Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Sekolah Jam 5.30 Pagi di NTT Rawan Picu Kekerasan Terhadap Anak

Ketua Lembaga Perlindungan Anak NTT Veronika Ata mengatakan kebijakan sekolah jam 5.30 WITA rawan memicu terjadinya praktik kekerasan terhadap anak.

10 Maret 2023 | 14.51 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Siswa SMA yang terlambat tiba di halaman SMA Negeri 1 Kupang di Kota Kupang, NTT, Rabu 1 Maret 2023. Gubernur NTT mewajibkan siswa sekolah masuk jam 5 pagi. ANTARA FOTO/Kornelis Kaha

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Veronika Ata mengatakan kebijakan sekolah jam 5.30 WITA rawan memicu terjadinya praktik kekerasan seksual pada pelajar. Dia menolak kebijakan yang dicetuskan oleh Gubernur NTT Viktor Laiskodat itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Kami secara tegas menolak kebijakan masuk sekolah jam 5.30 pagi karena tidak mewakili kepentingan terbaik anak, salah satunya membuat mereka berada dalam kondisi rawan kekerasan seksual," katanya ketika dihubungi di Kupang, Jumat, 10 Maret 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Veronika mengatakan kebijakan masuk sekolah 05.30 pagi mengharuskan siswa SMA di sejumlah sekolah berangkat ke sekolah dalam kondisi hari yang masih gelap. Di sisi lain, transportasi pada jam tersebut belum tersedia. Hal itu membuat pelajar berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki.

"Kondisi ini menempatkan anak-anak pelajar terutama perempuan rawan menjadi korban kekerasan seksual," katanya.

Artinya, kata dia, kebijakan ini bertolak belakang dengan semangat mencegah dan melindungi anak-anak dari praktik kekerasan seksual.

Veronika menyebutkan efek lain yang merugikan anak seperti waktu istirahat terganggu membuat anak-anak mengantuk di sekolah dan tidak mengikuti proses belajar mengajar secara efektif. Para pelajar juga bisa stres dan semangat belajar menurun.

Menurut dia lagi, tidak ada korelasi disiplin dan kecerdasan anak dengan masuk sekolah jam 5.30 pagi. Bentuk disiplin sebagai dalih dari kebijakan ini, kata dia, adalah hal yang dibuat-buat dan pemikiran pribadi tanpa kajian yang matang.

"Karena itu kami menolak dengan tegas kebijakan ini karena menyengsarakan murid, juga orang tua, dan guru, bahkan meresahkan masyarakat," katanya.

Veronika menambahkan, pihaknya juga tidak sepakat dengan penerapan kebijakan tersebut dengan dalih mempersiapkan para pelajar untuk bisa masuk ke perguruan tinggi ternama seperti Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, maupun di luar negeri.

"Kualitas seseorang tidak diukur dari tamatan universitasnya. Banyak alumni universitas selain yang disebutkan memiliki kualifikasi yang prima," katanya.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus