MEMUGAR bangunan bukan satu-satunya cara bagi Bupati Minahasa BG
Lapian untuk menghayati sejarah. Tak heran satu benteng berumur
lebih 100 tahun (terletak di tepi danau Tondano, dan karenanya
populer dengan sebutan loji Tondano), dibongkarnya pertengahan
Maret lalu.
Loji itu persisnya berdiri sejak 1840. Hampir semua rumah kayu
di daerah kota maupun pedesaan di Kabupaten Minahasa mencontoh
bentuk arsitektur benteng tersebut. Bisa dimaklum ia menjadi
salah satu ciri paviliun Sulawesi Utara di Taman Mini Indonesia
Indah di Jakarta. Di samping menjadi model bangunan Lapangan
Udara Sam Ratulangi dan Gedung PameranDepartemen P&K di Manado.
Terletak di halaman seluas 80 x 110 meter loji itu berukuran 20
x 30 meter. Berdiri di atas beton cor setinggi 110 Cm. Kayu yang
digunakan kayu wasian, sejenis cempaka. Melihat papan-papannya
yang panjang lebar, diperkirakan sudah berumur ratusan tahun.
Bagian fondasi terbuat dari kayu besi. Barangkali itulah
sebabnya benteng itu bertahan dari waktu ke waktu.
Sebelum dibongkar loji itu dijadikan markas Kodim Minahasa.
Sebelumnya ditempati Perguruan Tinggi Pendidikan Guru yang
kemudian berkemban menjadi IKIP Manado. Universitas Pinaesaan
sebagai perguruan tinggi pertama di Sulawesi Utara diresmikan
berdirinya di bangunan ini pada 1953.
Bangunan ni memang bersejarah. Para pejabat pemerintah Belanda
dan Jepang dulu, maupun para pejabat Indonesia kemudian,
menjadikan loji ini sebagai tempat upacara-upacara penting. Tak
ayal pembongkarannya pertengahan bulan lalu mengundang reaksi
kalangan yang menganggap penting bangunan tersebut sebagai
peninggalan sejarah.
Nyonya Watuseke Politon, Ketua Yayasan Universitas Pinaesaan,
sebelumnya telah menghimbau para wakil rakyat di DPRD Kabupaten
Minahasa untuk mencegah pembongkarannya. Niat Bupati Lapian
tampaknya tak bisa ditawar-tawar. Lalamentik, Kepala Sub
Direktorat Sosial Politik Kantor Bupati mengatakan akhir tahun
lalu Bupati bertemu dengan pimpinan DPRD berikut pimpinan Komisi
dan fraksi-fraksinya. "Rencana membangun kantor bupati disetujui
di lokasi loji (benteng) yang diributkan ini," kata Lalamentik
yang katanya berbicara atas nama Bupati.
Mau Apa Lagi
Di tempat yang sebelumnya berdiri peninggalan sejarah itu memang
direncanakan dibangun kantor bupati. Loji itu sendiri akan
dibangun lagi di tempat lain sekitar 300 meter dari tempat
semula. "Justru karena ingin mempertahankan nilai-nilai historis
Pemerintah Daerah Tingkat II Minahasa membangun kantor bupati di
tempat itu sebagai pusat pemerintahan daerah ini seperti yang
menjadi tradisi Loji Tondano," Lalamentik menambahkan.
Ny. Watuseke tidak memahami maksud Bupati. Empat hari sesudah
pembongkaran dimulai, ia kembali menghubungi DPRD. Juga sejumlah
surat kawat dikirim kepada Presiden, Menteri P&K dan Gubernur
Willy Lasut. Semuanya dengan maksud agar pembongkaran tidak
dilanjutkan. Akhir Maret nyonya ini bertemu Bupati. Rencana
Bupati tidak berubah.
Apa yang akan dilakukan Ny. Watuseke selanjutnya belum
diketahui. Kepada TEMPO ia mengemukakan rasa prihatin karena
didengarnya desas-desus yang menuding usahanya menghalangi
pembongkaran benteng Tondano "ada yang mendalangi." Ia tak tahu
apa maksud mendalangi di situ. "Obyek saya adalah loji. Himbauan
saya, selamatkanlah loji Tondano itu. Kembalikan bangunan itu di
tempat semula. Keinginan saya tak lebih dari itu."
Menurut sumber di perwakilan Departemen P&K Minahasa, status
pemilikan loji itu selama ini memang belum berada pada P&K. Tapi
bahwa benteng tadi bernilai sejarah tak disangkal oleh Kepala
Kantor Wilayah Departemen P&K Sulawesi Utara Takaendengan. "Mau
apa lagi, bangunan itu sudah dibongkar," kata Takaendengan,
"sekiranya benteng itu belum dibongkar, tentu saja kami
mempunyai suara lain."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini