Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Pemerintah dan DPR Bahas Lagi RUU Bermasalah

Ringkasan berita sepekan.

27 Juni 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Anggota DPR mengikuti Rapat Paripurna ke-14 Masa Persidangan III 2019-2020 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, 5 Juni 2020. ANTARA/Galih Pradipta

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PEMERINTAH dan Dewan Perwakilan Rakyat sepakat melanjutkan kembali pembahasan dua rancangan undang-undang bermasalah, yaitu RUU Pemasyarakatan dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Anggota Komisi Hukum DPR, Nasir Djamil, mengatakan Dewan akan meminta Presiden Joko Widodo segera menerbitkan surat persetujuan pembahasan. “Pembahasan baru akan dimulai setelah surat dari Presiden keluar,” kata Nasir pada Selasa, 23 Juni lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pembahasan dua rancangan tersebut disepakati oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly serta Komisi Hukum DPR dalam rapat pada Senin, 22 Juni lalu. Dua draf tersebut sempat dibahas oleh Dewan periode 2014-2019. Namun muncul penolakan besar-besaran dari mahasiswa serta berbagai pegiat antikorupsi dan hak asasi manusia yang mengakibatkan sejumlah orang meninggal. Di antaranya dua mahasiswa Universitas Haluoleo, Kendari, yang tewas tertembak peluru tajam pada September 2019.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Rencana pembahasan itu mengundang kritik dari berbagai pihak. Anggota Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan, Erwin Natosmal, mengatakan RUU kontroversial tak patut dibahas pada saat pandemi. “Ini mengamputasi aspirasi masyarakat,” ujarnya.

Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Asfinawati dan Direktur Advokasi Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada Oce Madril meminta rencana pembahasan tersebut dibatalkan. Penyebabnya, ada sejumlah pasal bermasalah yang berpotensi memberangus kebebasan berpendapat dan melemahkan pemberantasan korupsi.

Adapun Menteri Yasonna menunggu lampu hijau dari Presiden Jokowi. Menurut politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini, pembahasan aturan yang menarik perhatian publik harus diputuskan dalam rapat terbatas kabinet.


Dua Aturan Sarat Masalah

SEMPAT dibahas oleh DPR periode lalu, RUU Pemasyarakatan dan KUHP masuk Program Legislasi Nasional tahun ini. Dua rancangan tersebut menyimpan sejumlah pasal bermasalah yang mengancam demokrasi dan pemberantasan korupsi.

RUU KUHP
• Pasal 219 a: Ancaman penjara hingga 4 tahun 6 bulan untuk mereka yang menyiarkan penyerangan kehormatan presiden atau wakil presiden.
• Pasal 241: Ancaman bui hingga 4 tahun untuk setiap orang yang menyiarkan penghinaan terhadap pemerintah.
• Pasal 247: Ancaman penjara hingga 4 tahun untuk orang yang menyebarluaskan informasi berupa hasutan untuk melawan penguasa.
• Pasal 262: Setiap orang yang menyebarkan berita bohong diancam penjara paling lama 6 tahun.
• Pasal 263: Mereka yang menyiarkan kabar tidak pasti, berlebihan, atau tidak lengkap dipenjara paling lama 2 tahun.
• Pasal 604: Masa hukuman koruptor minimal 2 tahun, padahal dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi minimal 4 tahun.

RUU Pemasyarakatan
• Pasal 9 c: Narapidana berhak mendapatkan antara lain kegiatan rekreasional.
Kontroversi: Konsep rekreasional tak jelas dan bisa digunakan oleh napi untuk pelesiran.
• Pasal 10 ayat 1-3: Narapidana yang telah memenuhi syarat tanpa terkecuali berhak atas remisi, asimilasi, cuti, pembebasan bersyarat, dan hak lain.
Kontroversi: Napi koruptor tak perlu lagi menjadi justice collaborator untuk mendapatkan remisi.



BPK Audit Kartu Prakerja

BADAN Pemeriksa Keuangan berencana membentuk tim untuk mengaudit program Kartu Prakerja. Anggota BPK, Achsanul Qosasi, mengatakan lembaganya telah menerima pengaduan soal potensi kerugian negara dalam program beranggaran Rp 20 triliun tersebut. “BPK berencana segera turun,” ujar Achsanul pada Ahad, 21 Juni lalu.

Kajian Komisi Pemberantasan Korupsi menunjukkan Kartu Prakerja berpotensi merugikan negara. Misalnya pemborosan dalam penggunaan teknologi pemindaian wajah untuk validasi senilai Rp 30,8 miliar. KPK juga menemukan sekitar 87 persen program pelatihan tak memenuhi syarat.

Dugaan potensi kerugian negara ini membuat Kementerian Koordinator Perekonomian belum membayar biaya pelatihan kepada platform digital yang menyediakan jasa pelatihan. “Kami akan melakukan verifikasi ke semua lembaga pelatihan,” kata Ketua Tim Pelaksana Cipta Kerja M. Rudy Salahuddin.


Foto kegiatan Ketua KPK, Firli Bahuri, menumpangi helikopter berkode PK-JTO, turut dilampirkan Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia yang dilaporkan ke Dewan Pengawas KPK, di Jakarta, 25 Juni 2020. TEMPO/Imam Sukamto

Dugaan Pelanggaran Etik Ketua KPK

DEWAN Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi memproses dua laporan Masyarakat Antikorupsi Indonesia (Maki) terhadap Ketua KPK Firli Bahuri. Laporan itu mengenai dugaan pelanggaran protokol kesehatan dan gaya hidup mewah. “Pengaduan sudah diterima dan akan diproses selanjutnya,” kata anggota Dewan Pengawas, Albertina Ho, Rabu, 24 Juni lalu.

Koordinator Maki, Boyamin Saiman, melaporkan Firli yang tak memakai masker ketika berinteraksi dengan anak-anak di Baturaja, Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan, pada Sabtu, 20 Juni lalu. Boyamin juga menilai Firli melanggar kode etik soal larangan bergaya hidup mewah karena menggunakan helikopter saat menuju Baturaja.

Firli menyangkal jika disebut melanggar protokol kesehatan. “Saya menggunakan masker jenis EA mask dan masker hidung ketika berinteraksi dengan anak-anak,” ujarnya. Ia tak merespons pertanyaan soal penggunaan helikopter.




Tersangka Baru Jiwasraya

KEJAKSAAN Agung menetapkan 14 tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya. Mereka adalah 13 manajer investasi atau perusahaan sekuritas dan Deputi Komisioner Pengawasan Pasar Modal II A Otoritas Jasa Keuangan Fakhri Hilmi. “Tiga belas manajer investasi diduga tidak bertindak secara independen,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Hari Setiyono, Kamis, 25 Juni lalu.

PT Jiwasraya berinvestasi saham dan reksa dana sejumlah Rp 12,7 triliun yang dananya dikelola oleh 13 manajer investasi pada 2014-2018. Mereka diduga bersekongkol dengan Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro, pemilik perusahaan yang sahamnya dibeli Jiwasraya, dengan menaikkan harga saham secara signifikan.

Menurut Hari, Fakhri Hilmi mengetahui persekongkolan tersebut pada 2016, tapi tak segera memberikan sanksi. Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Logistik OJK Anto Prabowo mengatakan lembaganya mendukung penyidikan kasus ini.


John Kei (tengah) dihadirkan saat rilis kasus premanisme oleh kelompok John Kei di Polda Metro Jaya, Jakarta, 22 Juni 2020. TEMPO/Muhammad Hidayat

Polisi Tangkap John Kei

POLISI menciduk John Refra alias John Kei dan 34 anak buahnya di kompleks Perumahan Tytyan Indah Utama, Bekasi, Jawa Barat, pada Senin, 22 Juni lalu. Mereka diduga melakukan penyerangan dan pembunuhan terhadap kelompok Nus Rumatora alias Nus Kei akibat persoalan penjualan tanah.

Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya Ajun Komisaris Besar Jean Calvin Simanjuntak mengatakan timnya mendalami unsur permufakatan jahat dan perencanaan pembunuhan tersebut. “Permufakatan jahat itu diduga digelar dua hari sebelum penyerangan hingga tewas terhadap anak buah Nus Kei, Yustus Corwing Rahakbau, di Duri Kosambi, Jakarta Barat,” kata Calvin pada Kamis, 25 Juni lalu.

Pengacara John Kei, Anton Sudanto, membantah jika kliennya disebut menginstruksikan penyerangan. “Tidak boleh kita langsung menyalahkan seseorang sebelum ada kekuatan hukum yang tetap,” ujar Anton.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus