Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Pelaksana tugas Direktur Rumah Sakit Umum Daerah dr Drajad Prawiranegara atau RSUD Serang, Sri Nurhayati mengatakan ada sejumlah pegawai rumah sakit yang melakukan pungutan ilegal biaya penanganan dan pemulangan jenazah korban tsunami Selat Sunda.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Ada enam orang pegawai forensik. Tapi ini lagi disidik polisi," kata Sri melalui sambungan telepon kepada Tempo, Sabtu, 29 Desember 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Sebelumnya, beberapa warga mengeluhkan adanya pungutan biaya penanganan dan pemulangan mayat korban tsunami Selat Sunda. Perwakilan paguyuban keluarga marga Punguan Pomparan Toga Sinaga Boru (PPTSB), Badiamin Sinaga, mengatakan pihaknya diminta lebih dari Rp 6 juta untuk enam jenazah yang terdiri dari empat jenazah dewasa dan dua jenazah bayi.
Sri mengatakan pungutan yang dilakukan enam orang ini merupakan tindakan pribadi. Hal tersebut dilakukan di luar kebijakan rumah sakit. "Itu tanpa sepengetahuan kami pihak manajemen," kata dia.
Menurut Sri, pungutan di luar manajemen rumah sakit dapat terlihat dari kuitansi yang ada. Sebab, kata dia, kuitansi pungutan biaya yang digunakan bukanlah kuitansi resmi RSUD Serang.
Selain itu, kata Sri, pungutan biaya resmi akan langsung masuk ke sistem pembayaran resmi RSUD. "Kami sudah pakai pay system. Jadi tak ada pungutan-pungutan di instalasi-instalasi, semua sudah satu pintu," ujarnya.
Sri menuturkan keenam orang ini akan mendapatkan sanksi dari rumah sakit jika memang terbukti melakukan pungutan tak resmi ini. Sanksi tersebut, kata dia, dapat berupa dikeluarkan dari pegawai RSUD Serang. "Bisa sekali untuk dikeluarkan (dari pegawai). Karena tindakan itu mencederai kami semua," ujarnya.