PENGHUNI rumah beratap rumbia di Desa Bagosari, Jember, belakangan ini waswas. Soalnya, sejak awal bulan lalu hingga pekan ini sudah 20 rumah yang terbakar. Atau lebih tepatnya dibakar. Korban pertama rumah Marsaid, yang dibakar dinihari menjelang subuh. "Semula saya mimpi merasa seperti ada di neraka. Tapi, setelah menggosok-gosok mata, kok di atas ada api sungguhan," cerita Marsaid, 60 tahun, tentang musibah itu. Semua penghuni -- istri, anak, dan saudaranya -- menghambur keluar dan selamat. Tapi rumah berukuran 5 x 10 meter itu rata dengan tanah. Keluarga buruh tani ini hanya berhasil menyelamatkan sepeda dan seperangkat meja kursi plastik. "Kok ada yang tega membakar rumah orang tak punya seperti saya ini," kata Marsaid sedih. Sejak itu, rumah-rumah beratap rumbia lain jadi sasaran. Siskamling yang dilakukan sia-sia. Perusuh seperti mengetahui jam-jam gawat. Pembakaran dilakukan tidak sekaligus, terkadang dua hari sekali, kadang-kadang empat hari. Ulah siapa? Polisi belum menangkap pelakunya. "Kami masih terus melacak," ujar sumber polisi di Polsek Kecamatan Kencong, Jember. Melihat kenyataan bahwa sebagian besar barang korban yang diselamatkan utuh, jelas motifnya bukan perampokan. "Semula saya kira pengusaha genting yang membakarnya, biar gentingnya laku. Nyatanya, setelah dibakar penghuninya makin papa," kata Abdul Qadim, kiai di masjid Jami' Al-Falah. Keluarga Mbok Ti'ah dan Mbok Sapik, misalnya, setelah rumahnya terbakar hingga kini masih numpang di rumah tetangga. Lalu, siapa punya kerja? Seorang penduduk bercerita pada TEMPO, "Ini semua terjadi karena janji Golkar." Maksudnya? Di Desa Bagosari ini, 30 kilometer arah barat Jember, dulunya merupakan basis Partai Persatuan Pembangunan. Setiap pemilu bisa dipastikan PPP meraih kemenangan mutlak. Nah, pada pemilu 1987 lalu Golkar meraih kemenangan di desa ini. Itu terjadi, kata sumber tersebut, lantaran ada janji. Ada juru kampanye Golkar yang berseru, "Kalau Golkar menang, rumah rumbia akan diganti dengan genting." Golkar pun menang. Tapi rumah rumbia belum juga diganti. Berbulan-bulan janji itu tak ada wujudnya. "Supaya janji itu dipenuhi, cara paling gampang, rumah ya dibakar," ujar sumber tersebut. Siapa juru kampanye yang mengobral janji itu? Kepala Urusan Pemerintahan Desa Bagosari, Supono, merasa tak pernah mendengar ada janji itu. Moh. Syariin, Ketua DPD Golkar Jember, yang merangkap Ketua DPRD Jember, menggelengkan kepala. Yang bisa dipastikan, katanya, "Program kampanye Golkar bersifat nasional dan tak pernah mengobral janji." Ada dugaan pembakaran ini untuk mendiskreditkan Kepala Desa Bagosari, A. Latief. Desa berpenduduk 18 ribu jiwa ini, sebenarnya gabungan Desa Karanganyar dengan Bagosari. Jumlah itu dirasakan terlalu padat. Ditambah adanya peraturan dan ketentuan di Jember bahwa sebuah desa sedikitnya membawahkan 6 ribu penduduk dan maksimum 10 ribu, maka Bagosari jelas akan dipisah. "Jangan-jangan itu manuver mereka yang berambisi jadi kepala desa," kata Syariin, yang pekan lalu berkunjung ke lokasi kebakaran. Rumah Marsaid kini sudah kembali tegak. Tidak lagi beratap rumbia, tapi genting. Berdinding gedek. Yang membangun LKMD. Ada tiga rumah yang telah dibangun oleh Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa. Tiap rumah menghabiskan biaya Rp 100 ribu. Salah satunya rumah Marsaid itu. "Salah satu tugas LKMD, ya membantu rakyat desa yang terkena musibah," ujar Supono. Ia menolak anggapan bahwa langkah LKMD untuk meredam isu. Mengapa cuma tiga yang dibangun? "Karena baru tiga rumah itulah yang dilaporkan terbakar," jawabnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini