Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Politik

Berita Tempo Plus

Kontroversi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi

Rangkuman berita sepekan.

5 September 2020 | 00.00 WIB

Gedung MK, Jakarta, 2 September 2020. TEMPO/Subekti.
material-symbols:fullscreenPerbesar
Gedung MK, Jakarta, 2 September 2020. TEMPO/Subekti.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

HASIL revisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi mendapat sorotan tajam dari berbagai pihak. Mantan Ketua MK, Jimly Asshiddiqie, mengatakan masa jabatan hakim konstitusi selama 15 tahun terlalu lama. “Sebaiknya cuma 10 tahun. Kalau 15 tahun, hakim bisa menjadi konservatif,” ujar Jimly pada Rabu, 2 September lalu.

Jimly dan mantan hakim konstitusi lainnya, Maruarar Siahaan, juga mengkritik pembahasan revisi yang sangat cepat, tertutup, dan tidak melibatkan partisipasi publik. Mantan hakim MK lainnya, I Dewa Gede Palguna, menilai revisi menguntungkan para hakim konstitusi. Salah satunya terkait dengan perubahan batas usia tertua hakim MK, yakni 70 tahun, dari sebelumnya 65 tahun. Adapun masa jabatan Ketua dan Wakil Ketua MK tak lagi 2 tahun 6 bulan, tapi 5 tahun.

Revisi Undang-Undang MK disahkan dalam rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat pada Selasa, 1 September lalu. Panitia Kerja Komisi Hukum DPR hanya membahas revisi itu selama satu pekan, mulai 25 hingga 31 Agustus lalu. Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, Agil Oktaryal, menilai revisi undang-undang ini cacat prosedur lantaran tidak melibatkan partisipasi publik. DPR hanya menghidupkan lagi draf periode sebelumnya.

Direktur Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas, Feri Amsari, menilai revisi itu belum menyentuh persoalan substantif. Menurut dia, DPR seharusnya menekankan upaya pengawasan perilaku para hakim. Apalagi, selama 14 tahun MK berdiri, dua hakimnya terlibat kasus suap, yaitu bekas Ketua MK, Akil Mochtar, dan hakim Patrialis Akbar.

Anggota Komisi Hukum dari Partai NasDem, Taufik Basari, mengatakan pembahasan berjalan cepat karena substansinya tak banyak. Sedangkan menurut anggota panitia kerja lainnya, Benny K. Harman, perpanjangan batas usia hakim bertujuan menghindari potensi pemanfaatan jabatan sebagai batu loncatan berkarier di politik. Mereka yang menjadi hakim MK pun bisa lebih berpengalaman dalam penanganan perkara. Adapun Ketua MK Arief Hidayat enggan menanggapi hasil revisi itu.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus