Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - BEM UI merilis kajian soal authoritarian democracy atau demokrasi otoriter melalui akun instagram @bemui_official pada Ahad, 28 April 2024. Kajian itu menyinggung penetapan presiden dan wakil presiden terpilih Prabowo-Gibran sebagai langkah menuju iklim demokrasi yang bernuansa otoriter di Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Ketua BEM UI Verrel Uziel, rilis tersebut merupakan bentuk peringatan dari BEM UI untuk pemerintah. “Kami terus berusaha mengingatkan pemerintah untuk memperbaiki kepercayaan masyarakat dengan menghentikan sikap niretika dan praktik nepotisme,” kata Verrel melalui pesan singkat pada Ahad, 28 April 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam kajian itu, BEM UI menyoroti sikap lembaga-lembaga negara yang dinilai menggunakan instrumen demokrasi untuk membenarkan pelanggaran etika dan nepotisme di Pilpres 2024. Praktik tersebut mereka anggap sebagai ciri dari demokrasi otoriter yang saat ini terjadi di berbagai negara dunia, termasuk Indonesia.
Kajian bertajuk "Habis Gelap, Terbitlah Gelap: Selamat Datang Era Demokrasi Otoriter” itu juga menyinggung berbagai pelanggaran etika dalam proses Pilpres. Di antaranya mobilisasi aparat dan kepala daerah, keterlibatan menteri dalam kampanye, politik gentong babi, hingga pelanggaran etik di Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Mahkamah Konstitusi (MK).
BEM UI menganggap pengabaian berbagai pelanggaran dalam Pemilu sebagai bentuk konsolidasi rezim otoriter dengan memanfaatkan instrumen-instrumen demokratis. “Dalam rezim demokrasi otoriter, Pemilu sering kali hanya menjadi alat untuk mempertahankan kekuasaan,” seperti tertulis dalam rilis kajian BEM UI.
Sebagai pimpinan BEM UI, Verrel mengatakan lembaganya menyayangkan sikap MK yang seakan menutup mata atas ketidaknetralan dan nepotisme yang nampak. Pasalnya, dugaan kecurangan Pilpres dinyatakan MK tidak beralasan secara hukum dalam sidang perselisihan hasil pemilihan umum atau PHPU 2024.
Verrel berujar MK seharusnya bisa mengadili berbagai pelanggaran tersebut. “Kalau dibilang terjadi kekosongan hukum, Pemilu Orba pun dipandang sah berdasarkan hukum yang berlaku, tetapi tetap dianggap curang dan bermasalah,” ucap dia.
Di samping itu, Verrel menyatakan BEM UI khawatir pemerintahan Prabowo-Gibran akan dipenuhi penyempitan ruang sipil. Pembatasan terhadap gerakan mahasiswa dan sipil, kata Verrel, juga terjadi dalam negara yang menuju demokrasi otoriter atau mengalami authoritarian turn.
Dia pun mengungkapkan bahwa sikap BEM UI tersebut sudah melalui berbagai diskusi internal. “Kami sepakat untuk mengangkat doktrin demokrasi otoriter karena pergelaran politik hari ini memang seakan demokratis, tetapi mengarah ke sifat otoriter untuk kepentingan penguasa,” ujar Verrel.
Pilihan Editor: Soal Peluang PKS Gabung Kubu Prabowo, Politikus PAN Mengaku Senang