar aturan, Pemprov Bali tidak segan memberikan sanksi administratif, termasuk pencabutan izin usaha dan pengumuman terbuka melalui media sosial sebagai perusahaan yang tidak ramah lingkungan.

Dukungan dari Berbagai Pihak

Kebijakan ini mendapat sambutan positif dari berbagai kalangan, termasuk dari Anggota Komisi VII DPR RI Bane Raja Manalu. Ia menyebut larangan ini sejalan dengan semangat pelestarian lingkungan dan nilai-nilai budaya Bali yang menjunjung keseimbangan alam.

“Kebijakan yang baik untuk masa depan Bali dan masyarakatnya, sesuai dengan kultur Bali yang menjaga keseimbangan budaya dan lingkungan,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa kebijakan ini justru membuka peluang ekonomi baru, seperti berkembangnya industri tumbler, refill station, dan distributor air isi ulang. Menurut Bane, keberhasilan kebijakan ini juga akan mendorong masyarakat Indonesia untuk lebih sadar lingkungan.

“Cerita tentang hiu dan paus yang memakan sampah plastik semoga kelak hanya tinggal cerita. Selalu ada peluang ekonomi, tapi menyelamatkan bumi yang terpenting,” katanya.

Kebijakan ini menjadi langkah nyata untuk mengurangi polusi plastik dari hulu, mendorong perubahan perilaku masyarakat, dan membentuk sistem pengelolaan sampah yang lebih berkelanjutan.

Keberhasilan pelaksanaan Surat Edaran Nomor 9 Tahun 2025 tentu bergantung pada kerja sama semua pihak, termasuk pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat. Jika diterapkan dengan konsisten, langkah ini dapat menjadi model nasional dalam mengurangi ketergantungan terhadap plastik sekali pakai dan menjadikan Bali tetap layak menjadi destinasi wisata dunia yang hijau, bersih, dan lestari.

Bestari Saniya Rakhmi turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus