Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Mengusut Laporan ke Presiden

Ada yang melaporkan oknum Depnaker melakukan pungli terhadap tenaga kerja indonesia & tenaga kerja wanita kepada presiden. Menaker Sudomo sedang mengusut siapa pelapor yang dianggap memfitnah itu.

21 November 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENTERI Tenaga Kerja Sudomo tampaknya sedang gusar. Di hadapan sejumlah pengusaha pengerah tenaga kerja Indonesia (PPTKI) yang hadir dalam pertemuan di kantor Depnaker, Selasa pekan lalu, bekas Pangkopkamtib itu mengungkapkan bahwa ia sedang mengusut oknum yang membuat laporan kepada Presiden. Padahal, laporan itu, katanya, merupakan fitnah dan bersifat mengadu domba. "Laporan yang tidak benar itu mempunyai tujuan tertentu," kata Sudomo, tanpa mengungkapkan apa tujuan itu. Tapi, katanya, masalah tersebut akan diselesaikannya baik dengan bukti yang telah dimiliki Departemen Tenaga Kerja. Apa isi laporan fitnah kepada Presiden itu? "Katanya, Depnaker memungut uang Rp 15.000 dari tenaga kerja yang pulang dari luar negeri. Kami sudah mengadakan penertiban, ndak mungkin kami ikut serta melakukan itu," ujar Sudomo kepada TEMPO. Munculnya laporan "fitnah" itu, tampaknya, berawal sejak satu setengah tahun yang lalu, tatkala Depnaker menunjuk PT Panutan Jaya Abadi untuk menjemput TKI yang baru pulang dari luar negeri di Bandar Udara Soekarno-Hatta. Perusahaan swasta ini diberi hak untuk mengantarkan orang yang dijemputnya sampai ke tempat transit. "Nanti dari tempat transit terserah, orang itu mau ke mana," kata Sudomo. Depnaker mengambil langkah ini untuk menertibkan berbagai pungutan dan penipuan yang dilakukan para calo terhadap TKI yang baru tiba dari luar negeri, terutama dari Arab Saudi. Hampir 60.000 buruh Indonesia -- sebagian besar tenaga kerja wanita, TKW, -- kini bekerja di Arab Saudi. Setiap Selasa, Kamis, dan Sabtu, rata-rata 600-an TKW pulang dari Arab Saudi melalui Bandar Udara Soekarno-Hatta. Merekalah yang diurus oleh PT Panutan Jaya Abadi. Dari bandar udara ke tempat transit, berupa asrama, yang dibangun perusahaan itu di Desa Batujaya, Kecamatan Batuceper, Tangerang, PT Panutan Jaya Abadi memperoleh pembayaran Rp 15.000/tiap TKW. Yang membayar adalah perusahaan yang semula mengirim TKW itu bekerja ke luar negeri. Ini memang ketentuan Depnaker. PT Panutan Jaya Abadi, menurut Sudomo, sudah menginventasikan modal Rp 340 juta, termasuk untuk membangun tempat transit tadi. Perusahaan ini memiliki 50-an mobil minibus untuk mengirimkan para TKW dari tempat transit ke rumahnya masing-masing, termasuk sampai ke Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sejak enam bulan lalu, beberapa perusahaan pengirim tenaga kerja ke luar negeri sudah memprotes perlakuan perusahaan tunjukan Depnaker itu. "Pekerja yang baru datang langsung dipulangkan ke daerahnya tanpa pemberitahuan pada perusahaannya. Padahal, kami yang harus bertanggung jawab kepada keluarganya. Belum lagi saya dengar ada pekerja yang dimintai upeti," kata Saleh Abdullah dari PT Bhayangkara. Yang menjadi persoalan, PT Panutan Jaya Abadi dituduh menetapkan tarif yang jumlahnya tak menentu kepada para TKW. Dari Jakarta ke Madura, Jawa Timur, tarifnya Rp 150.000 sampai Rp 200.000/orang. Jumlah itu sama dengan 10 kali tarif bis umum. Zubaedah, misalnya, ketika pulang sebulan lalu dari Arab Saudi harus membayar Rp 90.000 kepada petugas PT Panutan Jaya Abadi untuk ongkos dari Jakarta ke kampungnya di Malang. "Karena kepingin cepat sampai di rumah, ongkos itu dia bayar saja," kata Soemarti, 50 tahun, ibunya, kepada TEMPO. Keluarga yang mencoba membawa sendiri para TKW pulang dengan bis umum dilarang oleh petugas Depnaker. Uang rial yang dibawa para TKW wajib pula ditukarkan dengan rupiah di perusahaan itu dengan kurs yang mereka tetapkan sendiri, di bawah kurs resmi. Ada pula TKW yang diwajibkan oknum perusahaan itu membeli tape recorder, pakaian, dan barang lainnya, dengan harga yang melangit. Syech Alhamid, Direktur PT Panutan Jaya Abadi, mengakui hal itu memang terjadi. Namun itu dilakukan oleh dua rekan kerjanya yang sejak 1 September lalu sudah dikeluarkan. "Kami sudah melaporkan tindakan mereka ke Depnaker," katanya. Pertengahan Oktober lalu, harian Terbit ramai mengungkapkan penderitaan para TKW itu. Menaker Sudomo lalu membentuk Tim Pencari Fakta. Pada 13 Oktober yang lalu tim itu mewawancarai sejumlah TKW yang baru pulang dari luar negeri. Hasilnya? Seperti diumumkan Sudomo kepada wartawan, 21 Oktober, para TKI/TKW dikenai pungutan Rp 5.000 sampai Rp 15.000 di Pos Imigrasi Soekarno-Hatta, Rp 10.000 sampai Rp 35.000 di Bea Cukai, Rp 2.000 sampai Rp 3.000 oleh oknum Satpam, dan Rp 1.000 sampai Rp 3.000 oleh petugas portir pelabuhan udara. "Tanggapan ini dibuat untuk menghilangkan kesan seolah-olah TKI/TKW itu tak dapat perhatian Depnaker," ujar Sudomo. Ia tak menyebut adanya oknum Depnaker yang ikut main kutip di sana. Gayung bersambut. Pada 31 Oktober, Dirjen Imigrasi, Mayor Jenderal (Pur.) Soelarso, bersama Irjen Departemen Kehakiman, R. Sutaryo, secara diam-diam meninjau Bandara Soekarno-Hatta. "Saya tidak menutup kemungkinan ada aparat saya yang nakal," kata Soelarso kemudian. Tapi sidaknya itu tak menemukan pungutan oleh petugas Imigrasi seperti hasil tim pencari fakta Depnaker. Entah karena fakta yang ditemukan berbeda, entah apa lagi, tapi sejak Selasa pekan lalu, Sudomo membuat jurus baru. Semua kegiatan pengawasan aparat Depnaker terhadap TKW yang baru pulang dari luar negeri di Soekarno-Hatta dihentikan. Juga disetop pengurusan TKW/TKI oleh PT Panutan Jaya Abadi. Untuk sementara, para TKW itu kembali diurus oleh perusahaan yang mengirimkannya ke luar negeri. "Supaya nanti jelas terbuka, yang mungut-mungut itu sebenarnya siapa. Baru nanti saya ambil tindakan," kata Sudomo. Amran Nasution, Diah Purnomowati (Jakarta), M. Baharun (Surabaya)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus