Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Saya Seorang Prajurit

Penunjukan Izaac Hindom sebagai caretaker gubernur Irian Jaya menimbulkan pro & kontra. Menghadapi situasi yang makin ramai, Izaac Hindom tampak cuma pasrah dan tidak mau berkomentar banyak.

21 November 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KELUAR dari ruang kedatangan Bandara Soekarno -- Hatta, Jakarta, Minggu malam pekan lalu, Izaac Hindom tersenyum. Bersama istri, dia baru saja mendarat dari Melbourne, Australia "Kalau sayang saya, janganlah saya ditanya macam-macam," kata bekas Gubernur Irian Jaya itu kepada TEMPO. Masa jabatan Hindom sebagai Gubernur Irian Jaya telah berakhir 12 November yang lalu. Sebenarnya, pada 26 September 1987, lelaki kelahiran Adora, Fakfak, itu terpilih kembali sebagai calon Gubernur Irian Jaya. Tapi Hindom mengirimkan surat pengunduran diri sebagai calon gubernur kepada Mendagri, 17 hari setelah pemilihan. Konon, jalan itu ditempuhnya karena dia terkena PP Nomor 10/1983 yang melarang pegawai negeri beristri lebih dari satu (TEMPO, 24 Oktober 1987). Departemen Dalam Negeri kemudian memutuskan pemilihan calon gubernur baru akan diadakan kembali. Alasan: S.H. Gultom dan Samiyana, dua calon pendamping Hindom dalam pemilihan itu, ikut mundur. Memilih calon gubernur baru membutuhkan waktu. Guna melaksanakan pekerjaan gubernur, Depdagri memutuskan mengangkat Izaac Hindom sebagai caretaker Gubernur Irian Jaya, terhitung Kamis pekan ini. Caretaker itu sekaligus bertugas mempersiapkan pemilihan calon gubernur. "Jabatan sementara itu biasanya tiga sampai delapan bulan," kata Feisal Tamin, juru bicara Depdagri. Sementara itu, di Jakarta, Jumat pekan lalu, delapan orang yang mengaku wakil masyarakat Irian Jaya menghadap Ketua DPR Kharis Suhud. "Mereka menyatakan tak setuju Hindom diangkat sebagai caretaker gubernur, tapi minta ia diangkat sebagai gubernur definitif," kata Kharis Suhud. Alasan delegasi yang mengaku sebagai wakil kepala-kepala suku, pengusaha, kalangan politikus, dan rohaniwan Ir-Ja itu "Rakyat melalui DPRD sudah memilih Hindom. Jika pengunduran diri itu diterima, berarti Pemerintah menuruti kemauan parlemen jalanan," kata Martin Busawir, pimpinan delegasi. Yang dimaksudnya parlemen jalanan adalah suara sejumlah tokoh yang selama ini tak menyetujui Hindom dipilih lagi sebagai gubernur. Di antara mereka termasuk delapan kepala suku besar yang ada di Irian Jaya, termasuk Obahorok, kepala suku dari Lembah Baliem yang pernah kawin dengan penulis dari Amerika Serikat, Wyn Sargent. Pada 2 September 1987, mereka mengirim surat kepada Presiden, menolak Hindom sebagai gubernur. Tapi mungkinkah Hindom jadi gubernur lagi sedangkan dia sudah mundur? Kelompok pro-Hindom menuding surat pengunduran diri itu "ditodongkan", sehingga Hindom tinggal membubuhkan tanda tangan. "Cara itu 'kan tak betul. Tapi kami belum tahu siapa yang main paksa itu," kata Martin. Menurut Martin dan kawan-kawan, Hindom satu-satunya putra Irian yang paling tepat jadi gubernur. "Beliau kebapakan dan berjuang memajukan Irian," ujarnya. Agaknya, mereka tidak begitu peduli pada tuduhan bahwa Hindom melanggar PP Nomor 10/1983. Kata Ferry Way, salah seorang anggota delegasi, "Bagi orang Irian adalah soal biasa seorang kepala suku punya istri banyak. Itu 'kan kebutuhan biologis." Pada hari Jumat yang sama, kubu kontra-Hindom mengirim surat kepada Presiden Soeharto. Mereka yang menamakan diri Badan Koordinasi Organisasi Mahasiswa Irian Jaya se-Jawa menolak pengangkatan Izaac Hindom sebagai caretaker Gubernur Irian Jaya. Hindom, yang sudah mengundurkan diri itu, menurut mereka, bukanlah orang yang memenuhi syarat untuk jabatan itu. Butje Tutuarima, koordinator organisasi tadi, malah menuduh delegasi yang mendukung Hindom ke DPR itu bukanlah wakil sah rakyat Irian. Apalagi di antara mereka ada yang mengaku mewakili kepala suku. "Itu bohong. Enam kepala suku besar 'kan sudah menolak Hindom. Merekalah yang benar-benar kepala suku di pedalaman Irian Jaya," kata Butje. Menghadapi situasi yang makin ramai ini, Izaac Hindom tampak cuma pasrah. "Saya ini 'kan prajurit. Disuruh istirahat, ya istirahat. Disuruh bersiap, ya bersiap. Anda 'kan bukan anak kecil lagi, mestinya sudah tahu apa yang sekarang terjadi," katanya. Kemudian ucap Hindom pula, "Siapa manusia yang sempurna di dunia ini? Saya toh tak merugikan orang lain. Saya 'kan tidak korupsi uang negara, tak menyelewengkan uang rakyat. Saya bekerja dengan benar. Titik."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus