ISI empat buku terbitan Mizan ini kini diajarkan sebagai "aliran pemikiran" Islam di Indonesia. Kemudian, para penulisnya, Nurcholish Madjid, Jalaluddin Rahmat, A.M. Saefuddin, dan Amien Rais, duduk bersama dalam seminar sehari -- seakan mewakili kubu mereka masing-masing. Islam, Kemoderenan dan Keindonesiaan. Terdiri 30 tulisan yang digabung, dirangkai dalam satu ruktur, lalu dibingkai yang siap untuk buku. Ada tentang negara, agama, orde baru, orde lama dan Pancasila, tentang kebebasan, keadilan hingga soal fitrah manusia. Tetapi ada memperlihatkan cara berpikir Nurcholish pada periode akhir, t985-1986, lebih tenang, arif, dan terasa begitu dekat dengan Tuhan. Pemikiran Nurcholish yang menyentak, mengagetkan umat, muncul di bagian empat. Inilah masa muda Cak Nur, yang tersaji lewat rangkaian tulisan sekitar awal periode 70-an. Di sini ia munculkan istilah sekularisasi bukan sekularisme dan rasionalisasi bukan rasionalisme, modernisasi bukan westernisasi. Setelah ia menganjurkan "liberalisasi" pandangan terhadap ajaran Islam, dimunculkan "Islam yes, Partai Islam no". Kemudian ada pernyataan: syahadat adalah puncak sekularisasi bagi orang yang semula animis. Ungkapan-ungkapan itu tak pernah dicabutnya, diartikan lagi dengan lebih halus. Islam Alternatif. "Ini bukan buku. Ini cuma rangkaian ceramah," kilah Jalaluddin Rahmat, penulisnya. Seperti diakuinya, buku tersebut tak punya jalur pemikiran tunggal dan tak memiliki kedalaman. Tapi buku ini tak lepas dari kelebihan Jalal: tajam dan tersaji dengan sangat jernih. Sejumlah 27 tulisannya (hasil karya tahun 1982-1985), hampir seluruhnya membahas masalah sosial. Bila diurai lagi, Islam Alternatif bisa dipecah menjadi beberapa buku bertema besar. Dari bagian kedua, misalnya: Islam Pembebas Mustadh'afin, kiranya Jalal bisa merumuskan konsep teologi pembebasan (versi Islam) yang lengkap. Dukungan ayat Quran dan hadis, dalam masalah ini, banyak pula. Pada satu makalah saja, Jalal bisa mencantumkan 19 ayat -- yang pada prinsipnya, Islam adalah pembela kaum dhu'afa, kaum yang tertindas. Bahkan ia meyakinkan bahwa tertindas itu bukan berarti hina. Dalam buku itu, Jalal tak alpa -- atau mungkin juga pilihan penerbitnya -- menambah spesialisasinya: penyuara pemikiran Syiah di Indonesia. Ia menjelaskan empat konsep ideologi dasar Syiah. Imamah, wilayah faqih, syahadah dan pembelaan pada kaum mustadh'afin. Kendati menolak anggapan bahwa ia Syiah, -tentu semua itu memperkaya ragam isi buku ini. Lalu bukunya itu dikomentarinya sendiri, "Saya tidak akan meminta kritik. Saya ngeri. Terima sajalah permohonan maaf saya dan salam hangat." Desekularisasi Pemikiran. Ini bukan karya orisinil A.M. Saefuddin, tetapi ditulis ramai-ramai oleh kelompok Bogor -- yang di sini dinamai A.M. Saefuddin et. al. Bila Nurcholish melontarkan gagasan sekularisasi, desakralisasi, justru buku ini ditulis dengan semangat sebaliknya. Kelelahan dan obsesi intelektual, menurut Pak A-em (begitu panggilan akrabnya), malah mendorong kelompoknya untuk meninjau kembali kehebatan pikiran manusia. Gerakan ini mendengungkan slogan Islamisasi saintek, Islamisasi pemikiran -- bukan saintifikasi dan rasionalisasi Islam -- yang kemudian diuraikan dalam 17 tulisan tersebut. Cakrawala Islam. Sebuah antologi, dari 23 tulisan. Yang paling pokok, menurut Amien Rais, adalah "spirit tauhid". Namun, ketauhidan tentu bukan kajian yang khas Amien. Sesuai dengan bidang pengajarannya, ia menulis tentang tatanan nilai yang berlaku di dunia saat ini: Marxisme, kapitalisme, sosialisme lalu membandingkan dengan Islam. Sesuatu yang tak baru sama sekali. Yang boleh dibilang milik Amien adalah analisanya tentang perkembangan politik dunia. Itu ditulisnya di bagian akhir buku ini. Ahmadie Thaha
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini